Diduga Rugikan Negara Rp650 M, Perpanjangan Kontrak JICT Diminta Diusut

Kamis, 18 Mei 2017 - 18:14 WIB
Diduga Rugikan Negara Rp650 M, Perpanjangan Kontrak JICT Diminta Diusut
Diduga Rugikan Negara Rp650 M, Perpanjangan Kontrak JICT Diminta Diusut
A A A
JAKARTA - Kasus perpanjangan kontrak Jakarta International Container Terminal (JICT) oleh investor Hong Kong, Hutchison Ports terus mendapatkan desakan untuk diusut tuntas, lantaran terindikasi merugikan negara Rp650 Miliar. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta turun tangan untuk segera mengusut tuntas segala bentuk pelanggaran

"Indikasinya jelas. Belum ada izin Menteri BUMN dan BPK menyatakan negara rugi Rp 650 miliar. Kenapa Hutchison tetap memaksakan investasi yang terang benderang busuk ini?" ujar Direktur Indonesia Port Watch (IPW) Syaiful Hasan lewat keterangan resmi di Jakarta, Kamis (18/5/2017).

Labih lanjut ia menduga ada upaya Hutchison sengaja menyesatkan penolakan perpanjangan JICT yang melanggar hukum yang dikaitkan dengan kesejahteraan karyawan. Ini menurutnya sekaligus mencederai logika penegak hukum di Indonesia.

"Tahun 1999, Hutchison dapat konsesi JICT dan Koja selama 20 tahun tanpa tender dan menikmati pasar Priok 80%. Saat ini kontrak diperpanjang lagi tanpa tender, bahkan konyolnya menabrak hukum dan merugikan negara," ungkap dia.

Syaiful membeberkan, dari dokumen pajak No 00064/WPJ.19/KP.0205/RIK.SIS/ 2015, ada dugaan kejahatan pajak dan upaya menikmati dividen gelap oleh Hutchison lewat pungutan biaya alih teknologi namun terbukti wanprestasi. Tambahan dividen ini dipungut melalui perusahaan kertas, Seaport BV yang 99% sahamnya dimiliki oleh Hutchison Port Indonesia dan 1% oleh Fable BV.

Pemerintah juga diminta harus cermat dalam melihat investasi Hutchison di Indonesia mengingat 20% sahamnya dimiliki juga oleh PSA Singapura. "Pasar Priok captive sementara Hutchison bersama PSA kuasai JICT, Koja dan NPCT-1. Bahkan Hutchison memiliki saham 51% di JICT. Jelas akan selalu ada benturan kepentingan investasi asing dan kepentingan nasional untuk efisiensi biaya logistik," paparnya.

Menurut dokumen konsesi JICT jilid I, membeberkan siapa yang terlibat dalam menjembatani Hutchison masuk ke Indonesia. "Gita lewat Goldman Sachs berhasil memasukkan Hutchison di Indonesia. Bahkan Maman berhasil duduk sebagai CEO di JICT dan Koja. Banyak catatan pembayaran rahasia yang mencurigakan," ungkap dia.

Semua bukti hukum dari BPK dan DPR, tutur Syaiful, membuat KPK tidak sulit mengusut kasus yang sudah mulai diupayakan sejak 2012 atau 7 tahun sebelum kontrak JICT jilid I usai.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4093 seconds (0.1#10.140)