Data Ekspor Impor China pada September Tertekan

Kamis, 13 Oktober 2016 - 14:00 WIB
Data Ekspor Impor China pada September Tertekan
Data Ekspor Impor China pada September Tertekan
A A A
BEIJING - Kinerja ekspor dan impor China pada September kemarin di bawah ekspektasi. Melemahnya kinerja ekspor Negeri Tirai Bambu disebabkan turunnya permintaan pasar luar negeri. Sedangkan jatuhnya tingkat impor karena lesunya permintaan domestik.

Dalam rilis yang disampaikan otoritas setempat, seperti dilansir Bloomberg, Kamis (13/10/2016), ekspor China anjlok 10% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sedangkan tingkat impor turun 1,9%. Sedangkan surplus perdagangan mencapai USD41,9 miliar.

Dalam mata uang dolar AS, ekspor diperkirakan turun 3% dan impor naik 1% pada tahun ini, demikian jajak pendapat yang disusun Reuters, dimana diperkirakan surplus perdagangan sebesar USD53 miliar.

Dalam mata uang yuan, performa ekspor turun 5,6% pada tahun ini dan impor naik 2,2%. Surplus perdagangan pada September mencapai 278,35 miliar yuan atau setara dengan USD41,40 miliar. Surplus perdagangan dalam hal yuan bisa berbeda dengan dolar AS.

"Permintaan domestik sama lemhanya dengan permintaan global," ujar Kepala Ekonom China di UBS Wealth Management, Yifan Hu kepada CNBC, Kamis (13/10/2016).

Dia mencatat penurunan impor terjadi meski impor minyak naik dari sekitar USD30 per barel pada September 2015 menjadi sekira USD50 per barel pada bulan lalu. Tanpa kenaikan itu, impor, kata dia, akan menjadi lebih lemah.

Selain itu, Yifan mencatat bahwa pada bulan September, mata uang yuan 5% lebih lemah dari tahun sebelumnya. Bahkan yuan telah menyentuh level terendah terhadap dolar AS dalam enam tahun. Mata uang China pun jatuh baru-baru ini terhadap sekeranjang mata uang mitra dagang China.

Depresiasi (melemahnya) yuan ternyata tidak mampu mendongkrak penjualan produk China alias ekspor negara tersebut. "Depresiasi (melemahnya) yuan tidak membantu ekspor China," tukas Yifan.

Melansir Bloomberg, pada September, ekspor China ke AS, Inggris Raya, dan Uni Eropa masing-masing turun 8,1%, 10,8%, dan 9,8%. Begitu pula dengan Australia yang merupakan mitra dagang utama China.

Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) memproyeksikan perdagangan global akan melambat pad atahun depan diakibatkan jatuhnya harga komoditas, terutama minyak.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8566 seconds (0.1#10.140)