Diana Dewi, Menjadi Pengusaha Daging Setelah Beribadah Haji

Sabtu, 24 Juni 2017 - 22:02 WIB
Diana Dewi, Menjadi Pengusaha Daging Setelah Beribadah Haji
Diana Dewi, Menjadi Pengusaha Daging Setelah Beribadah Haji
A A A
SUHU dingin minus 22 derajat Celsius langsung menyengat saat memasuki cold storage PT Suri Nusantara Jaya di kawasan industri Lippo Cikarang, Jawa Barat. Sebanyak 30.000 ton paket daging, baik sapi dan kerbau, dengan label seperti Frigsa dan Al-Tamam tersusun dengan apik. Suhu beku ini agar daging tetap higienis dan awet tanpa kehilangan nutrisinya.

Wakil Gubernur DKI Jakarta terpilih, Sandiaga Uno saat menghadiri peninjauan stok daging menjelang Idul Fitri, menyatakan kagum kepada Chief Executive Officer PT Suri Nusantara Jaya, Diana Dewi. “Fasilitas cold storage milik ibu benar-benar kelas dunia,” pujinya.

Bersama dengan Perum Bulog, PT Suri Nusantara Jaya (SNJ) turut menjaga pasokan daging untuk mencapai stabilisasi harga pangan. Tidak hanya itu, SNJ dengan toko dagingnya bernama Toko Daging Nusantara, juga melakukan operasi pasar kepada masyarakat dengan harga miring, untuk membantu masyarakat memenuhi kebutuhan daging selama Ramadan dan Idul Fitri.

Harga daging beku dijual Rp75.000 per kilogram, jauh di bawah harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan Pemerintah, sebesar Rp80.000 kilogram. Dan untuk harga daging sapi segar sekitar Rp90.000-Rp95.000 per kilogram, sangat terjangkau dibanding di pasaran seharga Rp110.000-Rp120.000 per kilogram.

Bagi Diana Dewi, terjun ke usaha daging bukan sekadar mengejar bisnis semata. “Daging ini sudah masuk ke bahan pokok yang menyangkut hajat hidup orang banyak,” ujarnya.

Diana Dewi, Menjadi Pengusaha Daging Setelah Beribadah Haji


Perempuan kelahiran Jakarta, 27 Juli 1965 ini, menuturkan awal usahanya berbisnis daging setelah beribadah haji pada pengujung tahun 1995. Saat itu, Diana masih bekerja di salah satu perusahaan pakan ternak ternama, dengan jabatan sales manager.

“Waktu itu saya cuti ingin ibadah haji. Namun atasan saya tidak mendukung dan tidak menandatangani cuti saya. Ia membolehkan saya pergi haji tapi saya tidak mendapatkan gaji. Padahal itu hak saya. Hal ini yang melatari saya untuk berusaha sendiri. Saat ibadah haji, saya berdoa ingin punya pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan dan keinginan saya,” ceritanya kepada SINDOnews, Kamis (22/6/2017).

Setelah beribadah haji, Diana lalu keluar dari tempatnya bekerja dan membuka usaha daging. Awalnya, ibu dua anak ini membuka usaha daging di garasi mobil di rumahnya di Cilangkap, Jakarta Timur. Seiring perjalanan waktu, dia menghubungi teman-temannya yang merupakan supplier sembako. Banyak yang membantu. Kemudian, Diana memiliki modal untuk mengembangkan usaha daging.

Pertengahan 1997, ia mendapatkan tawaran kerja dari perusahaan Australia yang ingin bisnis sapi di Indonesia. Namun, krisis multidimensi 1998, membuat perusahaan Australia tersebut batal untuk menanamkan modalnya di Tanah Air. Saat itu, kurs rupiah dengan cepat terjun bebas terhadap dolar Amerika Serikat, hingga mencapai Rp15.000 per dolar.

