IPB Sebut Kesejahteraan Petani di Era Mentan SYL Terus Meningkat
Rabu, 08 Juni 2022 - 17:58 WIB
BOGOR - Kesejahteraan petani selama tiga tahun terakhir mengalami peningkatan. Demikian dikatakan Ketua Bidang Kajian Kebijakan Pertanian pada Perhimpunan Agronomi Indonesia (Peragi) Prof. Edi Santosa, Selasa (7/6/2022).
Menurut Prof. Edi peningkatan tersebut bisa dilihat dari data BPS Januari 2022, di mana Nilai Tukar Petani (NTP) mencapai 108,67 atau naik sebesar 0,30 persen. Sedangkan Nilai Tukar Usaha Petani (NTUP) mencapai 108,65 atau naik 0,12 persen. Selain itu terdapat juga rangkaian curva NTP yang sangat positif yang terjadi di sepanjang periode 2020 lalu.
"Saya percaya kalau NTP dan NTUP naik artinya kesejahteraan petani juga naik. Keduanya adalah indikator pasti yang sudah melalui hitungan BPS," katanya.
Prof Edi mengatakan, kenaikan NTP dan NTUP juga berarti adanya kenaikan produksi. Hal ini membuktikan bahwa produksi nasional terus mengalami peningkatan scera signifikan. Seperti diketahui, Indonesia sudah tiga tahun berturut-turut tidak melakukan impor beras.
"Saya kira peningkatan ini tidak lepas dari 3 hal. Pertama peningkatan kualitas benih, kedua penyediaan pupuk dan ketiga penggunaan alsintan. Menurut saya inilah yang disebut pertanian maju, mandiri dan modern dibawah Meteri SYL," ujarnya.
Edi menilai bahwa tantangan produksi padi saat ini tidaklah mudah. Apalagi Indonesia dan juga negara-negara di dunia sama-sama menghadapi krisis yang sama. Belum lagi adanya perang negara antara Rusia dan Ukraina yang berdampak langsung pada kenaikan harga-harga.
"Indonesia adalah negara yang cukup berhasil dalam meningkatkan produksi padi dan jagung sehingga ketersediaanya selalu stabil, terutama disaat pandemi seperti saat ini," ucapnya.
Sebagai informasi, data badan pangan dunia FAO menyebut bahwa Indonesia pada 2018 menduduki peringkat kedua dari 9 negara negara FAO di Asia yang menghasilkan produksi beras melimpah. Urutannya Vietnam 5,89 ton per hektar, Indonesia 5,19 ton per hektar, Bangladesh 4,74 ton per hektar, Philipina 3,97 ton per hektar, India 3,88 ton per hektar, Pakistan 3,84 ton per hektar, Myanmar 3,79 ton per hektar, Kamboja 3,57 ton per hektar dan Thailand 3.l,09 ton per hektar.
Bahkan untuk tingkat Asia posisi produktivitas Indonesia berada di peringkat kedua setelah Vietnam. "Karena itu keberhasilan ini perlu kita dukung bersama agar ke depan Indonesia menjadi negara kuat yang berdaulat atas panganya sendiri," katanya.
Terpisah, Pengamat Pangan dari Universitas Brawijaya, Mangku Purnomo mengapresiasi keberhasilan Kementan dalam meningkatkan produksi padi dan jagung nasional. Baginya, keberhasilan ini merupakan bukti bahwa Indonesia adalah negara pertanian yang sangat kuat dan bisa diperhitungkan di kancah internasional.
"Yang pasti kita telah menunjukan kepada Negara-negara di dunia bahwa kita adalah bangsa pertanian terkuat yang memiliki potensi besar di sektor pertanian," ujarnya. CM
Menurut Prof. Edi peningkatan tersebut bisa dilihat dari data BPS Januari 2022, di mana Nilai Tukar Petani (NTP) mencapai 108,67 atau naik sebesar 0,30 persen. Sedangkan Nilai Tukar Usaha Petani (NTUP) mencapai 108,65 atau naik 0,12 persen. Selain itu terdapat juga rangkaian curva NTP yang sangat positif yang terjadi di sepanjang periode 2020 lalu.
"Saya percaya kalau NTP dan NTUP naik artinya kesejahteraan petani juga naik. Keduanya adalah indikator pasti yang sudah melalui hitungan BPS," katanya.
Prof Edi mengatakan, kenaikan NTP dan NTUP juga berarti adanya kenaikan produksi. Hal ini membuktikan bahwa produksi nasional terus mengalami peningkatan scera signifikan. Seperti diketahui, Indonesia sudah tiga tahun berturut-turut tidak melakukan impor beras.
"Saya kira peningkatan ini tidak lepas dari 3 hal. Pertama peningkatan kualitas benih, kedua penyediaan pupuk dan ketiga penggunaan alsintan. Menurut saya inilah yang disebut pertanian maju, mandiri dan modern dibawah Meteri SYL," ujarnya.
Edi menilai bahwa tantangan produksi padi saat ini tidaklah mudah. Apalagi Indonesia dan juga negara-negara di dunia sama-sama menghadapi krisis yang sama. Belum lagi adanya perang negara antara Rusia dan Ukraina yang berdampak langsung pada kenaikan harga-harga.
"Indonesia adalah negara yang cukup berhasil dalam meningkatkan produksi padi dan jagung sehingga ketersediaanya selalu stabil, terutama disaat pandemi seperti saat ini," ucapnya.
Sebagai informasi, data badan pangan dunia FAO menyebut bahwa Indonesia pada 2018 menduduki peringkat kedua dari 9 negara negara FAO di Asia yang menghasilkan produksi beras melimpah. Urutannya Vietnam 5,89 ton per hektar, Indonesia 5,19 ton per hektar, Bangladesh 4,74 ton per hektar, Philipina 3,97 ton per hektar, India 3,88 ton per hektar, Pakistan 3,84 ton per hektar, Myanmar 3,79 ton per hektar, Kamboja 3,57 ton per hektar dan Thailand 3.l,09 ton per hektar.
Bahkan untuk tingkat Asia posisi produktivitas Indonesia berada di peringkat kedua setelah Vietnam. "Karena itu keberhasilan ini perlu kita dukung bersama agar ke depan Indonesia menjadi negara kuat yang berdaulat atas panganya sendiri," katanya.
Terpisah, Pengamat Pangan dari Universitas Brawijaya, Mangku Purnomo mengapresiasi keberhasilan Kementan dalam meningkatkan produksi padi dan jagung nasional. Baginya, keberhasilan ini merupakan bukti bahwa Indonesia adalah negara pertanian yang sangat kuat dan bisa diperhitungkan di kancah internasional.
"Yang pasti kita telah menunjukan kepada Negara-negara di dunia bahwa kita adalah bangsa pertanian terkuat yang memiliki potensi besar di sektor pertanian," ujarnya. CM
(ars)
tulis komentar anda