Ekonomi Melemah, PHK Bertambah

Sabtu, 19 September 2015 - 06:49 WIB
Ekonomi Melemah, PHK Bertambah
Ekonomi Melemah, PHK Bertambah
A A A
SITUASI ekonomi yang lesu, serta nilai tukar rupiah yang terus melemah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) mulai melumpuhkan sendi-sendi sektor industri. Banyak perusahaan terutama berbahan baku impor gulung tikar.

Biaya produksi melambung tinggi, sementara daya beli masyarakat domestik sebagai pasar utama melemah. Perusahaan yang merugi terpaksa melakukan efisiensi dengan merumahkan karyawannya, atau bahkan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).

Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mencatat jumlah pegawai korban pemutusan hubungan kerja saat ini bertambah menjadi 26.500 orang. "Total per hari ini 26.500 pegawai (kena PHK). Perusahaan konveksi, padat karya, (farmasi) mungkin yang berdampak itu kalau berbahan baku impor, tertekan nilai dolar," ujarnya, Kamis (17/9/2015).

Menurut Hanif, saat ini pemerintah sudah meluncurkan paket kebijakan ekonomi untuk membuat iklim investasi bergairah dan lapangan pekerjaan semakin terbuka. Harapannya, perekonomian bergerak dan membuat angka PHK dapat ditekan.

"Secara keseluruhan kondisi ekonominya, dengan paket kebijakan yang sudah diluncurkan itu, saya kira akan membuat keadaan jadi lebih baik. Mulai sekarang penyerapan anggaran pemerintah meningkat, investasi meningkat, konsekuensinya membuat lapangan kerja terbuka. Dunia usaha kondusif," paparnya.

Hanif menerangkan, jika investasi bertambah maka lapangan pekerjaan juga akan bertambah. "Yang penting bukan soal dolar (USD), tapi diinvestasi. Kalau investasinya bertambah, logikanya lapangan pekerjaan bertambah, orang akan punya kesempatan. Dunia usaha bergerak, PHK enggak akan terjadi. Paket kebijakan ekonomi, investasi dan pemberian insentif dunia usaha, outputnya perbaikan iklim usaha, investasi, dan lainnya," jelasnya.

Dia mengklaim paket kebijakan ekonomi pengaruhnya sangat besar bagi dunia usaha diberikan insentif agar dapat bergerak. "Lapangan pekerjaan terbuka. Kalau pemerintah terus mendorong. Lapangan kerja terbuka, kita tinggal dorong masyarakat masuk ke situ, dorong kompetensi di masyarakat, biar nyambung kebutuhan pencari kerja dan pemberi kerja," tandasnya.

Di sisi lain, pemerintah mengimbau perusahaan untuk mencadangkan laba minimal 1% per tahun. Hal ini untuk mengatasi masalah pemutusan hubungan kerja. Dana tersebut dinilai mampu meredam konflik industrial jika PHK terjadi.

Hanif menjelaskan, jika ada dana cadangan maka kasus PHK tidak menjadi masalah pelik seperti yang terjadi saat ini. Sebab, PHK yang terjadi di Tanah Air selama ini kerap menjadi persoalan dalam konteks hubungan industrial.

"Problem PHK mungkin bisa teratasi jika perusahaan menyisihkan laba 1 % setiap tahunnya. PHK pun bisa diantisipasi dan konflik perburuhan pun bisa diminimalisir," ujarnya.

Politikus PKB ini menerangkan, PHK yang menimbulkan konflik hubungan industrial itu terjadi karena problema dari proses pemenuhan hak pegawai yang diberhentikan. Jadi jika ada dana cadangan yang bisa dipakai maka proses tersebut akan lebih aman.

Menurutnya, penyisihan laba 1% itu masih menjadi gagasan namun sangat realistis jika perusahaan mengadopsinya. Sehingga adanya dana cadangan ini akan bisa menekan persoalan karena faktor PHK baik untuk situasi sekarang dan tahun yang akan datang.

