Koperasi Solusi Karut Marut Sistem Logistik Pangan Nasional

Minggu, 06 Agustus 2017 - 20:20 WIB
Koperasi Solusi Karut Marut Sistem Logistik Pangan Nasional
Koperasi Solusi Karut Marut Sistem Logistik Pangan Nasional
A A A
JAKARTA - Melambungnya harga garam yang terjadi saat ini dan sebelumnya harga daging serta cabai juga mengalami kenaikan, menunjukkan bahwa sistem logistik dan distribusi komoditas karut-marut.

"Ada kesalahan dalam sistem logistik dan distribusi nasional. Amanah undang-undang tidak dijalankan secara konsisten. Ditambah ada permainan yang dimainkan sekelompok pedagang yang kemungkinan tahu tentang kebijakan pemerintah terkait kelangkaan sejumlah komoditas," ujar Ketua Harian Dekopin Agung Sudjatmoko, Jakarta, Minggu (6/8/2018).

Menurutnya, negara melalui pelaku usaha koperasi, dulu berhasil membangun swasembada pangan. Dampaknya, Indonesia dari negara pengimpor beras terbesar beralih ke pengekspor beras karena surplus.

Pemerintah saat itu memberikan kebijakan jelas kepada koperasi untuk penyangga hasil panen, pemerintah memberikan subsidi pupuk ke petani, membangun infrastruktur irigasi dan menugaskan Bulog untuk pengendali logistik dan distribusi beras.

Agung menuturkan, masuknya IMF telah mengubah kebijakan yang melemahkan kebijakan pemerintah membangun swasembada pangan nasional. Hal itu karena subsidi di hapus, monopoli dihilangkan dan berbagai kebijakan yang justru melemahkan peran pemerintah membangun basis pangan dan pengendalian distribusi pangan rakyat.

"Kebijakan ini sangat merugikan baik bagi rakyat maupun gerakan koperasi yang saat itu dilakukan KUD. Kesalahan itu baru terbukti setelah 20 tahun pasca tumbangnya orde baru. Padahal sebagai bangsa tidak harus mengubah semua kebijakan yang ada saat itu jika masih menguntungkan rakyat dan memberikan perlindungan kpada pemenuhan kebutuhan dasar bagi masyarakat," tutur dia.

Sekarang garam mahal, kerena pemerintah tidak memberdayakan petani garam, melalui intensifikasi dan ekstensifikasi serta membina mereka dalam wadah koperasi petani garam.

"Petani seolah dibiarkan saat panen dipermainkan para tengkulak. Sehingga, harga jatuh yang sangat merugikan petani garam," katanya.

Rantai produksi garam dilakukan oleh pasar jelas merugikan petani jika mereka sendiri-sendiri membuat garam, bahkan tidak sedikit karena keterbatasannya petani garam mengijonkan produksi garamnya kepada tengkulak karena tidak ada lembaga pembiayaan yang memberikan layanan kepada petani garam belum panen.

Agung mengatakan, dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada, maka momentum gejolak harga garam ini harus dijadikan titik awal untuk menbangun swasembada garam berbasis pada produk garam rakyat dan menjadikan koperasi sebagai penyangga hasil produk garam rakyat tersebut.

"Sistem memerankan koperasi pembuat garam sebenarnya mudah. Petani garam membuat garam, hasilnya dibeli petani dengan standar harga ekonomi yang layak, terus koperasi membuat produksi garam olahan baik untuk konsumsi maupun untuk industri," jelasnya.

Selain itu, bisa juga koperasi bekerja sama dengan pabrik garam mengolah lebih lanjut garap produk petani garam, yang sekaligus mendistribusikan garam sampai ke pelosok daerah sehingga terjadi stabilitas pasokan dan harga garam.

Melali koperasi karena berkumpulnya petani garam di koperasi memudahkan pembinaan dan pengembangan petani garam. Sebab, koperasi adalah wadah ekonomi bersama yang segala sesuatunya diputuskan secara bersama.

Koperasi juga merupakan wadah usaha bersama yang dibangun kesamaan kepentingan usaha dan sosial budaya. "Tetapi di tubuh koperasi yang sama juga sebagai perusahaan yang harus dikelola sebaik mungkin sama dengan perseroan terbatas," ujarnya.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4744 seconds (0.1#10.140)