Terapkan Smart Farming, Petani Milenial Tabalong Bisa Tekan Biaya Produksi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Pertanian (Kementan) terus menggaungkan penerapan smart farming untuk menjadi terobosan baru untuk meningkatkan produktivitas pertanian. Smart farming ini bisa menekan biaya produksi.
Pemanfaatan smart farming juga meningkatkan produktivitas dan kualitas sektor pertanian dalam menghadapi tantangan masa depan. Penerapan smart farming ini bisa mendapatkan untung lebih besar daripada pertanian konvensional.
Menurut Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo, smart farming adalah solusi bagi peningkatan nilai tambah produk pertanian sekaligus peningkatan efisiensi sehingga perbaikan ekonomi dan peningkatan produksi bisa diwujudkan.
(Baca juga:Petani Bali Diajak Kembangkan Smart Farming)
Percepatan menuju pertanian modern dapat diwujudkan secara cepat apabila smart farming dapat dikembangkan dengan baik. “Yang pasti, kata dia, efisiensi tenaga, waktu dan biaya produksi harus bisa diturunkan hingga 30%. Dengan efisiensi, marginnya bisa kita naikan. Saya kira semua bisa kita wujudkan dengan kebersamaan. Dan ingat pertanian itu memberi keuntungan dan memberi kebaikan,” kata Mentan Syahrul dalam keterangan tertulisnya, Jumat (10/2/2023).
Pada kesempatan berbeda, Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian (BPPSDMP) Dedi Nursyamsi menegaskan bahwa smart farming telah terbukti mendongkrak produktivitas, memperbaiki kualitas dan menjamin kontuinitas produksi pertanian.“Smart farming datang, pertanian gemilang,” ujar Dedi.
Salah satu petani milenial Desa Ribang yang juga merupakan Duta Petani Milenial (DPM) Kementan Dwi Cahyono pun telah menerapkan konsep smart farming dalam mengembangan usahanya.
(Baca juga:Petani Milenial Bali Sukses Kembangkan Pertanian Organik Smart Farming)
“Untuk penerapan konsep smart farming di lahan sekitar 2.000 meter persegi ini kami menjalin kerja sama dengan Pemuda Tani Keren Bali berupa transfer teknologi serta pengaplikasiannya. Penerapan smart farming ini mencakup penggunaan alat cek PH tanah serta fertilizer portable berdasarkan data lahan dan jenis tanaman dengan sistem record berbasis aplikasi,” papar Dwi.
Dengan konsep smart farming ini diakui Dwi memudahkan dalam mengecek suhu, fertilizer, pengairan dan pemupukan. Sistem ini dalam bidang pertanian membantu mengoptimalkan akurasi kondisi lapangan dan alat ini bekerja dengan sebuah sensor yang terhubung sehingga memaksimalkan akurasi data secara real time.
“Kami lebih mudah mempresisikan kebutuhan hara untuk tanaman agar lebih efisien dengan sistem ini. Singkat kata efisiensi produksi dapat diraih dengan smart farming,” tambah Dwi.
Tak ingin sukses secara personal, Dwi pun membentuk asosiasi petani milenial Kabupaten Tabalong sejak 2019 dan kini telah berbadan hukum dengan jumlah anggota 199 orang. Mereka tersebar di 12 kecamatan.
“Kami mengembangkan jenis tanaman hortikultura seperti cabai tiung tanjung, bawang merah, cabai keriting, cabai besar, terong, tomat, daun bawang. Selain penerapan konsep smart farming, petani muda di Desa Ribang jugamengiatkan pertanian dengan pola semi organik serta melakukan sejumlah inovasi untuk menjaga mutu dan hasil pertanian, peternakan, perkebunan, tanaman pangan dan holtikultura,” jelasnya.
Dwi pun tak sendiri, ia dan rekanpetani milenial ini juga mendapat pembinaan serta pendampingan dari Kementan hingga Dinas Pertanian Provinsi Kalsel serta Dinas Ketahanan Pangan, Perikanan, Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Tabalong.
Pemanfaatan smart farming juga meningkatkan produktivitas dan kualitas sektor pertanian dalam menghadapi tantangan masa depan. Penerapan smart farming ini bisa mendapatkan untung lebih besar daripada pertanian konvensional.
Menurut Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo, smart farming adalah solusi bagi peningkatan nilai tambah produk pertanian sekaligus peningkatan efisiensi sehingga perbaikan ekonomi dan peningkatan produksi bisa diwujudkan.
(Baca juga:Petani Bali Diajak Kembangkan Smart Farming)
Percepatan menuju pertanian modern dapat diwujudkan secara cepat apabila smart farming dapat dikembangkan dengan baik. “Yang pasti, kata dia, efisiensi tenaga, waktu dan biaya produksi harus bisa diturunkan hingga 30%. Dengan efisiensi, marginnya bisa kita naikan. Saya kira semua bisa kita wujudkan dengan kebersamaan. Dan ingat pertanian itu memberi keuntungan dan memberi kebaikan,” kata Mentan Syahrul dalam keterangan tertulisnya, Jumat (10/2/2023).
Pada kesempatan berbeda, Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian (BPPSDMP) Dedi Nursyamsi menegaskan bahwa smart farming telah terbukti mendongkrak produktivitas, memperbaiki kualitas dan menjamin kontuinitas produksi pertanian.“Smart farming datang, pertanian gemilang,” ujar Dedi.
Salah satu petani milenial Desa Ribang yang juga merupakan Duta Petani Milenial (DPM) Kementan Dwi Cahyono pun telah menerapkan konsep smart farming dalam mengembangan usahanya.
(Baca juga:Petani Milenial Bali Sukses Kembangkan Pertanian Organik Smart Farming)
“Untuk penerapan konsep smart farming di lahan sekitar 2.000 meter persegi ini kami menjalin kerja sama dengan Pemuda Tani Keren Bali berupa transfer teknologi serta pengaplikasiannya. Penerapan smart farming ini mencakup penggunaan alat cek PH tanah serta fertilizer portable berdasarkan data lahan dan jenis tanaman dengan sistem record berbasis aplikasi,” papar Dwi.
Dengan konsep smart farming ini diakui Dwi memudahkan dalam mengecek suhu, fertilizer, pengairan dan pemupukan. Sistem ini dalam bidang pertanian membantu mengoptimalkan akurasi kondisi lapangan dan alat ini bekerja dengan sebuah sensor yang terhubung sehingga memaksimalkan akurasi data secara real time.
“Kami lebih mudah mempresisikan kebutuhan hara untuk tanaman agar lebih efisien dengan sistem ini. Singkat kata efisiensi produksi dapat diraih dengan smart farming,” tambah Dwi.
Tak ingin sukses secara personal, Dwi pun membentuk asosiasi petani milenial Kabupaten Tabalong sejak 2019 dan kini telah berbadan hukum dengan jumlah anggota 199 orang. Mereka tersebar di 12 kecamatan.
“Kami mengembangkan jenis tanaman hortikultura seperti cabai tiung tanjung, bawang merah, cabai keriting, cabai besar, terong, tomat, daun bawang. Selain penerapan konsep smart farming, petani muda di Desa Ribang jugamengiatkan pertanian dengan pola semi organik serta melakukan sejumlah inovasi untuk menjaga mutu dan hasil pertanian, peternakan, perkebunan, tanaman pangan dan holtikultura,” jelasnya.
Dwi pun tak sendiri, ia dan rekanpetani milenial ini juga mendapat pembinaan serta pendampingan dari Kementan hingga Dinas Pertanian Provinsi Kalsel serta Dinas Ketahanan Pangan, Perikanan, Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Tabalong.
(dar)