Inflansi Naik, Daging Kerbau Siap Masuk Sumsel

Selasa, 25 Oktober 2016 - 04:26 WIB
Inflansi Naik, Daging Kerbau Siap Masuk Sumsel
Inflansi Naik, Daging Kerbau Siap Masuk Sumsel
A A A
PALEMBANG - Bank Indonesia perwakilan Palembang mencatat, sepanjang September kemarin terjadi kenaikan inflasi hingga 2,42%. Nilai ini lebih tinggi dibandingkan nilai inflansi periode yang sama tahun lalu, yaitu sebesar 1,71%.

Kepala Bank Indonesia perwakilan Palembang, Ponco Hamid Wibowo mengatakan, kondisi ini masuk dalam katagori yang musti diwaspadai. Pasalnya menjelang akhir tahun, proyeksi inflasi di Sumatera Selatan seharusnya bisa menurun. Faktor inflansi ini disebabkan kenaikan harga bawang merah, cabai merah, daging ayam ras dan beras. Padahal, Sumsel termasuk provinsi dengan produksi yang surplus untuk beberapa komiditas penyumbang inflansi tersebut.

"Harus diwaspadai dengan inflansi saat ini. Kategorinya kuning dan memang harus ada pengendalian harga bagi komoditas tersebut," katanya usai memimpin rapat Tim Pengendalian Inflansi Daerah (TPID), Senin (24/10/2016).

Dia menambahkan, kenaikan harga beberapa komoditas terus menjadi evaluasi tim. Misalnya, komoditas cabai merah yang menjadi bagian penyumbang inflansi, padahal sejatinya ada perbaikan mengenai bagaimana tata tumbuh tanaman tersebut. Demikian juga ternak, seperti produksi daging ayam dan daging sapi.

"Kami khawatir menjelang akhir tahun, ada peningkatan kebutuhan daging karena perayaan agama. Jadi upaya tim terpadu melakukan koordinasi bersama," ungkapnya.

Mengatasi itu, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Permana mengatakan Sumsel mendapatkan kuota daging kerbau dari India. Dia menerangkan, kebijakan dari Kementrian Perdagangan mengalokasikan daging kerbau merupakan upaya mengurangi konsumsi daging sapi. Selama ini, masyarakat terutama di Sumsel telah terbiasa mengkonsumsi daging sapi dari Australia.

“Dalam waktu dekat, tidak sampai bulan Januari, daging kerbau akan masuk ke Sumsel. Tahap awalnya 10 ton terlebih dahulu dan bila mendapatkan respons positif dari masyarakat dan berpengaruh signifikan, maka kuota daging kerbau akan kembali ditambah,” terang Permana.

Daging kerbau dari India, kata Permana, merupakan kali pertama masuk ke Sumsel. Karena itu, ia belum bisa memprediksi lebih banyak mengenai respons masyarakat terhadap komoditas daging tersebut. Namun, di beberapa daerah di Sumsel, daging kerbau memiliki prestise yang lebih tinggi dibandingkan daging sapi.

"Nanti harga jualnya Rp65 ribu per kilogarm, lebih murah dibandingkan daging sapi. Ada daerah yang menggunakan daging kerbau sebagai makanan saat prosesi pernikahan. Hal ini diyakini cukup bisa mendongkrak bagaimana konsumsi daging masyarakat Sumsel," tukasnya.

Sementara Sekda Sumsel, Mukti Sulaiman mengatakan pihak Perum Bulog sebagai lembaga yang nantinya mendistrbusikan daging kerbau hendaknya tepat memilih lokasi-lokasi distribusi. Mengingat belum seluruh masyarakat Sumsel, terutama di Palembang terbiasa mengkonsumsi daging kerbau.

"Antisipasinya ada pemetaan yang baik, agar daging kerbau tetap dikonsumsi dengan mengurangi konsumsi daging sapi. Beberapa wilayah terbiasa daging kerbau tapi banyak juga yang belum terbiasa. Saya pernah makan daging kerbau, rasanya lebih manis ketimbang daging sapi," ungkapnya.

Mengenai sistem distribusi tata niaga penyumbang inflansi yang masih bermasalah, ia mengatakan Pemprov akan menggelar rapat bersama yang dipimpin langsung Gubernur Sumsel dan perwakilan asosiasi produsen, asosiasi peternak, asosiasi pedagang, hingga pengusaha dan Kadin untuk sama-sama memiliki kemauan tata niaga yang lebih bersih.

"Pemprov mendorong bagaimana komoditas itu memenuhi kebutuhan pasar lokal dulu, baru ekspor. Jadi harga di daerah penghasil bisa murah, namun juga tidak merugikan petani," ungkapnya.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9732 seconds (0.1#10.140)