Revisi Aturan Cost Recovery Akhirnya Rampung

Rabu, 05 Juli 2017 - 15:24 WIB
Revisi Aturan Cost Recovery Akhirnya Rampung
Revisi Aturan Cost Recovery Akhirnya Rampung
A A A
JAKARTA - Pemerintah akhirnya merampungkan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 tahun 2010 tentang Biaya Operasi Yang Dapat Dikembalikan (Cost Recovery) dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha HuIu Minyak dan Gas Bumi. Hal ini dengan pertimbangan untuk meningkatkan penemuan cadangan minyak dan gas bumi nasional dan menggerakkan iklim investasi, serta lebih memberikan kepastian hukum pada kegiatan usaha hulu migas.

Seperti dikutip dalam laman Setkab, pada 15 Juni 2017, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani PP Nomor 27 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas PP Nomor 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi Yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha HuIu Minyak dan Gas Bumi.

Dalam PP ini pemerintah menegaskan, bahwa Kontraktor wajib membawa modal dan teknologi serta menanggung risiko dalam rangka pelaksanaan operasi perminyakan berdasarkan Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada suatu Wilayah Kerja. Selain itu, seluruh barang dan peralatan yang dibeli oleh Kontraktor dalam rangka Operasi perminyakan menjadi barang milik negara yang pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah dan dikelola oleh SKK Migas.

Guna meningkatkan produksi, mendukung pertumbuhan ekonomi dan menjamin adanya penerimaan negara, menurut PP ini, Menteri menetapkan besaran dan pembagian FTP (First Tranche Petroleum). Sedangkan untuk mendorong pengembangan Wilayah Kerja, Menteri dapat menetapkan bentuk dan besaran Insentif Kegiatan Usaha Hulu.

“Terhadap Insentif Kegiatan Usaha Hulu berupa Imbalan DMO Holiday, Menteri dapat menetapkan insentif tersebut setelah mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan,” bunyi Pasal 10 ayat (3) PP ini seperti dikutip di Jakarta, Rabu (5/7/2017).

Sementara di ayat berikutnya disebutkan, dalam rangka membantu keekonomian Kegiatan Usaha Hulu, Menteri Keuangan memberikan insentif perpajakan dan insentif penerimaan negara bukan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain itu, PP ini juga menegaskan, bahwa Menteri dapat menetapkan besaran bagi hasil yang dinamis (sliding scale split) pada Kontrak Kerja Sama.

Menurut PP ini, biaya operasi yang dapat dikembalikan dalam penghitungan bagi hasil dan Pajak Penghasilan harus memenuhi persyaratan: dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan terkait langsung dengan kegiatan Operasi Perminyakan di Wilayah Kerja Kontraktor yang bersangkutan di Indonesia.

Menggunakan harga wajar yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa; pelaksanaan Operasi perminyakan sesuai dengan kaidah praktek bisnis dan keteknikan yang baik; kegiatan operasi perminyakan sesuai dengan Rencana Kerja dan Anggaran yang telah mendapatkan persetujuan Kepala SKK Migas.

PP ini juga mengatur mengenai jenis biaya operasi yang tidak dapat dikembalikan dalam penghitungan bagi hasil dan Pajak Penghasilan, yang di antaranya meliputi: biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi dan/atau keluarga dari pekerja, pengurus, pemegang Participating Interest, dan pemegang saham; pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali biaya penutupan dan pemulihan tambang yang disimpan pada rekening bersama SKK Migas dan Kontraktor dalam rekening bank umum Pemerintah Indonesia yang berada di Indonesia; dan; harta yang dihibahkan.

“Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal II ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor: 27 Tahun 2017, yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 19 Juni 2017 itu.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6024 seconds (0.1#10.140)