Pengusaha Ritel Diingatkan Tak Remehkan Era Digitalisasi

Kamis, 10 Agustus 2017 - 04:14 WIB
Pengusaha Ritel Diingatkan Tak Remehkan Era Digitalisasi
Pengusaha Ritel Diingatkan Tak Remehkan Era Digitalisasi
A A A
JAKARTA - Pengusaha ritel konvensial diingatkan untuk tidak meremehkan kemajuan era digitalisasi, jika tidak ingin usahanya tergerus. Berdasarkan data dari Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia (Aprindo), terjadi penurunan penjualan untuk April tumbuh 4,1% dan Mei hanya 3,6%.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang PS Brodjonegoro menceritakan, sempat mendapatkan keluhan dari pengusaha retail bahwa saat ini pertumbuhan sedang lesu, toko sepi ketika daya beli masyarakat diterangkan menyusut. Kepada pengusaha itu, Ia menanyakan tentang perkembangan usaha retail online serta pengaruhnya.

"Saya tanya ke dia, retail onlinenya bagaimana, dan dia bilang, 'Ah online cuma 1% (pertumbuhannya).’ Saya tanya lagi datanya dari mana? Dia bilang enggak punya karena susah dapatnya," ujarnya di kantor BI, Jakarta.

Lantas, Bambang mengambil kesimpulan jika pengusaha macam ini, merupakan pengusaha retail yang tidak peka terhadap situasi kemajuan era digitalisasi yang justru bisa membahayakan kelangsungan usahanya. Dunia usaha yang model bisnisnya konvensional tidak bisa menganggap remeh lagi perkembangan bisnis online dengan kemajuan era teknologi sekarang ini.

"Menurut saya pengusaha ngomong gitu bukan jadi pengusaha yang berdaya saing, jangan-jangan ini malah pengusaha bakal ketinggalan nantinya," ujarnya.

Dia pun melanjutkan, sebenarnya kondisi pertumbuhan ritel konvensional bukan hanya menurun di Indonesia. Di Negeri Paman Sam -julukan Amerika Serikat-, ujar Bambang pertumbuhan retailnya juga turun seperti sekarang ini, toko buku terkenal di Washington hanya tinggal satu outlet-nya. Selain itu, hampir sektor retail di AS juga menutup outlet-nya.

Namun, ujar dia ada yang membedakan daya pikir pengusaha AS dan Indonesia, di mana mereka tidak berpikiran penurunan pertumbuhan retail disebabkan daya beli masyarakat menurun. "Kalau alasan kayak gitu bisa diketawain. Tapi mereka cerdas, mereka tahu bahwa yang terjadi adalah pergeseran yang masif dari belanja fisik jadi belanja online," ujarnya.

Guna menyikapinya, perusahaan retail terkenal Wal-Mart Stores pun memutuskan untuk menjual 30% barangnya secara online. Dengan ditopang online, sampai sekarang perusahaan ini bisa bertahan di tengah persaingan bisnis online dan offline. "Dia tahu tren ke online, tapi dia tahu keahlian bisnis retail, sehinggga bisa mengawinkan keahlian dan masa depan. Kalau yang tidak ikuti langsung tutup," tandasnya.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5107 seconds (0.1#10.140)