5 Modus Korupsi yang Kerap Terjadi di BUMN, Nomor 2 Bikin Negara Tekor Rp8,8 Triliun
loading...
A
A
A
JAKARTA - Korupsi di BUMN (badan usaha milik negara) kini tengah menjadi sorotan. Pasalnya, salah satu dugaan korupsi di BUMN yang belum lama ini terungkap sungguh mengejutkan publik.
Dugaan korupsi yang dilakukan oleh Destiawan Soewardjono, eks direktur utama Waskita Karya, memanfaatkan peluang pembangunan infrastruktur yang tengah digencarkan pemerintah untuk mendongkrak perekonomian nasional. Anggaran ratusan triliun yang digelontorkan pemerintah setiap tahun untuk proyek infrastruktur menggoda Destiawan, bahkan juga yang lainnya, untuk ikut mencicipi.
Sejatinya, modus utama dugaan korupsi yang dilakukan oleh destiawan bukan merupakan cara baru. Destiawan menggunakan proyek fiktif dalam menjalankan aksinya sehingga merugikan negara hingga Rp2,5 triliun.
ICW dalam laporannya berjudul "Tren Penindakan Kasus Korupsi BUMN 2016 – 2021" yang dirilis pada 2022 mengungkap, Waskita Karya terlibat dalam dugaan korupsi pelaksanaan 16 proyek fiktif yang dikerjakan Divisi III/Sipil/II Waskita Karya selama 2009-2015. Jumlah itu tentu saja akan bertambah jika memasukkan data-data di tahun 2022 dan 2023, salah satunya seperti yang dilakukan destiawan.
Selain proyek fiktif, masih ada lagi beberapa modus korupsi di BUMN yang kerap dilakukan oleh para pejabat atau petinggi perusahaan pelat merah. Berdasarkan laporan ICW inilah lima modus korupsi di BUMN yang kerap terjadi.
1. Laporan fiktif
Berdasarkan laporan ICW modus yang kerap digunakan oleh para koruptor di lingkungan BUMN adalah laporan fiktif. Tercatat terdapat setidaknya 23 kasus dari tahun 2016 hingga 2021 yang menggunakan modus ini.
ICW membedakan antara modus laporan fiktif dengan proyek fiktif, meski keduanya sangat beririsan. Laporan fiktif terkait dengan laporan yang dirancang dari suatu proyek yang digarap oleh sebuah BUMN. Salah satu korupsi dengan modus ini terjadi di PT Amarta Karya.
CP (direktur utama PT Amarta) CS (direktur keuangan) membentuk vendor-vendor fiktif yang diselipkan dalam proyek yang digarap perseroan. Lewat vendor-lewat vendor fiktif yang berupa CV itu uang mengalir ke kantong pribadi mereka sebagai pembayaran pengerjaan oleh vendor. KPK mengungkap vendor-vendor fiktif yang terjadi di tiga proyek yang digarap Amarta, yakni Rusun Pulo Jahe, pembangunan laboratorium bio safety Universitas Padjadjaran, dan pengadaan konstruksi pembangunan gedung olahraga Universitas Negeri Jakarta.
2. Suap
Suap bersama penyalahgunaan anggaran menjadi modus korupsi berikutnya yang kerap terjadi di BUMN. Berdasakan catatan ICW, modus korupsi suap, termasuk gratifikasi, yang terjadi di BUMN mencapai 18 kasus.
Namun, di sini yang dibahas adalah suap karena paling populer di publik dan nilainya pun tak tanggung-tanggung. Salah satu kasus suap terbesar yang menimpa BUMN terjadi di Garuda Indonesia terkait pengadaan pesawat.
Emirsyah Satar, dirut Garuda waktu itu, ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka karena terbukti menerima suap dengan total Rp46 miliar. Kasus suap Garuda juga melibatkan bekas anggota DPR yang diduga menerima uang Rp100 miliar. Akibat kasus korupsi di Garuda negara dirugikan Rp8,8 triliun.
3. Penggelapan
Penggelapan menjadi modus korupsi berikutnya yang paling terjadi di BUMN. Dalam catatan ICW sepanjang 2016 hingga 2021 ada 18 kasus korupsi di BUMN yang menggunakan modus penggelapan.
Salah satu penggelapan yang pernah mencuat di BUMN terjadi di PT Pelindo III. Ada tiga direksi BUMN pelabuhan itu yang menjadi tersangka dugaan penggelapan dana regas atas proyek liquefied natural gas (LNG).
4. Proyek fiktif
Modus proyek fiktif salah satu langganan aksi korupsi yang terjadi di BUMN. Berdasarkan catatan ICW, ada 16 kasus terjadi sepanjang 2016-2021 dengan modus ini. Salah satu yang terbesar terjadi di Waskita Karya yang ditaksir merugikan negara Rp2,5 triliun. Modus proyek fiktif juga terjadi di BUMN yang berkaitan dengan migas, listrik, hingga telekomunikasi.
5. Mark Up
Berdasarkan catatan ICW, modus mark up di BUMN terjadi sebanyak 12 kali. Kasus korupsi di BUMN dengan modus mark up menimpa Pelindo II di 2016. Modus itu terkait dengan pengadaan 10 unit mobile crane di PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) atau kerap disebut Pelindo II. Penyidik kepolisian menemukan ada dugaan mark up anggaran dan ketidaksesuaian antara perencanaan anggaran dengan kegiatan pengadaan yang telah dilakukan. Degara ditaksir telah merugi sebesar Rp45,5 miliar.
