Anggaran dari Inggris Terhenti, Uni Eropa Limbung

Senin, 27 Maret 2017 - 19:02 WIB
Anggaran dari Inggris Terhenti, Uni Eropa Limbung
Anggaran dari Inggris Terhenti, Uni Eropa Limbung
A A A
BRUSSELS - Bagi Uni Eropa, Brexit alias keluarnya Inggris merupakan malapetaka. Karena kontribusi Inggris bagi anggaran Uni Eropa menjadi berhenti. Organisasi yang bermarkas di Brussels, Belgia ini, sekarang sedang kelimpungan bagaimana mengisi kekosongan anggaran yang telah ditinggalkan Inggris.

Karena itu, Uni Eropa pun membuat rancangan undang-undang untuk mendenda Inggris sebesar 60 miliar euro atau setara Rp861 triliun (estimasi kurs Rp14.364/EUR). Namun Negeri Ratu Elizabeth II menolak mentah-mentah untuk membayar denda.

Pada saat yang sama, anggota Uni Eropa telah memberitahu Brussels bahwa mereka tidak bersedia menaikkan iuran bagi organisasi untuk menstabilkan anggaran setelah keluarnya Inggris. Melansir dari CNBC, Senin (27/3/2017), Inggris memiliki peranan besar dalam anggaran Uni Eropa selama ini. Bahkan mereka merupakan salah satu kontributor utama untuk anggaran Uni Eropa.

Tahun 2014, Inggris Raya adalah penyumbang terbesar keempat untuk anggaran Uni Eropa, setelah Jerman, Prancis, dan Italia. Inggris Raya membayar 11,34 miliar euro dari total anggaran sebesar 116,53 miliar euro. Setahun kemudian, kontribusi Inggris terhadap Uni Eropa meningkat menjadi 18,20 miliar euro dari total anggaran 118,60 miliar euro.

UK UE

“Pada 2015, Inggris adalah tiga kontributor terbesar untuk anggaran Uni Eropa setelah Jerman dan Prancis. Memang Inggris adalah penerima terbesar keenam dari pengeluaran Uni Eropa, namun pangsa pengeluaran Uni Eropa diukur dalam persentase dari GNI, dimana Inggris hanya 0,30% alias yang terendah,” tulis dokumen yang disiapkan oleh anggota Parlemen Uni Eropa kepada CNBC.

Nah, anggaran ini menjadi penting untuk memulihkan kondisi Uni Eropa pasca krisis keuangan global 2008. Günther Oettinger, komisaris Uni Eropa asal Jerman mengatakan bahwa Jerman harus meningkatkan iurannya akibat dari Brexit.

Namun Sekretaris Negara untuk Menteri Keuangan Jerman, Jens Spahn menyatakan bahwa tidak ada mekanisme otomatis yang bisa memaksa Jerman untuk meningkatkan iuran mereka kepada Uni Eropa.

UK UE
Pendapat serupa juga datang dari Denmark. Menteri Keuangan Denmark Kristian Jensen kepada surat kabar Borsen, bahwa negaranya tidak akan membayar lebih anggaran ke UE, bahkan ia mengatakan negaranya justru ingin mengurangi iuran.

Seorang pejabat Uni Eropa yang enggan disebutkan namanya, menilai masalah anggaran menjadi hal berat bagi organisasi saat ini. “Saat ini Brexit mengakibatkan penurunan pendapatan dalam anggaran Uni Eropa. Hal ini harus ditangani dengan iuran yang lebih tinggi, penciptaan sumber pendapatan baru, mengurangi pengeluaran Uni Eropa atau kombinasi dari tiga pilihan itu,” katanya kepada CNBC.

Lantas kemana sejatinya larinya anggaran Uni Eropa? Dana Uni Eropa sebagian besar digunakan untuk memerangi terorisme, meningkatkan penciptaan lapangan kerja dan membangun proyek-proyek di negara-negara non-Uni Eropa. Kedua hal terakhir ini, menyebabkan sebagian besar warga Uni Eropa kesal dengan organisasi ini.

Calon Presiden Prancis Marine Le Pen mengatakan Uni Eropa sedang menuju ajal. “Uni Eropa akan mati karena orang tidak mau lagi (dengan mereka). Kerajaan arogan dan hegemonik itu ditakdirkan untuk binasa,” ujar Le Pen disambut sorak-sorai warga Paris, seperti dilansir Reuters, Senin (27/3/2017).

Ia mengatakan kebangkitan nasionalisme ekonomi di Eropa merupakan momen untuk mengalahkan kapitalisme global. Le Pen menyatakan bahwa sikap pro pasar bebas atau pro-Uni Eropa merupakan sebagai pengkhianatan terhadap negara. Terkait bergeloranya semangat anti-Uni Eropa, pejabat Uni Eropa mengatakan masih terlalu dini untuk menaksir masa depan mereka.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.9428 seconds (0.1#10.140)