Didesak Ubah Status Kontrak, Freeport Ngaku Tak Nyaman Investasi di RI

Kamis, 09 Februari 2017 - 14:44 WIB
Didesak Ubah Status Kontrak, Freeport Ngaku Tak Nyaman Investasi di RI
Didesak Ubah Status Kontrak, Freeport Ngaku Tak Nyaman Investasi di RI
A A A
JAKARTA - PT Freeport Indonesia mengaku mulai tidak nyaman berinvestasi di Indonesia. Penyebabnya keputusan pemerintah yang melarang mereka mengekspor konsentrat sebelum mengubah status dari kontrak karya (KK) menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK).

Juru Bicara Freeport Indonesia, Riza Pratama mengungkapkan, pihaknya sejatinya telah sepakat untuk mengubah status dari KK menjadi IUPK. Namun, Freeport juga mengajukan syarat kepada pemerintah sebelum status kontraknya diubah. Dan pemerintah hingga saat ini belum juga menyepakati syarat tersebut.

"IUPK sendiri bentuknya kayak apa, pemerintah belum berikan. Artinya kami sudah komit dengan beberapa syarat. (Jadi ada) kestabilan investasi‎," katanya di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Kamis (9/2/2017).

Menurutnya, jika pemerintah tidak kunjung memberikan izin ekspor konsentrat maka besar kemungkinan Freeport akan merugi. Saat ini saja, gudang penyimpanan (stock pile) sudah hampir penuh karena sudah tidak diperbolehkan ekspor sejak 12 Januari 2017.

"Pemerintah kan belum menjelaskan kepada kami (tentang IUPK). Jadi kan kami belum bisa ekspor. Sementara gudang kami hampir penuh. Tapi kami berharap pemerintah memberikan jalan. Karena sekarang ini kami tidak nyaman berinvestasi. Ini karena alasan finansial," tandasnya.

Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Mineral dan Batubara (Minerba) menjadi PP Nomor 1 tahun 2017. Dalam beleid baru tersebut, menyebutkan bahwa perusahaan pertambangan yang masih berstatus Kontrak Karya (KK) seperti PT Freeport Indonesia tidak bisa melakukan ekspor konsentrat, jika tidak mengubah statusnya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Menteri ESDM Ignasius Jonan mengemukakan, perubahan status dari kontrak karya menjadi IUPK sejatinya bukanlah sebuah kewajiban. Hanya saja, jika memang perusahaan tambang ingin melakukan ekspor konsentrat maka perubahan status tersebut menjadi persyaratan.

"Jadi dari yang dulunya contract of work, itu menjadi rezim perizinan (IUPK). Ini tidak wajib, kalau mau KK terus tidak apa," katanya di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (12/1/2017).

Jonan menegaskan, aturan ini berlaku untuk seluruh perusahaan tambang yang ada di Indonesia. Aturan ini tidak dibuat hanya untuk badan usaha tertentu. "Jadi PP ini dibuat untuk subsektor minerba," imbuh dia.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 2.3039 seconds (0.1#10.140)