Revisi UU Migas Harus Buat Pertamina Makin Digdaya

Kamis, 03 November 2016 - 21:02 WIB
Revisi UU Migas Harus Buat Pertamina Makin Digdaya
Revisi UU Migas Harus Buat Pertamina Makin Digdaya
A A A
JAKARTA - Revisi Undang-undang (UU) Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas) didukung untuk dapat memperkuat PT Pertamina (Persero) sebagai national oil company (MOC). Salah satu opsi yang sempat disampaikan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar adalah dengan menyatukan SKK Migas dengan Pertamina.

“Amanah MK (Mahkamah Konstitusi) memang harus dalam bentuk badan usaha. Jadi dalam rangka mengakomodir keputusan MK tahun 2012 lalu, tentu ini (pernyataan Arcandra) sudah sejalan,” kata Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro dalam keterangan resmi di Jakarta, Kamis (3/11/2016).

(Baca Juga: Arcandra Tahar Tak Mau Revisi UU Migas Masuk MK Lagi)

Menurutnya, nilai positif jika SKK Migas berada di bawah Pertamina adalah, bahwa dari sisi infrastruktur, bisa memanfaatkan yang sudah ada. “Sedangkan dari sisi entitas bisnis, jelas menguntungkan karena hanya ada satu sehingga lebih efisien,” lanjutnya.

Dia menambahkan yang perlu diantisipasi adalah potensi terjadinya penyalahgunaan Untuk itu, jika menjadikan SKK Migas sebagai bagian dari Pertamina, maka harus diimbangi dengan peningkatan pengawasan.

Sebelumnya, Arcandra Tahar menyatakan bahwa UU Migas yang baru harus memperkuat National Oil Company (NOC) alias BUMN perminyakan. Dengan menjadikan SKK Migas berada di bawah Pertamina, dinilai akan memperkuat keuangan Pertamina, lebih gesit, bisa berinvestasi untuk melakukan eksplorasi migas serta membangun infrastruktur-infrastruktur migas.

(Baca Juga: Arcandra Tahar Pertimbangkan Lebur Pertamina dan SKK Migas)

Sementara Direktur Indonesia Resource Studies (IRESS) Marwan Batubara juga mendukung pernyataan Arcandra Tahar. Menurutnya, jika ingin mengembalikan kedaulatan energi maka yang harus diperbaiki adalah melalui perubahan UU Migas.

Dan perubahan itu, lanjutnya, terutama dalam hal pengelolaan migas yang harus di tangan BUMN Pertamina. Adapun posisi SKK Migas, harus berada di bawah Pertamina, sehingga tidak perlu lagi membentuk BUMN Khusus.

“Keputusan MK mengatakan bahwa pengelolan migas berada di bawah BUMN. Sedangkan di sisi lain, BUMN yang punya kemampuan mengelola adalah Pertamina. Kalau SKK Migas dijadikan sebagai BUMN Khusus maka akan menjadikan pengelolaan migas menjadi tidak efisien. Untuk itu, kita semua mendukung Pak Arcandra karena sudah sesuai dengan keputusan MK, gabungkan saja SKK Migas ke Pertamina,” katanya.

Dalam konteks penguasaan oleh negara, lanjut Marwan, UU Migas harus menegaskan bahwa aset cadangan seharusnya menjadi aset Pertamina. Dengan monetisasi aset yang dilakukan Pertamina maka aset tersebut bisa dioptimalkan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sesuai konstitusi.

“Kita saat ini memiliki cadangan terbukti minyak sebesar 3,5-3,6 miliar barel. Ini kan harus dimanfaatkan melalui monetisasi. Dengan begitu, kemampuan Pertamina akan meningkat. Sebaliknya, SKK Migas jika menjadi BUMN Khusus tidak mungkin bisa mengelola cadangan terbukti tadi,” sambung dia

Menurut dia, pengawasan juga tidak menjadi persoalan. Paling penting terangmya, bahwa persoalan good corporate governance (GCG) juga harus diatur khusus dalam UU Migas. Tidak seperti sekarang, bahwa aturan mengenai GCG ‘hanya’ berada pada tingkat Peraturan Menteri.

“Jadi, aspek tata kelola juga harus disiapkan. Kalau bisa, GCG di Pertamina ditingkatkan seperti selayaknya perusahaan yang terdaftar di bursa. Melalui cara ini, selain bisa mencegah penyimpangan, juga mencegah invetervensi. Agar Pertamina benar-benar independen seperti Petronas,” tutup Marwan.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3778 seconds (0.1#10.140)