Surutnya Pendanaan Batu bara, Perpanjangan Perusahaan PKP2B Harus Dievaluasi
Senin, 18 Juli 2022 - 06:50 WIB
JAKARTA - Di tengah tren global penghentian pendanaan batu bara , pemerintah Indonesia harus segera mengevaluasi total perpanjangan kontrak perusahaan PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu bara ). Standard Chartered, salah satu bank terbesar di Inggris menghentikan dukungan pendanaan ke perusahaan batu bara terbesar kedua di Indonesia, PT Adaro Indonesia Tbk.
Standard Chartered mengonfirmasi hal ini melalui surat elektronik kepada Market Forces. Kebijakan ini keluar setelah meningkatnya tekanan publik dari para aktivis lingkungan perihal keterlibatan bank dengan Adaro.
Sejak tahun 2006, Standard Chartered telah menyediakan dana sebesar USD434 juta untuk grup Adaro. Pada April 2021, Standard Chartered mengambil bagian dalam sindikasi pinjaman USD400 juta untuk Adaro.
Padahal model Standard Chartered untuk menilai risiko transisi iklim, menyebutkan bahwa semua komponen batu bara dinilai selaras dengan risiko 6 derajat pemanasan global. Seharusnya Standard Chartered memutuskan kebijakan penghentian pendanaan itu sejak dulu.
“Ini juga menjadi sinyal kepada pemberi pinjaman Adaro lainnya untuk mengakhiri semua pembiayaan. Pemberi pinjaman lain seperti HSBC, SMBC, Mizuho, OCBC, dan CIMB, memiliki kebijakan pengecualian batu bara tetapi masih membiayai Adaro," ujar Juru Kampanye Market Forces, Nabilla Gunawan dalam acara temu virtual media.
"Jika kebijakan pengecualian batu bara tersebut benar, maka pemberi pinjaman ini harus segera berkomitmen untuk meninggalkan Adaro. Tanpa tindakan apa pun untuk menghentikan pinjaman Adaro, kebijakan ini hanya basa-basi,” sambungnya.
Sementara itu kontrak perusahaan pemegang PKP2B Adaro akan segera berakhir pada 1 Oktober mendatang. Diketahui, Adaro memiliki cadangan batu bara sebesar 1,1 miliar ton dan berencana akan menggali seluruh cadangan batu bara tersebut selama 20 tahun ke depan.
Jika seluruh cadangan batu bara Adaro ini dibakar untuk pemakaian pembangkit listrik, maka berpotensi menghasilkan emisi yang sama dengan emisi tahunan negara India.
Standard Chartered mengonfirmasi hal ini melalui surat elektronik kepada Market Forces. Kebijakan ini keluar setelah meningkatnya tekanan publik dari para aktivis lingkungan perihal keterlibatan bank dengan Adaro.
Sejak tahun 2006, Standard Chartered telah menyediakan dana sebesar USD434 juta untuk grup Adaro. Pada April 2021, Standard Chartered mengambil bagian dalam sindikasi pinjaman USD400 juta untuk Adaro.
Padahal model Standard Chartered untuk menilai risiko transisi iklim, menyebutkan bahwa semua komponen batu bara dinilai selaras dengan risiko 6 derajat pemanasan global. Seharusnya Standard Chartered memutuskan kebijakan penghentian pendanaan itu sejak dulu.
“Ini juga menjadi sinyal kepada pemberi pinjaman Adaro lainnya untuk mengakhiri semua pembiayaan. Pemberi pinjaman lain seperti HSBC, SMBC, Mizuho, OCBC, dan CIMB, memiliki kebijakan pengecualian batu bara tetapi masih membiayai Adaro," ujar Juru Kampanye Market Forces, Nabilla Gunawan dalam acara temu virtual media.
"Jika kebijakan pengecualian batu bara tersebut benar, maka pemberi pinjaman ini harus segera berkomitmen untuk meninggalkan Adaro. Tanpa tindakan apa pun untuk menghentikan pinjaman Adaro, kebijakan ini hanya basa-basi,” sambungnya.
Sementara itu kontrak perusahaan pemegang PKP2B Adaro akan segera berakhir pada 1 Oktober mendatang. Diketahui, Adaro memiliki cadangan batu bara sebesar 1,1 miliar ton dan berencana akan menggali seluruh cadangan batu bara tersebut selama 20 tahun ke depan.
Jika seluruh cadangan batu bara Adaro ini dibakar untuk pemakaian pembangkit listrik, maka berpotensi menghasilkan emisi yang sama dengan emisi tahunan negara India.
tulis komentar anda