Beban di Pundak Sri Mulyani

Minggu, 14 Agustus 2016 - 11:10 WIB
Beban di Pundak Sri Mulyani
Beban di Pundak Sri Mulyani
A A A
KEHADIRAN Sri Mulyani Indrawati di Kabinet Kerja pemerintahan Jokowi-JK memberikan perubahan besar terhadap struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Belum genap sebulan menduduki kursi Menteri Keuangan (Menkeu), mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu telah melakukan pemangkasan.

Dia sadar beban berat keuangan negara kini berada di pundaknya. Sri Mulyani pun melihat postur keuangan negara saat ini tidak seimbang.

Bahkan secara blak-blakan, dia menyampaikan penerimaan pajak tahun ini tidak akan mencapai target APBN-P 2016, yang dipatok Rp1.539 triliun. Dia memperkirakan realisasi penerimaan pajak bakal meleset sebesar Rp219 triliun.

Sri Mulyani melihat ada tekanan berat terhadap target penerimaan pajak tahun ini yang disebabkan basis perhitungan target penerimaan pajak tahun ini menggunakan angka ekonomi cukup tinggi. Di mana jumlahnya melampaui target penerimaan pada dua tahun sebelumnya.

Pada 2014 lalu, realisasi penerimaan pajak adalah Rp100 triliun di bawah target yang ditetapkan. Sementara tahun kemarin, realisasi penerimaan meleset Rp248,9 triliun dari target yang ditetapkan.

"Tahun ini, berdasarkan kemungkinan penerimaan negara dari sisi pajak diperkirakan akan kurang sekitar Rp219 triliun (dari target)," ujarnya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, beberapa hari usai dilantik.

Menurut Sri Mulyani, melesetnya penerimaan pajak dari target lantaran jatuhnya harga komoditas di pasar dunia. Anjloknya harga komoditas, seperti migas, tambang, kelapa sawit, dan batu bara menyebabkan penerimaan negara dari sektor tersebut otomatis menurun.

"Jadi kalau bicara tentang komoditas itu migas, batu bara, kelapa sawit dan pertambangan lainnya, maka penerimaan negara pasti mengalami penurunan karena objek nilai pajaknya menurun cukup besar," terangnya.

Tak hanya itu, kata Sri Mulyani, sektor perdagangan dan konstruksi juga mengalami tekanan yang cukup berat dari sisi volume aktivitas. Bahkan, pertumbuhannya saat ini hanya separuh dari realisasi tahun sebelumnya.

"Kondisi dunia yang mengalami pelemahan mengakibatkan perdagangan luar negeri juga mengalami kontraksi. Jadi kalau lihat statistik ekspor maupun impor itu mengalami kontraksi dari Q1/2015 sampai semester pertama 2016 ini," imbuhnya.

Menurut Menkeu, situasi tersebut yang membuat pihaknya menyampaikan akan ada penurunan potensi penerimaan pajak yang cukup signifikan pada tahun ini. Sebab, sektor yang mengalami penurunan tersebut adalah sektor yang selama ini memberikan kontribusi cukup besar pada perekonomian.

"Terutama sektor yang selama ini memberikan kontribusi cukup besar pada perekonomian, yaitu konstruksi, perdagangan, industri, manufaktur, serta adanya pelemahan dalam perdagangan dunia yang tercermin dari sisi ekspor dan impor Indonesia," jelas Sri Mulyani.

(Baca: Perjalanan Karier Sri Mulyani)

Pemangkasan Anggaran


Melihat kondisi ekonomi yang tidak sehat, Sri Mulyani pun memutuskan untuk memangkas anggaran pemerintah sebesar Rp133,8 triliun dalam APBN-P 2016. Adapun rinciannya adalah Rp65 triliun dari anggaran belanja pemerintah dan Rp68,8 triliun dari dana transfer ke daerah.

Menkeu Sri Mulyani mengatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah melihat banyak sekali ruang untuk efisiensi dalam hal pemotongan anggaran, apakah itu biaya perjalanan dinas K/L atau berkaitan dengan dana operasional yang bukan prioritas.

Dia menyebutkan pihaknya tidak akan memotong anggaran infrastruktur yang telah dikontrak. "Intinya begini, pemotongannya tidak memotong infrastruktur. Kalau untuk yang sudah diteken kontraknya, itu tidak akan diganggu gugat, kecuali untuk yang belum taken. Itu akan dilihat," jelas Sri Mulyani.

