Ketidakpastian Global Masih Membatasi Gerak Ekonomi Nasional

Kamis, 03 Agustus 2017 - 00:08 WIB
Ketidakpastian Global Masih Membatasi Gerak Ekonomi Nasional
Ketidakpastian Global Masih Membatasi Gerak Ekonomi Nasional
A A A
JAKARTA - Peningkatan ketidakpastian ekonomi global menurut Ekonom dan pengajar senior Universitas Gadjah Mada (UGM) A Tony Prasetiantono membuat kondisi makro di tanah air masih belum dapat menggerakkan ekonomi sektor riil. Menurutnya ekonomi sektor riil nasional membutuhkan keyakinan terhadap sistem perekonomian dan pemerintahan.

Lebih lanjut Ia menerangkan ketidakpastian masih dirasakan hingga saat ini, usai terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS, konflik Timur Tengah, hingga harga minyak dunia yang fluktuatif. Kondisi ini turut berdampak pada sektor riil perekonomian nasional yang kontradiktif dengan makro ekonomi yang tercatat kondusif, bahkan lebih baik dibandingkan beberapa negara lain.

”Ekonomi AS masih belum stabil dan tidak bisa diprediksi kedepannya. Dalam situasi ketidakpastian, maka respons yang dilakukan masyarakat adalah lebih baik tahan diri. Hal ini tidak baik bagi ekonomi, karena mengerem konsumsi. Itulah alasan kenapa penjualan barang-barang konsumer turun," kata Tony di Hotel Ritz Carlton, Jakarta Selatan, Rabu (2/8).

Dia mengatakan harga minyak mentah dunia sangat fluktuatif. Pada 2007, harga minyak mentah mencapai USD70, lalu setahun berikutnya, bisa menjadi dua kali lipat yaitu sebesar USD147. Saat harga minyak naik dua kali lipat, Tony menuturkan, banyak ekonom yang memprediksi harga minyak mentah bakal menyentuh USD200. Namun yang terjadi, dikatakan Tony, malah sebaliknya. Harga minyak terus merosot, bahkan pada Februari 2016, harga minyak hanya USD27.

Makin berjalan, harga minyak yang fluktuatif tak kunjung usai. Ketidakpastian harga minyak, hanya sekelumit contoh dari gamangnya ekonomi global. Tony, mengatakan, ketidakpastian ini membuat masyarakat cenderung menahan konsumsi.

Akibatnya, lanjut dia, masyarakat lebih memilih untuk menempatkan uangnya di bank. Imbasnya, sektor perbankan mulai kelebihan likuiditas, Dana Pihak Ketiga (DPK) pun meningkat. Namun, yang perlu dicermati menurut Tony adalah pertumbuhan pinjaman atau loan growth yang hanya tumbuh single digit.

“Oleh karena itu, untuk memulihkan kondisi ini, Tony mengatakan Pemerintah perlu memupuk kembali kepercayaan masyarakat. Dengan demikian, mereka tidak ragu untuk mengalokasikan uangnya untuk keperluan konsumsi.Kuncinya keyakinan konsumen dan kepercayaan," ujar dia.

Lebih lanjut dia menyebut pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga kuartal I 2017 tercatat sebesar 5,01% secara tahunan (yoy). Adapun Bank Indonesia (BI) menargetkan pertumbuhan ekonomi hingga akhir tahun ini berada pada kisaran 5 sampai 5,4% (yoy).

Namun pertumbuhan ekonomi yang mencapai 5 % tersebut sebenarnya bukan angka yang baik bagi Indonesia. Namun, angka ini lebih baik dibandingkan banyak negara, termasuk di kawasan."Pertumbuhan ekonomi kita 5 % itu tidak baik, tapi kalau dibandingkan negara-negara lain yang menderita 5 % itu baik," ujar

Tony menjelaskan, angka pertumbuhan ekonomi 5 % sebenarnya memang tidak jelek. Akan tetapi, bagi Indonesia, angka pertumbuhan ekonomi sebenarnya bisa mencapai 6 hingga 7%.

Mengapa demikian? Pria yang juga menjabat Komisaris Independen PT Bank Permata Tbk tersebut menuturkan, ketika pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 7 %, maka semua angkatan kerja baru bisa diserap oleh kegiatan perekonomian.

Apabila pertumbuhan ekonomi kurang dari 7 %, ada beberapa dugaan yang terjadi. Pertama, tingkat pengangguran Indonesia bisa jadi meningkat. Kedua, tenaga kerja terserap, namun tidak di sektor formal melainkan sektor informal."Jadi, jual bakso, soto, sate. Kondisi serapan tenaga kerja ke sektor informal yang terlalu banyak itu tidak baik," jelasnya.

Ceramah ekonomi tersebut merupakan dedikasi PermataBank untuk masyarakat. Memasuki tahun ke-4 acara Wealth Wisdom, Permata Bank berinovasi kembali dengan mengusung tema ”3 Season of Wealth”. Konferensi Wealth Management ini diadakan pada 2-3 Agustus 2017, bertempat di Ritz Carlton Pacific Place, Jakarta.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4351 seconds (0.1#10.140)