Kasus dengan modus mark up juga terjadi belum lama ini yang menimpa Dana Pensiun Perusahaan Pelabuhan dan Pengerukan (DP4) Pelindo. Kerugian dana ditaksir mencapai Rp148 miliar. Korupsi tersebut menyangkut adanya fee makelar dan harga tanah yang di mark up oleh oknum dana pensiun perusahaan plat merah ini.
Dugaan korupsi yang dilakukan oleh Destiawan Soewardjono, eks direktur utama Waskita Karya, memanfaatkan peluang pembangunan infrastruktur yang tengah digencarkan pemerintah untuk mendongkrak perekonomian nasional. Anggaran ratusan triliun yang digelontorkan pemerintah setiap tahun untuk proyek infrastruktur menggoda Destiawan, bahkan juga yang lainnya, untuk ikut mencicipi.
Sejatinya, modus utama dugaan korupsi yang dilakukan oleh destiawan bukan merupakan cara baru. Destiawan menggunakan proyek fiktif dalam menjalankan aksinya sehingga merugikan negara hingga Rp2,5 triliun.
ICW dalam laporannya berjudul "Tren Penindakan Kasus Korupsi BUMN 2016 – 2021" yang dirilis pada 2022 mengungkap, Waskita Karya terlibat dalam dugaan korupsi pelaksanaan 16 proyek fiktif yang dikerjakan Divisi III/Sipil/II Waskita Karya selama 2009-2015. Jumlah itu tentu saja akan bertambah jika memasukkan data-data di tahun 2022 dan 2023, salah satunya seperti yang dilakukan destiawan.
Selain proyek fiktif, masih ada lagi beberapa modus korupsi di BUMN yang kerap dilakukan oleh para pejabat atau petinggi perusahaan pelat merah. Berdasarkan laporan ICW inilah lima modus korupsi di BUMN yang kerap terjadi.
1. Laporan fiktif
Berdasarkan laporan ICW modus yang kerap digunakan oleh para koruptor di lingkungan BUMN adalah laporan fiktif. Tercatat terdapat setidaknya 23 kasus dari tahun 2016 hingga 2021 yang menggunakan modus ini.
ICW membedakan antara modus laporan fiktif dengan proyek fiktif, meski keduanya sangat beririsan. Laporan fiktif terkait dengan laporan yang dirancang dari suatu proyek yang digarap oleh sebuah BUMN. Salah satu korupsi dengan modus ini terjadi di PT Amarta Karya.
CP (direktur utama PT Amarta) CS (direktur keuangan) membentuk vendor-vendor fiktif yang diselipkan dalam proyek yang digarap perseroan. Lewat vendor-lewat vendor fiktif yang berupa CV itu uang mengalir ke kantong pribadi mereka sebagai pembayaran pengerjaan oleh vendor. KPK mengungkap vendor-vendor fiktif yang terjadi di tiga proyek yang digarap Amarta, yakni Rusun Pulo Jahe, pembangunan laboratorium bio safety Universitas Padjadjaran, dan pengadaan konstruksi pembangunan gedung olahraga Universitas Negeri Jakarta.
2. Suap
Suap bersama penyalahgunaan anggaran menjadi modus korupsi berikutnya yang kerap terjadi di BUMN. Berdasakan catatan ICW, modus korupsi suap, termasuk gratifikasi, yang terjadi di BUMN mencapai 18 kasus.
Namun, di sini yang dibahas adalah suap karena paling populer di publik dan nilainya pun tak tanggung-tanggung. Salah satu kasus suap terbesar yang menimpa BUMN terjadi di Garuda Indonesia terkait pengadaan pesawat.
Emirsyah Satar, dirut Garuda waktu itu, ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka karena terbukti menerima suap dengan total Rp46 miliar. Kasus suap Garuda juga melibatkan bekas anggota DPR yang diduga menerima uang Rp100 miliar. Akibat kasus korupsi di Garuda negara dirugikan Rp8,8 triliun.
3. Penggelapan
Penggelapan menjadi modus korupsi berikutnya yang paling terjadi di BUMN. Dalam catatan ICW sepanjang 2016 hingga 2021 ada 18 kasus korupsi di BUMN yang menggunakan modus penggelapan.
Salah satu penggelapan yang pernah mencuat di BUMN terjadi di PT Pelindo III. Ada tiga direksi BUMN pelabuhan itu yang menjadi tersangka dugaan penggelapan dana regas atas proyek liquefied natural gas (LNG).
4. Proyek fiktif
Modus proyek fiktif salah satu langganan aksi korupsi yang terjadi di BUMN. Berdasarkan catatan ICW, ada 16 kasus terjadi sepanjang 2016-2021 dengan modus ini. Salah satu yang terbesar terjadi di Waskita Karya yang ditaksir merugikan negara Rp2,5 triliun. Modus proyek fiktif juga terjadi di BUMN yang berkaitan dengan migas, listrik, hingga telekomunikasi.
5. Mark Up
Berdasarkan catatan ICW, modus mark up di BUMN terjadi sebanyak 12 kali. Kasus korupsi di BUMN dengan modus mark up menimpa Pelindo II di 2016. Modus itu terkait dengan pengadaan 10 unit mobile crane di PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) atau kerap disebut Pelindo II. Penyidik kepolisian menemukan ada dugaan mark up anggaran dan ketidaksesuaian antara perencanaan anggaran dengan kegiatan pengadaan yang telah dilakukan. Degara ditaksir telah merugi sebesar Rp45,5 miliar.
Kasus dengan modus mark up juga terjadi belum lama ini yang menimpa Dana Pensiun Perusahaan Pelabuhan dan Pengerukan (DP4) Pelindo. Kerugian dana ditaksir mencapai Rp148 miliar. Korupsi tersebut menyangkut adanya fee makelar dan harga tanah yang di mark up oleh oknum dana pensiun perusahaan plat merah ini.
(uka)