Perusahaan pun tidak perlu khawatir, jelas dia, karena Kemenaker akan mendorong pemerintah untuk memberikan insentif. Hal ini terkait kebijakan ekonomi secara keseluruhan untuk mendorong dunia usaha agar bisa berkembang ditengah situasi pelambatan ekonomi seperti saat ini.

Hanif meyakini dunia usaha akan terus bertahan meskipun situasi terjadi seperti saat ini. "Insentif itu akan kami dorong ke kementerian perekonomian agar diberikan kepada dunia usaha. Karena kementerian perekonomian yang berwenang memberikan insentif itu," jelasnya.

Di samping itu, Hanif meminta agar isu mengenai tenaga kerja asing (TKA) yang bekerja di Indonesia jangan dikait-kaitkan dengan persoalan PHK karena itu merupakan dua isu yang berbeda. PHK lebih berkorelasi dengan situasi ekonomi dunia dan nasional.

Hanif menyebutkan, pemerintah memperhatikan dan menghargai atas berbagai aspirasi, usulan, kritikan dari seluruh unsur masyarakat terhadap berbagai kebijakan. Tetapi pemerintah saat melakukan perubahan terhadap seluruh regulasi juga sudah mempertimbangkan kepentingan yang lebih besar.

"Ada kepentingan yang lebih besar mengapa regulasi untuk TKA tidak menjadikan bahasa Indonesia sebagai syarat masuk. Itu kan karena kepentingan besar investasi. Kita ini perlu investasi tidak sih sebenarnya? Bukankah investasi itu urusannya dengan pembangunan, pergerakan ekonomi dan lapangan pekerjaan yang dibutuhkan," kata Hanif.

Hanif mengajak semua pihak untuk berpikir secara komprehensif. Pada dasarnya ini adalah untuk kepentingan rakyat Indonesia. Tidak mungkin pemerintah membuat sesuatu kebijakan untuk kepentingan warga negara lain.

Hanif juga meminta semua pihak agar jangan mengembangkan sentimen-sentimen negatif soal isu TKA dan PHK. Menurutnya sentiment seperti itu kurang positif dan bila terus dikembangkan bakal berakibat tidak produktif bagi negara Indonesia. (Baca: Rupiah Tersungkur, Jumlah PHK Terus Bertambah)

Adapun saat ini ada tiga jenis industri yang sangat rentan terjadi PHK, yakni garmen, tekstil dan daging olahan. "Kami suarakan tuntutan antisipasi PHK karena imbas USD naik. Ini perusahaan yang gunakan bahan baku impor terancam gulung tikar, yakni tekstil, garmen," ujar Sekretaris Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Depok Wido Pratikno, Selasa (1/9/2015).

Dia mencontohkan, perusahaan daging olahan, seperti daging sosis dan nugget menggunakan bahan baku impor. Karena itu, karyawan di tiga pabrik tersebut resah menyikapi kondisi saat ini. "Bahannya impor, naikkan harga enggak mungkin. Sementara bahan pokok mahal. Ini industri sudah megap-megap, meskipun di Depok sejauh ini aman-aman saja walau mereka resah," papar Wido.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan, pemutusan hubungan kerja sudah dilakukan hampir semua sektor industri di Tanah Air akibat terus melemahnya rupiah. "Sudah hampir semua sektor sudah kena PHK. Industri yang terpukul itu yang komponen impornya banyak," ujarnya.

Hariyadi menyebutkan, PHK atau pekerja yang dirumahkan telah terjadi secara bergilir di setiap sektor semenjak rupiah terkoreksi. Wilayah yang banyak melakukan PHK, adalah Pulau Jawa. "Garmen saya dengar beberapa tidak kuat, ada beberapa tidak kuat untuk survive (bertahan). Ada juga pabrik komponen sparepart," jelasnya. (Baca: Apindo Sebut Hampir Semua Industri Lakukan PHK)

Menanggapi maraknya PHK, Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri Kemenko bidang Perekonomian, Edy Putra Irawady menyatakan, pemerintah akan mengusahakan deregulasi untuk industri dan perdagangan agar sektor usaha berkembang dan berputar sehingga tidak menimbulkan PHK.

