Revisi UU Migas Didorong Perkuat Posisi Pertamina

Selasa, 22 November 2016 - 13:25 WIB
Revisi UU Migas Didorong Perkuat Posisi Pertamina
Revisi UU Migas Didorong Perkuat Posisi Pertamina
A A A
JAKARTA - Revisi Undang-undang (UU) minyak dan gas bumi (Migas) yang saat ini tengah dibahas DPR, didorong agar memperkuat posisi Pertamina sebagai National Oil Company (NOC). Pasalnya sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dimana 100% sahamnya dimiliki negara, Pertamina merupakan representasi negara dalam penguasaan dan pengusahaan lahan Migas.

"Untuk itu, revisi UU Migas juga harus memberikan privilege kepada Pertamina. Privilege itu meliputi, pemberian hak utama dalam penawaran lahan Migas yang baru (new block offered), hak untuk mengakuisisi partisipasi interest (existing contract) dan hak mengelola lahan yang kontraknya sudah berakhir (expiring contract),” kata Mantan Anggota Reformasi Tata Kelola Migas Fahmy Radhi dalam diskusi bertajuk Krisis Energi, Mafia Migas, dan Revisi UU Migas di Jakarta, Selasa (22/11/2016).

(Baca Juga: Revisi UU Migas Harus Buat Pertamina Makin Digdaya)

Terkait penguatan Pertamina pula, dia juga mendesak agar RUU Migas segera mengubah kelembagaan SKK Migas, agar lebih sesuai dengan amanah konstitusi UUD 1945 dan Keputusan MK. Dan untuk mendukung penguatan tersebut, maka opsi yang tepat adalah dengan skema dua kaki, yakni menyerahkan fungsi dan kewenangan SKK Migas kepada Pertamina.

“Kalau tujuannya untuk memperkuat posisi Pertamina, BUMN yang 100% sahamnya dikuasai negara, sebagai representasi Negara dalam pemanfaatan sumber daya migas bagi sebesarnya kemakmuran rakyat, maka opsi dua kaki yang lebih tepat,” paparnya.

Menurutnya, opsi dua kaki memiliki beberapa kelebihan, antara lain pertama, Pertamina menjadi tulang punggung (backbone) Negara dalam mengemban fungsi pengelolaan sumber daya alam migas. Poin kedua adalah Pertamina pengemban utama privilege yang diberikan Pemerintah di sisi upstream.

Selanjutnya ketiga, Pertamina memiliki kapitalisasi aset besar yang memberikan leverage di pasar internasional. Serta opsi keempat, Pertamina memiliki keleluasaan dalam manajemen portofolio upstream; dan kelima perseroan bisa bertindak sebagai regulator, kontrol dan operator.

Di sisi lain, dia juga mendesak DPR untuk segera menyelesaikan pembahasa RUU Migas. Mengingat pembahasan sudah tertunda lebih dari enam tahun, kata dia, tidak ada alasan bagi DPR untuk kembali menunda penyelesaian revisi UU 22 tahun 2001.

“Semakin ditunda penyelesaian revisi UU Migas akan menimbulkan ketidakpastian tata kelola kelambagaan Migas yang dapat dimanfaatkan oleh Mafia Migas dalam pemburuan rente,” kata dia.

Dalam kesempatan yang sama, Koordinator Nasional Publish What You Pay (PWYP) Indonesia Maryati Abdullah, juga meminta Pimpinan DPR untuk mendesak Komisi VII agar segera membahas Revisi UU Migas.

“Pembahasan RUU Migas adalah kegentingan yang tidak boleh ditunda lagi. Komitmen DPR atas agenda pembahasan revisi UU Migas tidak boleh lagi hanya sebatas wacana, tetapi harus disertai dengan langkah nyata. Kami berharap setidaknya sampai akhir masa sidang ini sudah ada draft Revisi UU MIgas versi DPR untuk kemudian segera dibahas bersama-sama Pemerintah,” kata Maryati.

Dia menegaskan, percepatan pembahasan Revisi UU Migas bukan hanya karena putusan-putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan beberapa pasal UU Migas terdahulu. “Tetapi, juga terkait dengan berbagai persoalan yang menuntut solusi yang sistemik, seperti ancaman nyata krisis energi tahun 2025,” ujarnya.

Ketua Badan Pengawas Indonesia Parlianmentary Center (IPC) Sulastio juga meminta DPR segera menuntaskan pembahasan RUU Migas. Menurutnya, mangkraknya pembahasan Revisi UU Migas sejalan dengan buruknya kinerja legislasi DPR, yang sampai 9 November 2016 hanya menyelesaikan 18% dari seluruh target UU saja. “Lambannya pembahasan Revisi UU Migas, makin diperburuk dengan ‘senyapnya’ proses di Komisi VII,” kata Sulastio.

Tak kalah penting lanjutnya, berdasarkan catatan IPC, seluruh rapat pembahasan RUU Migas bersifat tertutup. Selain itu, ruang partisipasi masyarakat juga sangat terbatas dan hanya melibatkan pihak secara terbatas, yaitu mitra dari pemerintah.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.4726 seconds (0.1#10.140)