PGN Tidak Yakin Harga Gas Impor Lebih Murah dari Domestik

Kamis, 07 September 2017 - 17:47 WIB
PGN Tidak Yakin Harga Gas Impor Lebih Murah dari Domestik
PGN Tidak Yakin Harga Gas Impor Lebih Murah dari Domestik
A A A
BOGOR - Wacana impor gas kembali menyeruak. Karena data neraca gas nasional menyebut tahun 2019, Indonesia mengalami defisit gas. Lantas apakah harga gas impor akan lebih terjangkau dari domestik? PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) tidak yakin harga gas impor akan lebih murah untuk industri nasional, dibanding harga gas yang diproduksi di dalam negeri.

PGN bahkan memprediksi harga gas impor berpotensi lebih tinggi dibanding harga gas domestik. Division Head Corporate Communication PGN Dessy Anggia mengatakan, meski harga gas di luar negeri hanya sekitar USD3 per MMBTU namun adalah harga gas di tingkat hulu (landed price).

"Apa impor harganya akan lebih murah? Hitungannya (harga gas) USD3 per Million Metric Britisih Thermal Unit itu di hulu," katanya dalam acara Forum Diskusi Forwin di Cisarua, Bogor, Kamis (7/9/2017).

Sementara, jika gas tersebut akan dikirim ke Indonesia maka perlu dicairkan terlebih dahulu (liquidfaction). Kemudian ada ongkos pengiriman (shipping).

Dia mencontohkan, impor gas dari Amerika Serikat (AS) ongkos kirimnya sekitar USD2,5 per MMBTU. Kemudian, gas yang masih cair tersebut diregasifikasi dengan ongkos sekitar USD1,5 per MMBTU. Setelah itu ada ongkos transmisi dan distribusi yang masing-masing sekitar USD1,5 per MMBTU.

"Jadi ya ke end user sekitar USD11. Jadi hitungannya masih lebih mahal dari harga gas domestik," imbuh dia.

Tidak hanya itu, Dessy juga mengklaim bahwa harga gas di Indonesia di tingkat hulu sejatinya tidak terlampau tinggi, yaitu USD5-USD6 per MMBTU. Harga ini tidak jauh beda dengan harga gas di London yang sekitar USD4,63 dan Belgia USD4,87.

"Perbandingan harga jual gas di kawasan, di Indonesia masih di bawah rata-rata kawasan, termasuk China sampai USD20. Biaya infrastruktur, Indonesia pada dasarnya masih di bawah coverage. Tapi biaya regasifikasi lebih tinggi dari yang lain. Ini soal tingkat pemanfaatan, belum optimum dan pemanfaatan masih rendah sehingga regasifikasi masih tinggi," pungkasnya.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5306 seconds (0.1#10.140)