"Yang harus diperhatikan, kelancaran bahan baku baik dalam negeri maupun luar negeri. Selama ini banyak aturan yang menghalangi dengan alasan proteksi, juga ada alasan lingkungan, misalnya impor secara alasan bekas dan alasan standar. Ada juga birokrasi yang banyak syarat, banyak izin, banyak sistem manual," ujarnnya Jumat (18/9/2015).

Untuk itu, lanjut dia, berbagai aturan kementerian sudah ditingkatkan untuk percepat pengadaan bahan baku untuk kebutuhan industri. Misalnya, untuk membuat kompor gas mulai pengadaan selang dan katub.

"Yang di SNI adalah kompor, barangnya non-SNI. Untuk impor harus ada surat pengujian teknis, SNI juga selama ini adalah norma, kalau mau katub jual barang maka harus penuhi SNI. Tapi praktiknya baik di dalam negeri atau impor perlu izin," tuturnya.

Edy mengatakan, pihaknya akan melakukan terobosan debirokratisasi, misalnya dengan pengadaan bahan baku obat dan makanan di BPOM yang pengawasannya ketat dengan Surat Keterangan Impor (SKI).

"Pengawasannya sekarang tidak maksimal maka pengadaan bahan baku obat dan makanan alami birokrasi panjang. Maka akan ada SKI Primer kalau itu bahan baku obat dan makanan dari transkasional harus pakai izin," jelasnya. (Baca: Cegah PHK Pemerintah Maksimalkan Deregulaasi Industri)

Indikator banyaknya PHK terlihat dari pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT). Banyak pekerja yang terkena PHK berbodong-bondong mencairkan dananya. Setiap hari kantor-kantor BPJS ketenagakerjaan selalu dipadati ratusan pekerja untuk mencairkan JHT. Hal ini sesuai dengan aturan baru PP 60 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Jaminan Hari Tua JHT, pekerja yang terkena PHK bisa langsung dicairkan, setelah 30 hari masa tunggu.

Kepala Kantor Wilayah BPJS Ketenagakerjaan Jateng-DIY Ahmad Hafiz mengungkapkan, regulasi baru tersebut berlaku sejak 1 September 2015. Dan sejak saat itu, setiap hari raturan pekerja memadati 12 kantor cabang dan 23 kantor perintis BPJS Ketenagerjaan.

“Dengan adanya regulasi baru tersebut, pekerja yang terkena PHK bisa langsung mencarikan JHT mereka setelah masa tunggu 30 hari,” ujarnya, Selasa (15/9/2015).

Dia mengungkapkan, berdasarkan pengamatannya para pekerja yang mencarikan JHT rata-rata adalah mereka yang sudah di-PHK sejak beberapa tahun lalu. "Pada aturan sebelumnya JHT baru bisa dicairkan setelah masa pensiun, sehingga dengan adanya aturan baru banyak pekerja yang berbondong-bondong melakukan pencairan,” jelasnya.

Berdasarkan data yang dihimpun, sejak diberlakukannya regulasi baru, jumlah yang mengajukan pencarian JHT mencapai 75.197 orang. Sampai saat ini, JHT yang sudah dicairkan mencapai Rp582 miliar. “Rata-rata sekitar Rp2 juta, dan dana tersebut bisa digunakan untuk modal usaha,” ucapnya.

Dia menyebutkan, dalam proses pengajuan pencairan JHT pihaknya tidak membatasi jumlah. Selama masih jam kerja maka akan tetap dilayani dengan baik. "Semua kita layani, bahkan ada yang sampai malam,” imbuhnya. (Baca: BPJS Ketenagakerjaan Kebanjiran Korban PHK)
(dmd)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.4387 seconds (0.1#10.140)