Faisal Basri Sebut Pengangguran Turun karena Terpaksa

Senin, 23 Januari 2017 - 13:24 WIB
Faisal Basri Sebut Pengangguran Turun karena Terpaksa
Faisal Basri Sebut Pengangguran Turun karena Terpaksa
A A A
JAKARTA - Pengamat ekonomi dari Institute Development of Economic and Finance (Indef) Faisal Basri mengungkapkan, menurunnya tingkat pengangguran di Indonesia bukan berita baik. Pasalnya, penurunan angka pengangguran terjadi karena masyarakat terpaksa bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

(Baca: Pemerintahan Jokowi Dinilai Gagal Atasi Ketimpangan)

"‎Pengangguran turun di Indonesia itu bukan berita baik. Karena itu indikasi tekanan yang ada pada masyarakat karena tidak mungkin tidak bekerja. Jadi, bekerja itu suatu keterpaksaan. Angka kemiskinan juga turun, tapi dengan penuh penderitaan," katanya dalam acara bertajuk SARA, Radikalisme, dan Prospek Ekonomi Indonesia 2017 di Graha CIMB Niaga, Jakarta, Senin (23/1/2017).

Dia menjelaskan, ‎kenaikan upah minimum ‎yang terjadi tiap tahun membuat pengusaha gerah. Para pengusaha memang tidak langsung melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK), namun mereka menurunkan jam kerja karyawan sehingga upah pun ikut turun.

"‎Karena tradisi Djarum, Gudang Garam itu enggak pecat orang. Ini dari 40 jam turun jadi di bawah 25 jam. Dia tidak PHK juga karena PHK mahal. Dibikin saja pekerja menderita, lama-lama keluar sendiri," imbuhnya.

Penurunan upah tersebut, kata mantan Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas ini, membuat pendapatan sebuah keluarga setiap bulannya pun ikut turun. Akibatnya, istri hingga anak pun terpaksa bekerja guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

"‎Karena itu, angkanya juga menunjukkan tingkat partisipasi angkatan kerja meningkat tajam, tapi karena terpaksa untuk membuat pengangguran turun. Jadi jangan salah baca. Akibatnya, quality of life keluarga turun, perceraian naik. Di Jakarta perceraian naik 70%, karena potensi selingkuh naik suami-istri kerja. Ini realitas," tutur dia.

Cara lainnya, tambah Faisal, kepala keluarga mencari penghasilan tambahan dan menambah jam kerja dengan menjadi tukang ojek. Tak ayal, saat ini jumlah pekerja Indonesia yang bekerja di atas 49 jam sangat besar.

"‎26,3% (masyarakat bekerja di atas 49 jam). Nomor tiga terbesar di Asia setelah Korea dan Hong Kong. Ini juga sesuatu yang menurunkan kualitas hidup, tidak laki tidak perempuan, tapi lebih banyak perempuan. Beda sama Hong Kong dan Korea yang bekerjanya banyak uangnya tambah banyak, di Indonesia karena tekanan," tandasnya.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4621 seconds (0.1#10.140)