Giro Wajib Minimum Averaging Diterapkan Bertahap

Kamis, 01 Desember 2016 - 18:16 WIB
Giro Wajib Minimum Averaging Diterapkan Bertahap
Giro Wajib Minimum Averaging Diterapkan Bertahap
A A A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) memastikan akan mengubah skema batas Giro Wajib Minimum (GWM) primer konvensional menjadi GWM averaging mulai semester II 2017. Namun, kebijakan moneter tersebut akan diterapkan secara parsial dan bertahap hingga beberapa tahun ke depan.

Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengemukakan dengan batas GWM primer konvensional yang saat ini sebesar 6,5%, maka perbankan wajib menempatkan dana di BI sebesar 6,5% dari total Dana Pihak Ketiga (DPK) setiap hari secara terus menerus.

"GMW Averaging adalah dalam periode misalnya dua minggu, bank bisa menempatkan GMW di BI bisa naik turun asalkan secara rata-rata 6,5%," ujarnya, dalam seminar bertema "Arah Kebijakan BI Pada 2017," ujarnya di Hotel Kempinski, Jakarta, Kamis (1/12/2016).

Mirza menyatakan, BI akan menyosialisasikan kebijakan tersebut terlebih dahulu kepada pihak-pihak yang terkait, terutama pelaku pasar. Pada tahap awal, penerapan GWM tidak akan diterapkan secara penuh alias parsial.

"Misalnya yang diberlakukan GMW Averaging itu 1,5% dulu. 5%-nya tetap memakai GWM konvensional hingga kemudian diterapkan secara penuh," katanya.

GWM merupakan instrumen moneter yang penting bagi perbankan. Mirza menyebut, perubahan skema itu sejalan dengan perubahan posisi kebijakan bank sentral yang tidak lagi ketat. Pasalnya, kenaikan GWM dari 5% hingga 8% yang terjadi mulai 2013 mengikuti kenaikan suku bunga kebijakan demi mengantisipasi keluarnya modal asing pasca berhentinya kebijakan quantitative easing oleh bank sentral AS, The Fed.

Mirza menjelaskan, perubahan skema ini bertujuan memberikan fleksibilitas kepada perbankan untuk mengelola likuiditasnya. Meski demikian, BI tetap memiliki kontrol untuk mengendalikan jumlah uang beredar di masyarakat sehingga inflasi inti bisa tetap terjaga.

Mirza berharap, pelonggaran tersebut mendorong laju pertumbuhan kredit tahun 2017 sebesar 10-12%. Dia menyebut, perbankan yang dalam tiga tahun terakhir ini fokus merestrukturisasi kredit, kini telah siap melakukan ekspansi kredit. Hal ini, kata Mirza, juga ditopang oleh kesiapan sektor swasta untuk melakukan ekspansi bisnis.

"Itulah mengapa kita targetkan pertumbuhan ekonomi dalam kisaran 5-5,4%. Itu wajar, reasonable, dan masuk akal," imbuh Mirza.

Corporate Secretary Bank Negara Indonesia (BNI) Ryan Kiryanto menyambut baik langkah otoritas moneter menerapkan GMW Averanging. Namun, dia menilai, lambatnya penyaluran kredit perbankan yang sejauh ini baru tumbuh 6,5% lebih banyak disebabkan lambatnya roda perekonomian daripada likuiditas yang ketat.

Meski demikian, Ryan berpendapat, rendahnya laju pertumbuhan kredit juga disebabkan karena sektor perbankan bukan lagi satu-satunya faktor yang berperan sangat dominan dalam pembiayaan. Dia menyebut, ada faktor lain di luar perbankan, yakni pasar modal dan pembiayaan secara swadaya (self-financing) ikut mengikis peran perbankan.

Kondisi tersebut juga terkonfirmasi dengan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) nasional yang tetap tumbuh di kisaran 5% meskipun penyaluran kredit melambat. Padahal, ada hipotesa yang menyatakan bahwa tiap 1% pertumbuhan PDB membutuhkan 4% pertumbuhan kredit.
(dmd)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5415 seconds (0.1#10.140)