PUPR Larang Barang Impor, Peluang Baja Ringan Lokal Ramah Lingkungan
Jum'at, 22 Januari 2021 - 19:08 WIB
JAKARTA - Kewajiban penggunakan produk lokal pada proyek properti dan konstruksi di bawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), dapat dijadikan peluang bagi para pelaku usaha. Khususnya di sektor industri baja ringan nasional , agar dapat bangkit di tahun 2021 ini. Dengan demikian, ancaman gelombang PHK terhadap para pekerja di sektor baja dapat ditekan.
Mulai tahun ini, penggunaan barang impor akan dilarang dalam seluruh proyek property dan konstruksi yang ada di bawah Kementerian PUPR. Dengan belanja produk dalam negeri dan menekan impor, pemulihan ekonomi diharapkan bisa dipercepat.
Tak hanya itu, dengan skema padat karya yang dirancang untuk program ini, penyerapan tenaga kerja juga bisa ditingkatkan. Langkah ini pun mendapat apresiasi dan dukungan dari banyak pihak. Salah satunya datang dari pelaku usaha industri baja ringan tanah air.
Vice President Tatalogam Group, Stephanus Koeswandi menerangkan, sejak pandemi covid-19 berlangsung hingga saat ini, belum ada satupun pekerja di perusahannya yang dirumahkan. Namun ia mengakui, bukan hal mudah untuk bertahan di masa sulit seperti sekarang ini.
Karenanya, selain dukungan pemerintah, para pelaku usaha juga harus melakukan inovasi-inovasi baru agar dapat bersaing dengan produk impor sehingga utilitas produksi meningkat. Untuk itu, jaminan kualitas produk yang sudah mengantungi sertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI) serta peningkatan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) dalam setiap proyek infrastruktur diharapkan mampu menghalau penggunaan baja impor.
Sebagai salah satu produsen nasional baja lapis aluminium seng dengan merek dagang Nexalume dan rangka atap baja ringan dengan merek dagang Taso dan Sakura Roof, Tatalogam Group menyadari betul pentingnya hal itu. Tak salah jika semua produk-produk yang dihasilkan Tatalogam Group sudah memenuhi syarat-syarat tersebut.
Bahkan untuk menciptakan produk lokal yang berkelanjutan menurut lingkungan kondisi Indonesia, produk baja lapis aluminium seng Nexalume yang diproduksi anak usaha Tatalogam Group yaitu PT Tata Metal Lestari, kini juga telah mengantungi sertifikat Green Label Indonesia dengan Level Gold dari Green Product Council Indonesia (GPCI).
Mulai tahun ini, penggunaan barang impor akan dilarang dalam seluruh proyek property dan konstruksi yang ada di bawah Kementerian PUPR. Dengan belanja produk dalam negeri dan menekan impor, pemulihan ekonomi diharapkan bisa dipercepat.
Tak hanya itu, dengan skema padat karya yang dirancang untuk program ini, penyerapan tenaga kerja juga bisa ditingkatkan. Langkah ini pun mendapat apresiasi dan dukungan dari banyak pihak. Salah satunya datang dari pelaku usaha industri baja ringan tanah air.
Vice President Tatalogam Group, Stephanus Koeswandi menerangkan, sejak pandemi covid-19 berlangsung hingga saat ini, belum ada satupun pekerja di perusahannya yang dirumahkan. Namun ia mengakui, bukan hal mudah untuk bertahan di masa sulit seperti sekarang ini.
Karenanya, selain dukungan pemerintah, para pelaku usaha juga harus melakukan inovasi-inovasi baru agar dapat bersaing dengan produk impor sehingga utilitas produksi meningkat. Untuk itu, jaminan kualitas produk yang sudah mengantungi sertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI) serta peningkatan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) dalam setiap proyek infrastruktur diharapkan mampu menghalau penggunaan baja impor.
Sebagai salah satu produsen nasional baja lapis aluminium seng dengan merek dagang Nexalume dan rangka atap baja ringan dengan merek dagang Taso dan Sakura Roof, Tatalogam Group menyadari betul pentingnya hal itu. Tak salah jika semua produk-produk yang dihasilkan Tatalogam Group sudah memenuhi syarat-syarat tersebut.
Bahkan untuk menciptakan produk lokal yang berkelanjutan menurut lingkungan kondisi Indonesia, produk baja lapis aluminium seng Nexalume yang diproduksi anak usaha Tatalogam Group yaitu PT Tata Metal Lestari, kini juga telah mengantungi sertifikat Green Label Indonesia dengan Level Gold dari Green Product Council Indonesia (GPCI).
Lihat Juga :
tulis komentar anda