China Mulai Tabuh Genderang Perang Dagang Lawan AS

Kamis, 05 Januari 2017 - 20:35 WIB
China Mulai Tabuh Genderang Perang Dagang Lawan AS
China Mulai Tabuh Genderang Perang Dagang Lawan AS
A A A
BEIJING - Menjelang pelantikan Donald John Trump sebagai Presiden Amerika Serikat pada 20 Januari mendatang, Republik Rakyat China mulai gerah. Surat kabar Partai Komunis China, Global Times pada Kamis (5/1/2017) menulis bahwa China sudah menyiapkan “tongkat besar” untuk memukul Trump jika jagoan Partai Republik itu, benar-benar melancarkan perang dagang dengan Negeri Mao Tse-tung.

Pasalnya awal tahun ini, Trump sudah menunjuk Robert Emmet Lighthizer sebagai Kepala Perdagangan AS. Lighthizer, 69 tahun, merupakan seorang pengacara dan pernah menjabat wakil kepala perdagangan di masa pemerintahan Ronald Reagan. Pria asal Ohio ini dikenal gemar mengkritik praktik perdagangan yang dilakukan China.

Penunjukkan Lighthizer bukan tanpa sebab. Mengutip dari The Telegraph, selama masa pemerintahan Reagan, ia berhasil membendung gelombang impor produk Jepang ke AS pada 1980-an dengan menerapkan kuota dan tarif hukuman. Kebijakan ini sukses menyelamatkan industri automotif AS, salah satunya Harley Davidson dari serbuan motor Jepang.

Dan kekesalan China semakin bertambah, dengan kabar bahwa miliarder Wilbur Ross akan ditunjuk menjadi menteri perdagangan pada kabinet pemerintahan baru AS. Ross dikenal sebagai salah satu tokoh proteksionisme dalam tim ekonomi dan perdagangan Trump.

Selain itu, Trump juga menunjuk Peter Navarro, guru besar ekonomi di University of California, sebagai Dewan Nasional Perdagangan AS. Ia juga rajin mengkritik praktik perdagangan China. Kehadiran Lighthizer, Ross, dan Navarro menjadi semacam “tirai besi” bagi produk China yang ingin masuk ke Amerika.

Mengutip dari Bloomberg, Kamis (5/1/2017), media China menulis tiga orang dari tim Trump akan mengganggu tatanan perdagangan dunia. Kementerian Luar Negeri China dalam pernyataan yang dirilis belum lama ini, berharap Amerika Serikat dapat melanjutkan kerja sama ekonomi dengan China, dengan prinsip saling menguntungkan bukan dengan saling menang-menangan.

“Selama ini, China dan Amerika Serikat telah menjalin perdagangan yang erat. Untuk masalah yang muncul dalam hubungan ekonomi bersama, solusi yang tepat adalah atas dasar saling menghormati dan perlakuan yang sama. China dan AS harus bekerja sama mengembangkan hubungan ekonomi bilateral yang stabil dan melayani kepentingan umum dari kedua negara dan bangsa,” tulis Kemenlu China seperti dilansir CNBC, Kamis (5/1/2017).

Meski demikian, jika rute diplomatik tidak berjalan, China kabarnya telah menyiapkan sejumlah strategi dalam menghadapi perang dagang melawan AS. Sebagai pemegang terbesar kedua surat utang AS, China kabarnya akan menggunakannya sebagai alat melawan Amerika.

Namun, Eswar Prasad, mantan Kepala IMF wilayah China mengatakan China tidak akan menggunakan surat utang dalam melawan AS. “China akan menggunakan langkah-langkah terbuka dan terselubung dalam membatasi akses perusahaan Amerika di pasar China,” terangnya kepada CNBC.

China, tambah Prasad, juga akan mengganggu rantai pasokan produsen untuk perusahaan AS. Dan cara ini disinyalir akan memberikan rasa sakit pada bisnis AS dan akhirnya berdampak pada ekonomi Amerika.

Sedangkan koran berbahasa Inggris milik pemerintah China, People’s Daily menulis China tidak gentar dengan kebijakan Trump soal tarif perdagangan di atas 35% bagi produk-produk China yang masuk ke AS. Pasalnya, China merupakan anggota Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), sehingga mereka akan membalas setiap perdagangan yang tidak adil yang dilakukan pemerintahan baru AS.

Dan pemerintah China dalam dua hari terakhir, telah turun tangan menyelematkan mata uang yuan, yang sepanjang 2016 terdepresiasi lebih dari 4% terhadap dolar AS. Namun jika hal ini tidak bisa menolong, China dengan jumlah tenaga kerja yang besar akan melakukan produksi massal produk-produk mereka dan melemahkan mata uang yuan, sehingga tidak mungkin bagi AS bersaing dengan harga murah di luar negaranya.

Meski demikian, dari 1.500 responden People’s Daily pada 29 Desember 2016, mengatakan mereka tidak ingin China memperburuk hubungan dengan AS. Hasil jajak pendapat tersebut, 79,8% responden menyebut hubungan AS dan China sangat penting. Di tempat kedua, sebanyak 37,2% responden mengatakan hubungan China dan Rusia harus dibangun lebih erat.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4948 seconds (0.1#10.140)