Kenaikan Tarif Cukai Tembakau Bisa Jadi Bumerang

Senin, 05 Juni 2017 - 10:47 WIB
Kenaikan Tarif Cukai Tembakau Bisa Jadi Bumerang
Kenaikan Tarif Cukai Tembakau Bisa Jadi Bumerang
A A A
JAKARTA - Pemerintah diminta mengkaji ulang kenaikan tarif cukai tembakau. Pasalnya, kebijakan ini dinilai justru menghambat kinerja industri rokok yang akhirnya menyebabkan banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK).

Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan dan Minuman (FSP RTMM) Sudarto menyayangkan kurang matangnya kebijakan pemerintah. Dia menilai kenaikan cukai yang berlebihan dapat menjadi bumerang bagi pemerintah.

"Pada kuartal 1 tahun 2017, realisasi penerimaan bea dan cukai hanya Rp29,4 triliun. Lebih rendah dibanding periode yang sama tahun lalu," katanya di Jakarta, Senin (5/6/2017).

Dia mengatakan, dari data Kementerian Perindustrian, pada 2005 terdapat sekitar 7.000-an produsen rokok. Namun saat ini, tinggal 724 pabrik, itupun tidak jelas apakah masih berproduksi atau hanya fiktif.

Tak hanya itu, Sudarto menyebut, kenaikan cukai rokok juga memangkas tenaga kerja dalam jumlah besar. Sebanyak 32.727 anggota FSP RTMM kehilangan pekerjaan dari 2012 hingga 2016. Sedangkan yang tidak tergabung dalam federasinya bisa mencapai 70 ribu orang.

“Pekerja jadi korban. Jumlahnya pekerja rokok merosot tajam. Rata-rata pekerjanya berpendidikan rendah, sehingga kalaupun ada lapangan pekerjaan, mereka tidak akan bisa tersalurkan,” imbuh dia.

Sementara Anggota Komisi XI Donny Priambodo mengatakan, selama ini tembakau menyumbang sekitar 95%, atau yang terbesar bagi cukai negara. Sayangnya dalam 4 tahun terakhir, industri rokok stagnan dan bahkan mengalami penurunan 2% tahun lalu.

“Tentunya ini mempengaruhi penerimaan negara, dan mengancam kelangsungan industri. Dengan kata lain, penyerapan tenaga kerja,” ujar Donny.

Politisi Nasdem itu menekankan tidak ingin ada pemangkasan pekerja rokok. Sebab itu, kenaikan cukai harus dipertimbangakan dengan bijak dan memperhatikan keadaan industri. Sehingga penerimaan negara tetap terjaga, dan industri tidak gulung tikar.

Lebih lanjut Ia meminta pemerintah memperhatikan kondisi ekonomi dan industri, sehingga tidak ada kenaikan berlebihan. Pemangku kebijakan juga harus memberi peta jalan (roadmap) kepada industri.

Jika alasannya untuk menambah penerimaan negara, Donny menyarankan seharusnya pemerintah menambah barang kena cukai lain. Sebab objek cukai Indonesia masih sedikit jika dibandingkan negara lain.

“Selain menambah barang kena cukai, pemerintah sudah bisa melakukan simplifikasi atau penyederhanaan struktur cukai. Dengan adanya penyederhanaan struktur cukai, optimalisasi penerimaan cukai bisa dimaksimalkan,” pungkasnya.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4415 seconds (0.1#10.140)