Jumlah Pengangguran di Yogyakarta Menurun

Kamis, 10 November 2016 - 01:09 WIB
Jumlah Pengangguran di Yogyakarta Menurun
Jumlah Pengangguran di Yogyakarta Menurun
A A A
YOGYAKARTA - Jumlah pengangguran di Daerah Istimewa Yogyakarta hingga akhir Agustus lalu mencapai angka 57.040 orang dari sekitar 2,099 juta penduduk Yogyakarta. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Yogyakarta dari hasil Survei Satuan Kerja Nasional (Satkernas) menyebutkan, tingkat penganguran terbuka di Yogyakarta hanya 2,72% dari jumlah penduduk.

Kepala BPS Yogyakarta, Bambang Kristiyawan mengatakan, jumlah pengangguran di bulan Agustus tersebut mengalami penurunan dibanding bulan Februari lalu. Karena pihaknya mencatat, jumlah pengangguran pada Februari 2016 mencapai angka 59.000 orang dan jumlah pengangguran terbuka sekitar 2,81% seluruh penduduk Yogyakarta. “Memang mengalami penurunan artinya orang yang bekerja sudah meningkat,” paparnya, Rabu (9/11/2016).

Saat ini angka partisipasi kerja mencapai 71,96% dari total jumlah penduduk atau sekitar 2,042 juta orang telah memiliki pekerjaan. Jumlah tersebut meningkat dibanding dengan angkatan kerja yang telah bekerja di bulan Februari, di mana saat itu jumlahnya mencapai 2,037 juta orang dengan tingkat partisipasi kerja mencapai 72,20%.

Pihaknya juga mencatat setidaknya ada sektiar 553.210 orang Yogyakarta yang menjadi pekerja tidak penuh, di mana jumlah tersebut juga meningkat dibanding bulan Februari yang mencapai 507.320 orang. Selain itu, jumlah warga Yogyakarta yang menjadi setengah penganggur mencapai 106.320 orang dan meningkat dsbanding Februari yang mencapai 92.080 orang.

Sementara yang bekerja paruh waktu, BPS mencatat pada bulan Agustus lalu mencapai 446.890 orang dan lebih banyak dibanding dengan jumlah bulan Februari, yaitu 415.240 orang. Peningkatan ini menunjukkan geliat usaha di Yogyakarta sudah menunjukkan perbaikan dibanding periode sebelumnya meskipun ekonomi sedang mengalami perlambatan secara umum. “Ada pengurangan jumlah pengangguran cukup signifikan dibanding tahun lalu,” ujarnya.

Bambang menyebutkan, di bulan Agustus tahun lalu, pihaknya mencatat jumlah pengangguran di Yogyakarta masih di angka 80.240 orang dan Agustus tahun ini mencapai 57.040 orang. Geliat usaha yang terjadi belakangan ini juga mampu meningkatkan angka partisipasi kerja dalam setahun karena bulan Agustus tahun lalu angka partisipasi kerja di Yogyakarta hanya 68,38%.

Di Yogyakarta, sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerrja adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran, pertanian dan sektor jasa. Data Satkernas Agustus 2016, tiga sektor unggulan tersebut menunjukkan angka signfikan dibanding sektor lain. Sektor perdagangan menyumbang tenaga kerja sebanyak 28,89%, hotel dan restoran 23,27% dan pertanian atau jasa 20,75%. “Posisi Yogyakarta sebagai kota pelajar dan budaya mendorong berkembang sektor perdagangan, hotel dan restoran,” paparnya.

Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPBI) Yogyakarta, Arief Budi Santosa mengungkapkan, pertumbuhan ekonomi Yogyakarta di triwulan II 2016 atau sampai Juni mencapai angka 5,57%. Angka tersebut lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi triwulan sebelumnya yang hanya 4,84%. Dan angka pertumbuhan Yogyakarta pada triwulan kedua 2016 tersebut lebih tinggi dibanding dengan 5,18%. "Dalam 10 tahun terakhir, pertumbuhan di Yogyakarta memang selalu tumbuh," tuturnya.

Hanya saja, lanjutnya, pertumbuhan ekonomi tersebut masih menimbulkan pertanyaan. Seberapa besar pertumbuhan ini menyerap pengangguran yang ada dan mampu mengurangi angka kemiskinan di wilayah ini. Karena faktanya, memang perekonomian di Yogyakarta masih menjadi persoalan yang harus dipecahkan oleh pemerintah daerah.

Arief mengungkapkan, sebenarnya pertumbuhan beberapa sektor terus terjadi. Hanya saja, pertumbuhan lebih rendah dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya sehingga pertumbuhan ekonomi juga tidak bisa terlalu dipacu. Apalagi di Yogyakarta tidak ada sektor yang dominan, dimana peran hampir sama. Dan hanya saja, sektor pertanian menjadi pekerjaan rumah yang besar.

Arif menambahkan di Yogyakarta tidak ada industri yang besar. Yang menjadi industri justru hanya makanan seperti gudeg ataupun bakpia. Dan industri ini perannya sekitar 13%, peran terbesar dibanding dengan sektor yang lain. Sementara peran kedua adalah pertanian yang mencapai 11%, hotel dan resto sekitar 10% sementara konstruksi 9%. "Dan ternyata pertanian menyerap tenaga paling besar, sementara penghasilannya masih minim. Oleh karena itu penyumbang kemiskinan ada di sini (pertanian)," paparnya.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3690 seconds (0.1#10.140)