DPR Dorong Pemegang Saham Tambah Modal Selamatkan Garuda

Rabu, 27 Mei 2020 - 06:07 WIB
Maskapai penerbangan Garuda Indonesia dengan pesawat Airbus A330-900 NEO. Foto/SINDOnews
JAKARTA - Anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat Deddy Yevri Sitorus memprediksi Garuda Indonesia bakal bangkrut secara teknis sebelum kuartal IV 2020. Penyebabnya, kata dia, bukan hanya negatif cashflow, melainkan juga ancaman modal yang tergerus menjadi negatif jika tidak ada pertolongan dari pemegang saham.

Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini mengatakan, perkiraannya tersebut juga merujuk apa yang disampaikan oleh IATA melalui Conrad Clifford, Regional Vice President kepada Kementerian Perhubungan (Kemenhub), bahwa proyeksi revenue 2020-2023, industri penerbangan bakal turun hingga 41% dari kondisi sebelum pandemi Covid-19.

Legislator asal daerah pemilihan Kalimantan Utara itu mengatakan, dalam laporan keuangan tahun 2019, equitas perusahaan USD720 juta dengan revenue USD4,5 miliar. Dia melanjutkan, diasumsikan karena pandemi Covid-19, revenue perusahaan turun 50% menjadi USD2,25 miliar, dan biaya diproyeksikan turun menjadi USD3,6 miliar.



"Maka perusahaan akan mengalami kerugian sekitar USD1 miliar, sehingga otomatis equitas akan tergerus menjadi minus USD200 juta," ujar Deddy dalam keterangan tertulis, Selasa (26/5/2020).

Dia mengatakan, kecukupan modal Garuda Indonesia bermasalah akibat pandemi Covid-19. Dalam kondisi kritis seperti ini, dia mendorong para pemegang saham menginjeksi modal untuk mempertahankan agar modal (equitas) Garuda Indonesia bertahan lama.

Dia menuturkan, kewajiban pemerintah, selaku pemegang 60,5% saham Garuda, dan CT Group selaku pemegang saham publik 30,5%, harus menginjeksi modal pada Garuda Indonesia.

"Mekanisme yang seharusnya dilakukan adalah right issue! Terbitkan saham baru dan ditawarkan ke pemegang saham. Jika pemegang saham minoritas tidak mampu atau tidak mau melakukan hal yang sama untuk injeksi modal tambahan maka by law, mereka akan terdelusi, berkurang secara persentase kepemilikan sahamnya," kata Deddy.

"Kebutuhan equitas Garuda ini jangan disiasati dengan pendekatan 'utang baru' agar pemegang saham minoritas tidak terdelusi. Tidak elok maskapai nasional yang sudah sekarat ini malah disuruh cari utang baru yang menambah beban bunga di kemudian hari," sambungnya.

Lebih lanjut dia mengatakan, hampir semua perusahaan penerbangan mengalami turbulensi pada masa pandemi Covid-19 ini. Atas kondisi yang tidak biasa itu, hampir semua pemerintah menginjeksi modal untuk mempertahankan perusahaan penerbangannya. Garuda Indonesia Kandangkan 70% Pesawatnya
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More