Ekstensifikasi Cukai Cara Tepat Jaga Kesinambungan Fiskal

Jum'at, 10 Februari 2017 - 14:40 WIB
Ekstensifikasi Cukai Cara Tepat Jaga Kesinambungan Fiskal
Ekstensifikasi Cukai Cara Tepat Jaga Kesinambungan Fiskal
A A A
JAKARTA - Ekstensifikasi barang kena cukai bisa menjadi alternatif ketika pendapatan pajak serta Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) belum dapat diandalkan dalam kondisi saat ini.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, mencermati situasi dan kondisi 2017 yang krusial, selain tindak lanjut data amnesti pajak, pemerintah perlu mencari alternatif sumber penerimaan agar APBN stabil.

"Jelas bahwa penerimaan Kepabeanan dan PNBP tidak dapat diandalkan saat ini, terlebih bergantung pada utang luar negeri. Di sisi lain, cukai dapat menjadi pilihan jitu sebagai penerimaan," kata dia dalam rilisnya di Jakarta, Jumat (10/2/2017).

Selama kurun 2007-2014, realisasi penerimaan cukai selalu di atas target. Namun, rasio penerimaan cukai terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia masih rendah dibanding negara lain, yaitu 1,2%. Angka ini berbeda jauh dengan Bolivia, Turki, Denmark, masing-masing 7,8%, 5%, dan 4,3%.

"Salah satu penyebabnya adalah masih terbatasnya objek cukai. Ini membuka peluang bagi Indonesia untuk melakukan ekstensifikasi barang kena cukai," imbuhnya.

Yustinus menjelaskan, dengan pertimbangan eksternalitas dan best practice di negara lain, penambahan objek cukai baru yang dapat dipertimbangkan adalah minuman ringan berpemanis, kendaraan bermotor, dan bahan bakar minyak.

Dengan skema tarif terendah dan tertinggi, pengenaan objek cukai baru ini mampu menghasilkan tambahan penerimaan Rp28,52 triliun-Rp103,26 triliun atau 18,11%-65,69% dari target cukai dalam APBN 2017.

"Dengan demikian, tujuan cukai sebagai pengendalian konsumsi terpenuhi, namun perannya sebagai instrumen penerimaan negara optimal," paparnya.

Selain itu, kata dia, keberanian pemerintah menambah objek cukai juga menjadi batu uji dan menunjukkan komitmen pada konsolidasi fiskal yang sehat dan bukti bahwa kebijakan yang responsif dan terukur, selain menguntungkan rakyat juga menjaga kesinambungan fiskal.

Sementara, Anggota DPR RI Komisi XI Andreas Eddy Susetyo mengaku sepakat dengan ekstensifikasi cukai. DPR menurutnya, sudah dua kali bertemu pada pekan ini untuk membahas penambahan objek baru cukai.

Hal utama yang menjadi permasalahan yakni saat ini 90% cukai bertumpu pada rokok. Padahal, objek lain pun harus dikenai cukai.

"Kalau kita lihat definisikan arti cukai sebagai pembatasan, coba kita hitung, berdasarkan data kesehatan dari BPJS berapa orang yang terkena penyakit diabetes?," kata Andreas.

Mengenai konsumsi bahan bakar minyak (BBM), Indonesia sepakat untuk berkomitmen menurunkan emisi karbon dalam Paris Agreement. Sehingga, kata Andreas, BBM pun bisa dijadikan objek cukai baru.

"Saya kira ekstensifikasi ini, terutama di cukai, bisa menjadi salah satu pilihan yang sebetulnya sangat vital untuk meningkatkan penerimaan negara, di samping tindak lanjut dari tax amnesty," tuturnya.

Andreas mengingatkan, tahun ini risiko inflasi dan penerimaan negara akan menjadi tantangan utama. Untuk itu ekstensifikasi menjadi solusi yang harus diperhitungkan secara cepat.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 2.6209 seconds (0.1#10.140)