Meski demikian, Diana banyak belajar dari sana dan membuatnya bisa membaca pasar. Tahun 1998, ia pun mendirikan PT Suri Nusantara Jaya. Setahun berselang, Diana membangun cold storage di Jakarta. Usahanya pun terus berkembang. Bisnis importir daging sapi pun mulai dijalaninya sejak tahun 2012.

Saat harga daging sapi melambung tinggi di atas daya beli masyarakat pada 2013, Diana membuka Toko Daging Nusantara di Kranggan, Bekasi. Ia menjual secara ritel untuk memenuhi kebutuhan daging masyarakat dengan harga terjangkau.

Diana Dewi, Menjadi Pengusaha Daging Setelah Beribadah Haji


Toko yang memiliki area 800 meter persegi ini, terdiri dari dua bangunan, yaitu sebuah toko dengan dua lantai dan gudang penyimpanan. Pantauan SINDOnews ketika mengikuti operasi pasar pada Kamis (22/6), ribuan warga Kranggan dan sekitarnya antre untuk membeli daging.

Selain di Kranggan, Diana kini memiliki enam gerai Toko Daging Nusantara yang terletak di Joglo, Jatiwaringin, Pondok Gede, Depok, dan Cirebon. Menurut Diana, di hari biasa, rata-rata pembeli di tokonya mencapai 300 orang dan omzet tokonya mencapai Rp40 juta per hari per toko.

Perkembangan pesat PT Suri Nusantara Jaya sebagai importir dan distributor daging pun kian dikenal khalayak. Pada April 2016, harga daging sapi mengalami lonjakan hebat. Presiden Joko Widodo lantas meminta agar harga daging sapi sebesar Rp80.000 kilogram. Namun, keingin Jokowi saat itu sulit terlaksana. Akhirnya Jokowi menugaskan Bulog untuk mengimpor daging.

Mendapat titah Kepala Negara, Bulog mengundang para importir untuk mewujudkan keinginan Presiden. Tetapi saat itu, hanya PT Suri Nusantara Jaya yang bersedia bersinergi dengan Bulog untuk menjual daging beku dengan harga Rp80.000 per kilogram.

Dan mulai saat itu, kerja sama Bulog dan PT Suri Nusantara Jaya terjalin. Agustus 2016, Bulog mendapat tugas menjadi importir daging kerbau. Kemitraan keduanya pun semakin sinergi. Tahun 2016 pula, PT Suri Nusantara Jaya membangun cold storage di kawasan industri Lippo Cikarang, dengan investasi Rp160 miliar. Fasilitas yang memiliki area 2,5 hektare ini memiliki kapasitas 30.000 ton. Sebanyak 10.000 ton merupakan pasokan milik Bulog yang menyewa kepada SNJ.

Ketua Komite Daging Sapi Jakarta Raya, Sarman Simanjorang mengatakan apa yang dilakukan PT Suri Nusantara Jaya dan Bulog dalam menjaga pasokan daging turut membantu gerakan stabilisasi harga yang dicanangkan Pemerintah.

Namun, kesuksesan ini tidak membuat Diana cepat berpuas diri. Ia ingin berekspansi membuat toko daging dan olahan. Tahun depan, ia merencanakan membangun 14 gerai toko daging dan olahan. “Jika kebutuhan banyak, maka saya buat pabrik olahan daging seperti bakso dan sosis,” terangnya.

Saat ini, sambung Diana, olahan dagingnya masih bersifat home industry. Dengan kegigihannya membangun usaha daging, Diana ingin agar harga daging di Indonesia rasional dan terjangkau banyak masyarakat. Sehingga konsumsi daging di Indonesia bisa meningkat.

Data Kementerian Perdagangan menyatakan konsumsi daging di Tanah Air pada 2017 hanya 2,9 kilogram per kapita per tahun. Sangat tertinggal dari negara tetangga seperti Filipina yang sudah 7 kilogram per kapita per tahun dan Malaysia yang 9 kilogram per kapita per tahun.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4025 seconds (0.1#10.140)