Dia juga memastikan anggaran yang berkaitan dengan masyarakat serta sosial tidak akan dipangkas, seperti sektor pendidikan dan kemiskinan. Kedua belanja tersebut, dinilai sangat penting untuk masyarakat yang tidak mampu.

"Belanja yang sangat penting untuk kelompok masyarakat miskin tidak kita potong, malah kita akan lindungi seperti pendidikan, dan bantuan kemiskinan sosial akan kita jaga. Jadi yang kita lakukan pemotongan adalah yang tidak prioritas," ujar Sri Mulyani.

Sampai saat ini, lanjut dia, detail pemotongan anggaran untuk Kementerian dan Lembaga (K/L) masih sedang dikerjakan. Nantinya, jika sudah ada hasil, maka akan dibawa dalam pembahasan di sidang kabinet bersama Presiden Jokowi.

Dia mengatakan, pemerintah harus menjaga belanja-belanja yang masuk dalam kategori prioritas dan strategis untuk menopang kegiatan ekonomi dalam negeri, seperti penciptaan lapangan kerja, peningkatan pertumbuhan ekonomi dan sebagainya.

"Oleh karenanya, segala bentuk kebijakan belanja yang sufatnya infrastruktur untuk meningkatkan produktivitas tidak akan dipotong," jelasnya.

Sri Mulyani menyatakan defisit anggaran negara akan tetap dijaga agar tidak tembus hingga 3%. Saat ini, pihaknya melihat ada ruang defisit yang masih bisa dijaga dengan baik. "Dengan penyesuaian ini kita harapkan defisit tidak akan meningkat. Tidak tembus hingga 3%. Kita masih melihat ruang masih bisa dijaga dalam koridor defisit semoga tidak akan liar," paparnya.

Tax Amnesty

Di sisi lain, Sri Mulyani mengakui tugas terberatnya adalah menyukseskan kebijakan tax amnesty atau pengampunan pajak Presiden Joko Widodo (Jokowi). Apalagi, dana yang terhimpun hingga saat ini masih minim.

Meski demikian, dia tidak akan merevisi target penerimaan program pengampunan pajak. Saat ini, diperkirakan shortfall pajak atau melesatnya realisasi penerimaan hingga akhir tahun mencapai Rp219 triliun, angka tersebut setelah dimasukannya asumsi target tax amnesty jika tercapai yakni Rp165 triliun.

Bila tax amnesty tidak tercapai di angka tersebut, dikhawatirkan shortfall pajak akan melebar melebihi angka tersebut. Maka seperti diketahui, mau tidak mau pemerintah harus merevisi target penerimaan tax amnesty.

"Target tax amnesty ini tidak kita revisi sampai hari ini. Kami menggunakan asumsi karena saya ingin membangun momentum tax amnesty ini terus berjalan dengan baik. Kalau dilihat dari animo, perhatian dan keinginan publik," kata Sri Mulyani di Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (5/8/2016).

Dia menambahkan tax amnesty ini menyangkut hal yang lebih fundamental, karena tidak hanya penerimaan negara untuk tahun ini saja tapi lebih kepada membuka basis pajak seluas-luasnya sehingga tahun-tahun yang akan datang bisa meningkatkan kemampuan negara untuk memperbesar basis pajak yang luas.

"Namun kita memberikan catatan, target penerimaannya harus dicapai. Karena saya rasa, saya percaya pada DPR dan pemerintah yang sudah bahas tax amnesty ini," lanjutnya.

Jadi kata dia, penerimaan dari tax amnesty ini akan diupayakan terus, namun tentu tetap harus menjaga jika itu tidak tercapai bagaimana pengelolaan APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) sampai akhir tahun.

"Tapi kami terus berharap tax amnesty akan tercapai bukan saja dari sisi jumlah setorannya, tapi yang paling penting basis pajak kita lebih diperluas karena itu fondasi yang jauh lebih berharga," pungkasnya.

Dia menjelaskan, jumlah wajib pajak (WP) yang berpartisipasi dalam tax amnesty juga belum banyak. Masih sekitar 1.300 orang dari hasil sosialisasi ke berbagai daerah.

"Tugas saya yang paling berat dari WhatsApp, SMS, email yang datang ke sosialisasi bersama Pak Presiden. Baru 1.300 orang yang ikut, yang datang sosialisasi 10.000 orang tiap kota," ujarnya di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu (10/8/2016).

Kendati demikian, lanjut dia, banyak pihak yang mencoba membantunya dalam menyukseskan amanesti pajak. Namun, tetap hasil penerimaan jauh dari harapan.

