Konsumsi Listrik Masih Rendah

Senin, 31 Agustus 2015 - 10:04 WIB
Konsumsi Listrik Masih Rendah
Konsumsi Listrik Masih Rendah
A A A
JAKARTA - Pemerintah mengakui ratarata konsumsi listrik di Indonesia masih rendah dibanding negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura.

Perbandingan itu menjadi tolok ukur bahwa Indonesia saat ini dalam kondisi krisis listrik sehingga rasio elektrifikasi harus terus ditingkatkan. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengatakan, rata-rata konsumsi listrik di negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura lebih tinggi sepuluh kali lipat dibanding Indonesia.

Rata-rata konsumsi listrik di Indonesia, ujar Sudirman, hanya 800 kilowatt hour (kWh) per tahun, lebih rendah dibanding Malaysia dengan ratarata 2.500 kWh per tahun. ”Ini menggambarkan kondisi seperti ini, Indonesia masih kekurangan listrik. Masih banyak rakyat di pelosok daerah yang belum menikmati listrikterutamadidaerah-daerah terpencil,” ungkap Sudirman, dalam acara diskusi Energi Kita di Dewan Pers, Jakarta, kemarin.

Menurut dia, rasio elektrifikasi di Indonesia saat ini baru mencapai 87% dan berdasarkan hitungan tersebut, belum semua daerah mendapatkan aliran listrik. Maka itu, imbuhnya, megaproyek 35.000 megawatt (mw) sebagai solusi pemerintah keluar dari krisis listrik. ”Memang bukan tugas ringan atau soal sanggup atau tidak sanggup tetapi soal keharusan. Harus dilakukan koordinasi bersama berbagai pihak agar target tercapai,” kata dia.

Sudirmanselalumenyatakan optimismenya bahwa megaproyek 35.000 MW terwujud dalam jangka waktu lima tahun. Dia pun menegaskan, target tersebut merupakan amanah dari Presiden Joko Widodo. ”Itu adalah amanah dari presiden. Kita mesti berusaha agar 50 pulau terluar bisa teraliri listrik. Walaupun bukan target yang ringan tapi ini harus dipegang erat bagaimana mencapai itu,” ujarnya.

Di tempat yang sama, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Rinaldy Dalimi mengatakan, mengalirkan listrik untuk pulau terluar akan menjadi beban bagi PT PLN (persero) sebagai pengemban tugas dari pemerintah. Tidak hanya itu, PLN sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) juga dituntut memberikan keuntungan bagi negara. ”Sebagai satusatunya pemasok listrik, sulit rasanya menyeimbangkan antara keuntungan dengan distribusi listrik masyarakat,” jelasnya.

Dia menyebut, kinerja keuangan PLN semester 1/2015 yang mengalami kerugian Rp10,5 triliun disebabkan oleh sejumlah faktor seperti turunnya pendapatan akibat melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. ”Ini akan menjadi beban bagi PLN, bagaimana kemudian tugas diserahkan kepada mereka semua. Perlu ada perubahan kelembagaan karena PLN sulit untung,” jelas Rinaldy.

Menanggapi hal itu Sudirman mengungkapkan bahwa pemerintah akan memberikan suntikan modal berupa penyertaan modal negara dan telah dibahas dengan DPR. ”Soal ini memang sudah dibicarakan bersama DPR,” pungkas dia.

Program pembangunan pembangkit listrik 35.000 MW terdiri atas 109 proyek. PLN mengambil peran membangun 5.000 MW dan sisanya, 30.000 MW akan dibangun swasta. Proyek itu tersebar di 210 lokasi. Dari proyek 35.000 MW, sebanyak 20.000 MW berupa pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), 13.000 MW bertenaga gas, dan sisanya 2.000 MW, dari energi baru terbarukan.

Guna mendukung proyek tersebut, pemerintah akan memberikan suntikan modal berupa PMN sebesar Rp10 triliun ke sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Nanang wijayanto
(ars)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3729 seconds (0.1#10.140)