Hindari Resesi, Tingkatkan Ekonomi Demi Pacu daya Beli

Kamis, 16 Juli 2020 - 08:34 WIB
loading...
Hindari Resesi, Tingkatkan Ekonomi Demi Pacu daya Beli
Foto/dok
A A A
JAKARTA - Kabar Singapura alami resesi tentu membuat pemerintah makin ketar-ketir terhadap upaya pemulihan ekonomi dalam negeri. Apalagi dunia usaha merasa berbagai stimulus yang diluncurkan belum berdampak signifikan. Ruwet nih persoalan.

Entah obat apa yang paling manjur agar Indonesia tidak ikut seperti Singapura masuk dalam jurang resesi. Namun, satu yang pasti adalah menaikkan daya beli masyarakat. Apalagi selama ini konsumsi rumah tangga menjadi penyumbang terbesar pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan pertumbuhan ekonomi atau produk domestik bruto pada kuartal I/2020 yang sebesar 2,97%, kontribusi konsumsi rumah tangga terhadap struktur PDB mencapai 58,14%. Bahkan dari angka pertumbuhan ekonomi 2,97% kuartal I/2020 konsumsi rumah tangga menjadi penyumbang terbesar mencapai 1,56%.

Dengan data tersebut, sebenarnya pemerintah memiliki pijakan untuk memulihkan pertumbuhan ekonomi Indonesia, langkah yang perlu diambil adalah mendongkrak konsumsi rumah tangga lebih besar lagi. Nah masalahnya konsumsi rumah tangga sangat terkait dengan kemampuan daya beli masyarakat.

Parahnya, daya beli masyarakat anjlok akibat maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dilakukan banyak perusahaan. Belum lagi karyawan yang tidak terkena PHK harus menerima gajinya dipotong.

Dengan kondisi ini, sudah selayaknya pemerintah mencoba mencari cara agar daya beli masyarakat kembali naik. Salah satunya dengan mempercepat pencairan stimulus kepada dunia usaha. (Baca: Resesi Hantam Singapura, Ekonom: Indonesia Sudah di Depan Mata)

Sayangnya, dunia usaha hingga saat ini merasa belum kebagian stimulus pandemi Covid-19. Menurut Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B Sukamdani dukungan APBN untuk pemulihan ekonomi nasional relatif hanya untuk menyanggah pandemi. Yang terbesar malah larinya ke BUMN dan pajak. Untuk sektor pariwisata yang terdampak paling parah, itu larinya lebih pada diskon tiket pesawat dan insentif pajak dan restoran yang nanti masuknya ke pemerintah daerah.

Padahal Haryadi mengaku pengusaha sangat butuh tambahan modal kerja. Stimulus harus diberikan untuk semua sektor usaha, tidak hanya industri manufaktur, juga untuk seluruh lini produksi dan penjualan. Hal ini dikarenakan produk manufaktur tidak dapat dikomersialkan tanpa penjualan. “Ini sangat penting. Stimulus modal kerja diharapkan bisa diberikan untuk jangka waktu selama satu tahun. Subsidi suku bunga menyesuaikan suku bunga Bank Indonesia (BI),” ujarnya.

Apa yang dirisaukan Apindo, cepat ditangkap oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Terhadap 15 bank besar OJK meminta perbankan lebih berani memasang target penyaluran kredit mulai akhir tahun ini dan 2021 nanti. Bahkan OJK memerintahkan mereka merevisi rencana bisnis bank atau RBB dengan disertai stimulus dari OJK dan pemerintah.

Untuk memuluskan pemulihan ekonomi, Ketua DK OJK Wimboh Santoso mengaku siap membuka opsi perpanjangan POJK 11/2020. Tujuannya untuk memperpanjang relaksasi restrukturisasi langsung lancar dan penetapan restrukturisasi hanya satu pilar sebagaimana diatur dalam POJK 11/2020.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1795 seconds (0.1#10.140)