"Tax amnesty saya suka sekali, banyak yang mau membantu, saya anggap suatu keinginan yang tulus semua pihak membantu. Sosialisasi kita undang 5.000 yang datang 10.000 tapi masuk ke penerimaan saya tiap hari naiknya setengah triliun saja," ujarnya.

Menkeu menjelaskan, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait tax amnesty sudah keluar semua. Diharapkan bank, manajer investasi, dan perusahaan efek dapat menjadi kepanjangan pemerintah untuk menjalankan kebijakan itu.

"Kemarin sudah dikeluarkan PMK, tunjuk bank, manajer investasi, dan perantara pedagang efek jadi gateway, jadi gerbang tapi lebih dari gerbang. Walaupun enggak punya nomor induk kepegawaian, Anda jadi kepanjangan kami (pemerintah)," ucapnya.

Tak Punya Dana Infrastruktur

Sri Mulyani mengungkapkan, pemerintah saat ini tidak memiliki banyak dana untuk membangun infrastruktur. Untuk itu, perlu bantuan dari pihak swasta agar program utama Presiden Joko Widodo (Jokowi) ini bisa berjalan lancar. "Pemerintah tidak memiliki dana dan tidak seharusnya semua infrastruktur dibangun pemerintah. Itu terjadi di seluruh dunia," ujarnya.

Dia menyadari, infrastruktur menjadi salah satu faktor terkuat untuk mendorong perekonomian nasional. Selain itu, bisa mengentaskan kemiskinan dengan membuka lapangan kerja. "Programnya jelas, infrastruktur salah satu yang paling kuat topang perekonomian, infrastruktur enggak hanya punya satu dampak tapi miliki banyak dimensi penting untuk ekonomi tumbuh. Tanpa ekonomi tumbuh, tidak mungkin kurangi kemiskinan dan ciptakan lapangan kerja," tutur Sri Mulyani.

Selain itu, lanjut Menkeu, proyek infrastruktur yang dibangun bisa menciptakan interkoneksi antara kota dan desa serta memberikan solusi atas permasalahan lainnya. "Dengan infrastruktur dibangun sampai pelosok bisa mendekatkan antara desa dan kota. Interkoneksi diharapkan bisa mengatasi masalah impor, intelegensi, dan pendapatan," pungkasnya.

Pengamat Energi dari Energy Watch Ferdinand Hutahaen mengapresiasi Sri Mulyani Indrawati yang bersikap rasional terhadap penerimaan dan pendapatan negara.

Menurutnya, Sri Mulyani mampu jujur pada saat beberapa menteri mengatakan bahwa ekonomi Indonesia sedang baik-baik saja. Selain itu, anggaran Kementerian/Lembaga (K/L) yang saat ini dipangkas Rp133,8 triliun bukan tanpa alasan. Namun, hal ini untuk penghematan negara guna membiayai proyek-proyek prioritas.

"Saya mengacungkan jempol kepada ibu Sri Mulyani yang memecah kebuntuan itu, di mana beberapa menteri selalu bilang oh kita dalam kondisi yang baik-baik saja, terus ekonomi kita bagus. Padahal, tidak sesuai dengan realitas," katanya, beberapa waktu lalu.

Ferdinand mengatakan, pada kenyataannya Indonesia sedang tidak sehat dan serba prihatin meski pertumbuhan ekonomi sempat membaik hampir 5,2%. Meski demikian, penerimaan di sektor migas dan ekspor-impor juga masih negatif.

"Negara kita ini kan, saya katakan sedang tidak sehat, kondisinya memprihatinkan semuan penerimaan negara anjlok, dari sektor migas itu anjlok, menurun semua. Akhirnya harus diakui, kemampuan keuangan negara kita sangat terbatas, dan harus disesuaikan dengan target ke depan. Jangan kita berniat membangun tembok Babylon tapi kita baru sanggup bangun tembok satu meter saja," katanya.

Jadi, lanjut Ferdinand, rasionalitas pemerintah sangat diperlukan untuk berbicara jujur kepada publik soal kondisi ekonomi yang ada saat ini. Bukan hanya Sri Mulyani yang harus bicara jujur, tapi semua menteri juga harus rasional.

"Jadi rasionalitas pemerintah diperlukan sekali. Ini menjadi moment pemerintah untuk bicara jujur kepada publik kita mau apa kedepannya," pungkasnya.
(dmd)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7314 seconds (0.1#10.140)