Garis Kemiskinan di Yogyakarta Meningkat 5,42%

Kamis, 04 Agustus 2016 - 03:34 WIB
Garis Kemiskinan di Yogyakarta Meningkat 5,42%
Garis Kemiskinan di Yogyakarta Meningkat 5,42%
A A A
YOGYAKARTA - Garis kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta mengalami kenaikan. Badan Pusat Statistik (BPS) Yogyakarta merilis garis kemiskinan bulan Maret 2015 hingga Maret 2016 mengalami kenaikan sekitar 5,42%. Bulan Maret 2015 lalu, garis kemiskinan Yogyakarta sebesar Rp335.886 per kapita per bulan, namun bulan Maret 2016 naik menjadi Rp354.084 per kapita per bulan.

Kepala BPS Yogyakarta, Bambang Kristianto mengatakan, kenaikan garis kemiskinan di Yogyakarta pada bulan Maret tahun ini cukup besar dibanding periode yang sama tahun lalu. Tetapi bila dibandingkan dengan September 2015, kenaikannya hanya sekitar 1,83%. Dan saat itu hanya sebesar Rp 347.721 per kapita per bulan. Komoditas pangan ditengarai memberi peran terbesar dalam andil garis kemiskinan ini.

Beras mengambil porsi terbesar karena mencapai 26,57% disusul dengan rokok kretek filter sebesar 10.79%. Sementara untuk komoditas non makanan yang turut menjadi andil adalah perumahan dan bensin. "Andil garis kemiskinan makanan terhadap garis kemiskinan sebesar 71,25%," paparnya, Rabu (3/8/2016).

Kendati demikian, lanjutnya, jumlah penduduk miskin di Yogyakarta jauh menurun dibanding dengan tahun sebelumnya. BPS mencatat jumlah penduduk miskin tahun ini hingga bulan Maret 2016 sebanyak 494,94 ribu jiwa. Jumlah tersebut menurun dibanding dengan bulan Maret 2015 lalu yang mencapai 550,23 ribu orang atau dalam kurun waktu setahun terjadi penurunan 55,29 ribu jiwa.

Jumlah penduduk miskin di Yogyakarta tersebar di perkotaan sebesar 60,15% atau sebanyak 297,71 ribu jiwa. Jumlah tersebut berkurang sekitar 31,94 ribu orang dibanding bulan Maret 2015 yang mencapai 329,65 ribu orang. Kemiskinan di desa mencapai 197,23 ribu orang atau sebanyak 39,85%. Jumlah kemiskinan di desa turun 23,34 ribu dibanding bulan Maret 2015 lalu.

"Maret 2015 lalu kemiskinan di desa mencapai 220,57 ribu orang," ungkapnya.

Tingkat kemiskinan yaitu persentase penduduk miskin dari seluruh Kota Gudeg pada Maret 2016 mencapai 13,34%. Dari sisi presentase, dibandingkan dengan bulan September 2015 terjadi kenaikan 0,18 poin. Namun jika dibandingkan dengan kondisi Maret 2015 yang mencapai prosentase kemiskinan 14,91% maka terjadi peningkatan 1,57 poin dalam setahun.

Indeks Keparahan Kemiskinan pada periode Maret 2015-Maret 2016 sedikit mengalami penurunan. Indeks Keparahan Kemiskinan di Yogyakarta turun dari 0,83 menjadi 0,59 pada periode yang sama. Penurunan ini menunjukkan rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung mendekati garis kemiskinan.

"Selain itu indeks kedalaman kemiskinan juga turun dari 2,93 menjadi 2,3 pada periode Maret 2015 ke Maret 2016. Karena keduanya turun maka ketimpangan pengeluaran antarpenduduk miskin juga semakin menyempit," ungkapnya.

Dari hasil analisa yang BPS lakukan terhadap kemiskinan terutama di pedesaan, faktor sosial masih mengemuka. Ia mencontohkan, ada seseorang yang miskin di pedesaan namun enggan meninggalkan desanya karena merasa tidak enak dengan tetangga kiri kanan, terlebih ketika tetangganya sedang mengadakan hajatan.

Kepala Otoritas Jasa Keuangan Yogyakarta, Fauzi Nugroho mengaku Yogyakarta memang unik dibanding dengan provinsi lain. Meskipun sudah dikategorikan sebagai kota yang berpendidikan maju, tetapi terjadi ketimpangan cukup besar antar wilayahnya. Ada sebagian daerah yang terkategorikan sangat tertinggal. "Kesenjangan antar wilayah ini Yogyakarta hanya sedikit di atas Papua," terangnya.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.5700 seconds (0.1#10.140)