Freeport sang Pemenang

Minggu, 07 Mei 2017 - 10:43 WIB
Freeport sang Pemenang
Freeport sang Pemenang
A A A
LANGKAH sejumlah pihak mengembalikan kekayaan mineral di tanah Papua bagi kemakmuran rakyat selalu berakhir pada kembalinya kepentingan PT Freeport Indonesia. Bak sebuah film drama seri, aksi para aktor di setiap rezim pemerintahan ending ceritanya selalu dimenangkan Freeport.

Seri terbaru, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan merevisi Peraturan Menteri (Permen) ESDM No 5 tahun 2017 tentang Peningkatan Nilai Tambah melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral dalam Negeri. Melalui beleid tersebut, perusahaan tambang pemegang kontrak karya seperti PT Freeport Indonesia bisa melenggang ekspor konsentrat dengan mengantongi izin usaha pertambangan khusus (IUPK) sementara.

Dalam aturan itu, perusahaan pertambangan bisa mengajukan permohonan IUPK kepada Menteri ESDM dan persetujuan akan dilakukan dengan dua cara. Pertama, memberikan IUPK operasi produksi hingga berakhirnya jangka waktu kontrak karya. Kedua, pemberian IUPK dalam jangka waktu tertentu untuk kelanjutan operasi.

Jadi, saat IUPK diterbitkan, perusahaan tambang masih dapat memegang ketentuan dalam KK serta dokumen kesepakatan lainnya dengan pemerintah. Setelah jangka waktu berakhir dan pemegang KK sepakat menerima IUPK, maka kontrak karya dan dokumen lainnya akan gugur dan tidak lagi berlaku. Namun, jika tidak tercapai kesepakatan dalam IUPK selama masa waktu tersebut maka perusahaan dapat kembali menggunakan kontrak karya hingga masa waktu berakhir.

Pakar Hukum Sumber Daya Alam (SDA) dari Universitas Tarumanegara Ahmad Redi menilai, revisi beleid tersebut menjadi bukti bahwa pemerintah kalah melawan kedigdayaan Freeport di Indonesia. Menurutnya, perubahan Permen ESDM Nomor 5 tahun 2017 tersebut menegaskan pemerintah selalu gagal bernegosiasi dengan raksasa tambang asal Amerika Serikat (AS) tersebut. Revisi ini juga menjadi bukti telah terjadi hasil negosiasi win-lose solution, dan pemerintah selalu berada di pihak yang kalah.

"Tradisi kalahnya pemerintah atas kehendak Freeport ini terjadi sejak ruang negosiasi muncul 2009 melalui ketentuan Pasal 169 huruf b UU Minerba. Dan, berkali-kali pemerintah di pihak yang kalah dan Freeport di pihak yang menang," ujarnya, saat berbincang dengan SINDOnews di Jakarta, Selasa (11/4/2017).

Dia mengatakan, Freeport selama ini tidak pernah mau mengikuti aturan pemerintah. Sementara pemerintah selalu mengakomodasi keinginan perusahaan tambang kelas kakap tersebut.

Gertakan arbitrase Freeport terbukti membuat pemerintah ciut. Revisi aturan yang mengakomodir kemauan Freeport tersebut tidak dibenarkan dalam rezim Undang-Undang (UU) Minerba. Keputusan pemerintah pun dinilai cacat hukum.

Pasalnya, relaksasi ekspor konsentrat merupakan hal yang dilarang dalam UU Minerba. Tak hanya itu, adanya dua rezim kontrak dan izin yang berbeda juga tidak dibenarkan dalam UU Minerba. "Atas kegiatan yang sama terdapat rezim kontrak dan izin pada saat bersamaan, juga tidak sesuai UU Minerba," tegasnya.

"Materi muatan Permen merupakan materi muatan UU atau Perppu. Artinya pembentukan tidak taat asas pembentukan peraturan perundang-undangan. Akhirnya, terbukti kembali bahwa heroisitas Menteri ESDM hanya semu belaka. Berkali-kali Kementerian ESDM tak berkutik melawan Freeport," kata Redi.

Sebelumnya, Anggota Komisi VII DPR RI Rofy Munawar menilai, keputusan pemerintah menerbitkan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) sementara kepada PT Freeport Indonesia dkk berpotensi menimbulkan diskriminasi industrial dan cacat hukum dalam pelaksanaannya.

IUPK sementara tersebut dikeluarkan pemerintah untuk memberikan dispensasi kepada Freeport agar tetap dapat melakukan ekspor konsentrat selama 8 bulan hingga 10 Oktober 2017. "Dalam UU minerba tidak dikenal istilah 'IUPK Sementara', karena hanya mengenal IUPK, KK dan IUP. Atas dasar regulasi apa pemerintah memberikan izin kepada PT FI?" dalam keterangan tertulis kepada SINDOnews.

Politikus PKS ini menyebutkan, sesungguhnya dengan keluarnya kebijakan IUPK sementara tidak ada jaminan pasti dari Freeport pada akhirnya akan mengikuti seluruh klausul yang diminta dalam negosiasi sebelumnya.

