Penyebab Impor Hortikultura Masih Tinggi

Kamis, 05 Januari 2017 - 02:07 WIB
Penyebab Impor Hortikultura Masih Tinggi
Penyebab Impor Hortikultura Masih Tinggi
A A A
JAKARTA - Tingginya impor sektor hortikultura disebabkan beberapa faktor, antara lain benih Hibrida berkualitas yang digunakan oleh petani masih terbatas. Padahal, dengan menanam benih hibrida berkualitas dapat mereduksi serangan penyakit dan meningkatkan daya tahan terhadap cuaca ekstrim.

Ketua Asosiasi Produsen Benih Hortikultura Indonesia (Hortindo) Afrizal Gindow menerangkan penyebab lain adalah masih terbatasnya lahan produksi hortikultura. Dia membandingkan dengan Thailand yang memiliki luas lahan pertanian sayurannya mencapai 100 m2/kapita, Filipina 65 m2/kapita, Vietnam 80 m2/kapita, dan Myanmar 60 m2/kapita. Sementara Indonesia hanya 40 m2/kapita.

"Masalah utama sektor hortikultura kita yang harus segera dibenahi adalah kualitas sumber daya manusia, penelitian, dan inovasi. Thailand, misalnya, berhasil mengembangkan potensi sebagai produsen buah-buahan karena mampu menciptakan varietas dengan mutu tinggi dan sistem budidaya modern yang didukung riset," terangnya di Jakarta.

Dia menambahkan agar produk hortikultura Indonesia memiliki daya saing yang tinggi, pemerintah diharapkan terus meningkatkan kualitas buah-buahan dan sayur mayur lokal, termasuk melakukan bimbingan kepada para petani supaya bisa menghasilkan produk yang sesuai standar nasional dan internasional. Hal lain yang perlu mendapatkan perhatian serius yakni soal kemasan, keamanan pangan, kebersihan, dan penampilannya.

Di sisi lain pertumbuhan permintaan benih unggul setiap tahunnya diperkirakan mencapai sekitar 10-15%. Hal ini dipicu oleh pertumbuhan kelas menengah yang mendukung meningkatnya kesadaran mengkonsumsi sayuran.

Sementara kebutuhan benih hibrida di tahun 2016 diperkirakan mencapai 14 000 ton dan 70% di antaranya disuplai oleh anggota Hortindo. Sampai dengan saat ini sekitar 170 varietas sayuran tropis hibrida diproduksi oleh anggota Hortindo.

Produksi benih dari 13 perusahaan yang tergabung dalam Hortindo tahun lalu naik sekitar 5% dari periode yang sama tahun 2015. Untuk meningkatkan produksi benih unggul, anggota-anggota Hortindo terus melakukan pembinaan kepada petani. Bentuk pembinaan antara lain: mengajarkan teknik dasar pertanian (pengolahan tanah, pemupukan, dan lain-lain), teknik penyilangan, panen serta pasca panen serta akses pasar.

Sedangkan untuk menemukan varietas unggul, anggota Hortindo terus melakukan riset dan pengembangan. Hingga saat ini ada sekitar lebih dari 10 ribu petani yang telah dibina dan saat ini menjadi mitra perusahaan untuk memproduksi benih unggul.

Pemerintah memprediksi pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun 2016 diprediksi sekitar 5-5,4%. Tahun lalu merupakan tahun yang berat untuk perekonomian Indonesia bahkan dunia. Kondisi seperti ini diperkirakan akan terus berlanjut hingga tahun 2017.

Perkembangan perekonomian yang tumbuh melambat disertai ketidakpastian yang tinggi, menyebabkan harga komoditas dunia bersifat volatile. Tingkat inflasi tahun kalender (Januari–Desember) 2016 diperkirakan sebesar 4,7%.

Lambatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia juga berpengaruh terhadap sektor pertanian Indonesia. Selain itu, fenomena kemarau basah (La Nina) yang terjadi sepanjang tahun 2016 memukul sektor pertanian dan mengakibatkan capaian produksi pangan di sejumlah lumbung pangan nasional menurun.

Kondisi cuaca tahun ini yang diperkirakan masih akan mengalami perubahan secara drastis. Hal ini tentu saja merugikan sektor pertanian, lantaran beberapa produk rentan terhadap kondisi cuaca yang cenderung berubah-ubah.

Para petani disarankan mulai memilih alternatif tanaman lain yang lebih kuat terhadap perubahan cuaca. Dengan demikian, petani dapat menghindari gagal panen akibat cuaca yang sedang tidak stabil. "Hortindo memberikan imbauan jangka panjang tidak sesaat. Kita imbau petani belajar menanam tanaman lain. Timun alternatif yang baik. Tapi tidak serta merta semuanya tanam (timun), tapi yang beralih (tanam timun) ada," jelasnya.

Selain timun, ada beberapa alternatif lain yang cukup diminati oleh konsumen, yakni tanaman melon dan tomat. "Tanam melon, tomat untuk dataran rendah," lanjutnya.

Menurut Afrizal, bukan perkara mudah dalam mengajak petani untuk beralih dari komoditas yang sebelumnya mereka geluti. "Kalau enggak berhasil, tetap menanam cabai, kita berikan pelatihan tanaman cabai yang bisa menghadapi situasi ekstrem maka dapat dilindungi plastik," papar dia.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5344 seconds (0.1#10.140)