Produktivitas Garam di Pantura Diprediksi Mulai Naik

Sabtu, 05 Agustus 2017 - 05:08 WIB
Produktivitas Garam di Pantura Diprediksi Mulai Naik
Produktivitas Garam di Pantura Diprediksi Mulai Naik
A A A
SEMARANG - Produktivitas petani garam di wilayah Pantura, Jawa Tengah, diprediksi segera mengalami kenaikan, menyusul kondisi cuacara yang cukup mendukung sejak awal bulan Agustus ini. Kondisi cuara saat ini cukup panas dan sejak awal bulan tidak ada hujan.

Kondisi cuaca seperti inilah yang ditunggu-tunggu para petani garam. Hal ini berbeda dengan dua bulan terakhir, dimana meskipun bulan kemarau, masih tetap terjadi hujan sekali dalam seminggu atau sekali dua minggu.

Ketua KUB petani garam Kabupaten Jepara, Laviq mengatakan, di bulan Juli lalu, setiap dua minggu sekali turun hujan. Otomatis petani garam hanya memperbaiki lahannya. Dan baru seminggu kemudian bisa panen lagi.

Oleh karena itu, lanjutnya, pada bulan Juli terjadi kelangkaan garam di pasaran, karena petani garam mengalami gagal panen setiap kali turun hujan. Para petani juga enggan menggarap sawah garam mereka karena khawatir turun hujan.

Ia menyebutkan, produktivitas garam pada bulan Juli lalu hanya 200 kg per sawah garam, padahal pada saat kemarau biasanya produktivitas bisa mencapai 1 ton per harinya. "Saat ini memasuki Agustus dan September sedang panas-panasnya. Dan ini sudah mulai panen," katanya, Jumat (4/8/2017)

Oleh karena itu diprediksi, dalam dua bulan ini, produktivitas garam akan mulai melimpah dan harga garam bisa ditekan. Namun, saat ini petani garam justru dipusingkan dengan rencana pemerintah yang akan melakukan impor garam dari Australia.

Dikhawatirkan, pada saat garam impor datang bersamaan dengan melimpahnya panen garam ditingkat petani garam lokal, harga garam akan jatuh. Karena itu, para petani garam berharap impor garam yang dilakukan oleh pemerintah terbatas saja. Dan harganya disesuaikan dengan dengan harga garam lokal.

"Petani garam saat ini agak sedikit resah, ketakutan nanti kalau garam petani tidak laku. Soalnya impor masuk, harga garam anjlok dari petani. Oleh karena itu, kami mohon pada pemerintah, silakan impor garam tapi jangan seluruhnya. Harga juga disesuaikan dengan harga petani garam," jelasnya.

Ia menyebutkan, saat ini harga garam Rp4.300 per kilogram dari petani ke pedagang. Standarnya adalah Rp500 per kilogram pada saat panen raya atau di musim kemarau.

Pemilik pabrik garam di Kabupaten Pati, Kris saat dihubungi mengaku, sampai saat ini pasokan garam dari tempat produksinya untuk garam krosok dihargai Rp4.000. Padahal biasanya hanya Rp500 per kilogramnya. Sedangkan untuk garam beryodium dihargai Rp21.000. "Kenaikan itu lantaran terbatasnya stok garam. Dari petani pasokan masih sangat sedikit," ujarnya.

Secara terpisah, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Tengah Lalu M. Syafriadi mengatakan, Jawa Tengah sebagai provinsi terbesar kedua produksi garam di Indonesia, setelah Jawa Timur. Ia menyatakan, produksi garam di Jateng saat ini sedang mengalami penurunan hingga 10%. Padahal tahun 2015 produksi garam Jateng bisa mencapai 832 ribu ton/per tahun.

Menurut dia, merosotnya produktivitas garam di Jateng lebih karena produsen kekurangan bahan baku dan gagal panen di sentra-sentra tambak garam. "Dengan merosotnya produksi garam Jawa Tengah maka berpengaruh pada permintaan di masyarakat dan mengakibatkan ketidakseimbangan permintaan pasar," katanya.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4706 seconds (0.1#10.140)