Kebijakan ini juga dipastikan akan menimbulkan pandangan adanya perbedaan perlakuan atau diskriminasi industrial dari Perusahaan yang sejenis seperti Freeport.

“Pemerintah tidak konsisten dan tegas dalam mendesak PT FI masuk ke negosiasi yang sesuai dengan ketentuan UU Minerba. Setidaknya kebijakan yang baru dikeluarkan ini menunjukan bahwa Pemerintah lemah dan tidak serius menegakan aturan yang ada,” tegasnya.

Menurutnya, IUPK sementara akan memberikan dampak bahwa telah terjadi ketidakpastian hukum dalam industri minerba di Indonesia. Selain itu, selama ini perusahaan yang berstatus KK menurut UU Minerba jika ingin tetap ekspor konsentrat maka harus mengubah dirinya menjadi IUPK.

Namun jika tetap dengan status yang sama maka harus taat pada ketentuan renegosiasi kontrak, di antaranya mampu membangun smelter atau pabrik pemurnian mineral di tahun 2017. "Dengan keluarnya IUPK sementara, sesungguhnya belum ada solusi permanen yang didapatkan dari proses negosisasi antara PT FI dengan pemerintah. Ini lebih terlihat hanya sebagai upaya ‘prematur’ untuk sekadar meredam gelombang PHK dan kerugian operasional PT FI," tandasnya.

Di pihak lain, Menteri ESDM Ignasius Jonan mengklaim, penerbitan aturan tersebut merupakan taktik pemerintah agar pemegang KK dapat berpindah menjadi IUPK. Sebab, jika tidak berpindah ke KK, mereka di masa akan datang tidak akan diizinkan ekspor konsentrat.

"Kalau dia enggak bangun smelter kita kembalikan karena kontrak karya itu haknya sampai masa konsensi. Kalau enggak mau kembalikan saja, enggak bisa ekspor, ya sudah gitu saja. Kok pusing. Pinter-pinteran akal itu kan," tukas Jonan.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono menerangkan, rekomendasi izin ekspor diberikan untuk satu tahun dengan kuota sebesar 1.113.000 ton. Rekomendasi telah diterbitkan pada 17 Februari 2017. "‎Ekspor konsentrat sudah dikeluarkan sesuai surat 17 Februari 2017, sebanyak 1.113.000 ton untuk satu tahun," katanya.

Selama delapan bulan ke depan, pemerintah dan Freeport juga akan melakukan perundingan untuk membahas mengenai stabilitas investasi, perpanjangan operasi, dan divestasi. Perpanjangan operasi sesuai peraturan diberikan selama 2x10 tahun.

"Perpanjangan operasi berdasarkan peraturan 2x10, yaitu 2021-2031 tahap pertama dan 2031-2041 tahap kedua. Logikanya kalau bicara divestasi apakah ada perpanjangan atau tidak. Kalau divestasi 51% kan tinggal berapa tahun lagi," ujarnya.

Dia memastikan, dalam perundingan tersebut pemerintah akan melibatkan pemerintah daerah, baik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua maupun Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mimika. Meskipun, beberapa waktu lalu pihaknya telah mendengarkan aspirasi langsung dari masyarakat Papua.

"Jadi ekspor mereka sudah bisa dan dengan bea keluar. Dan ingat, ‎ekspor masih dihubungkan dengan membangun smelter. Kalau dia masih ingin ekspor tentu harus bangun smelter," tandasnya.

Terbaru, CEO Freeport McMoRan Inc Richard C Adkerson telah mengunjungi Kantor Kementerian ESDM, Kamis (4/5/2017). Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Teguh Pamudji mengungkapkan, pertemuan ini membahas beberapa hal sebagai bekal pertemuan-pertemuan selanjutnya di masa depan. "Pak Menteri (Ignasius Jonan) langsung memberi arahan sebagai bekal tim perundingan pemerintah dan PT Freeport Indonesia," ujar Teguh.

Menurutnya, keberlangsugan operasi Freeport selambat-lambatnya harus sudah selesai pada Oktober 2017. Penyelesaiannya terkait dengan hal-hal yang berhubungan dengan operasi Freeport. "Pak Menteri berharap sudah selesai sekitar 1-2 bulan sebelum itu," kata Teguh.

Adapun perihal pembahasan yang akan menjadi bahan dalam pertemuan tersebut, pertama, soal jaminan stabilitas investasi jangka panjang yang diinginkan Freeport, yang terkait ketentuan fiskal dan perpajakan, baik pajak di pemerintah pusat maupun di daerah.

"Kedua, soal investasi Freeport. Ketiga, kelangsungan operasi Freeport pasca 2021. Dan, yang terakhir soal kewajiban membangun smelter. Kami meminta, keempat substansi harus dilaksanakan satu paket. Itu catatan kami di perundingan," jelas Teguh.

Dalam pertemuan tersebut hadir Menteri ESDM Ignasius Jonan, Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar, Sekjen Kementerian ESDM Teguh Pamudji, dan Dirjen Minerba Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono. Selain itu, hadir juga perwakilan dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), BKPM, Kejaksaan Agung, Pemprov Papua, Pemkab Papua, Masyarakat Adat Kamoro dan Amungme.
(dmd)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9428 seconds (0.1#10.140)