Transportasi Online dan Konvensional Sebaiknya Kolaborasi

Sabtu, 25 Maret 2017 - 09:51 WIB
Transportasi Online dan Konvensional Sebaiknya Kolaborasi
Transportasi Online dan Konvensional Sebaiknya Kolaborasi
A A A
JAKARTA - Sejumlah praktisi transportasi menyatakan, pemerintah semestinya mendorong perusahaan transportasi berbasis aplikasi (online) dan konvensional untuk berkolaborasi dibanding menerbitkan berbagai aturan yang tidak perlu. Kolaborasi dinilai akan menguntungkan semua pihak, termasuk konsumen.

Pengamat transportasi Azas Tigor Nainggolan mengatakan, pemerintah sejatinya tidak perlu merevisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek. “Harusnya jalankan saja seperti yang ada saat ini,” kata Tigor, Jakarta, Sabtu (25/3/2017).

Menurutnya, pengaturan tarif dan kuota transportasi online saat ini tidak relevan. Sebab, mekanisme yang berjalan di lapangan adalah hukum pasar. Masyarakat sebagai konsumen transportasi online akan memilih menggunakan moda yang nyaman dan murah.

Pengaturan tarif dan kuota hanya akan berimbas pada penurunan kualitas pelayanan transportasi. Karena itu, kolaborasi antara perusahaan transportasi online dengan konvensional sejatinya bisa menjadi solusi terhadap situasi saat ini. “Pendapatan pengemudi transportasi konvensional yang berkolaborasi dengan aplikasi online justru meningkat,” ujarnya.

Kolaborasi tersebut sejatinya dapat menggabungkan kelebihan dari masing-masing bisnis. Transportasi online yang merupakan perusahaan teknologi sangat mumpuni dalam hal inovasi aplikasi.

Sementara, perusahaan transportasi konvensional sangat berpengalaman dalam bisnis angkutan. Hasilnya, kolaborasi tersebut justru akan menguntungkan semua pihak.

Sebagai informasi, saat ini sejumlah perusahaan transportasi online di Jakarta sudah bekerja sama dengan transportasi konvensional. Contohnya, Go-Jek dan BlueBird yang melakukan kerja sama dalam lini bisnis GoCar. Ada pula Taksi Express yang berduet dengan Uber.

Menurut Tigor, pemerintah seharusnya cukup mengatur standar pelayanan minimum bagi transportasi. Standar ini harus berlaku secara nasional dan tidak boleh diserahkan kepada pemerintah daerah. “Standar aman di Jakarta dan Semarang harus sama,” kata Mantan Ketua Dewan Transportasi Jakarta ini.

Selama ini, kata dia, pemerintah justru tak menegakan standar pelayanan tersebut secara konsisten. Situasi inilah yang menjadi pemicu konsumen lebih banyak memilih transportasi online yang lebih nyaman.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan bahwa pemerintah pada prinsipnya ingin berkeadilan. Pemerintah akan mengatur transportasi, khususnya jenis taksi, baik online maupun konvensional secara adil agar tidak terjadi perang tarif yang berpotensi memicu konflik.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6473 seconds (0.1#10.140)