Divestasi 51% Saham Freeport Berpotensi Tak Dapat Direalisasikan

Kamis, 14 September 2017 - 19:36 WIB
Divestasi 51% Saham Freeport Berpotensi Tak Dapat Direalisasikan
Divestasi 51% Saham Freeport Berpotensi Tak Dapat Direalisasikan
A A A
JAKARTA - Boleh-boleh saja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berhasil membuat kesepakatan dengan PT Freeport Indonesia atas divestasi 51% saham. Namun, banyak kalangan menilai divestasi tersebut berpotensi tidak dapat direalisasikan.

"Menurut saya divestasi kali ini cacat. Berpotensi tidak dapat direalisasikan karena bertentangan dengan Undang-undang Minerba," ujar Direktur Eksekutif Collegium Juris Institute, Ahmad Redi dalam diskusi di Universitas Pancasila Jakarta, Kamis (14/9/2017).

Menurut Redi, potensi itu selain tumpang tindih aturan, ternyata ada UU Minerba yang mengharuskan bahwa divestasi baru bisa dilakukan pada 2027 bukan 2022 seperti yang disyaratkan pemerintah.

"Faktor lainnya, manajemen Freeport Indonesia selalu membangkang dan tidak mengikuti aturan yang berlaku. Dan selalu ada alasan untuk menolak divestasi," terangnya.

Selain itu, lanjut Redi, sampai saat ini belum ada kesepakatan tertulis bahwa Freeport Indonesia akan melakukan divestasi 51 % saham. Belum ada kesepakatan yang nyata antara Freeport dengan Pemerintah Indonesia.

"Buktinya atas pembangkangan manajemen Freeport, saham 9,36 persen milik kita sejak 1990-an dan faktanya sampai saat ini belum dibayar," kata dia.

Dan menurut Redi, teori divestasi sudah ada sejak 1967. Yaitu, bila ada perusahaan asing maka harus menyertakan perusahaan dalam negeri. Bahkan, PP 90 Tahun 1994 yang dipakai sebagai pegangan Freeport sudah mengaturnya. Termasuk di PP lainnya mengenai klausul divestasi.

"Kenapa tidak bisa dilaksanakan sampai saat ini karena terjadi inkonsistensi dan ketidakjelasan," ungkap dia. Redi juga menambahkan, bila UU Minerba menjelaskan setiap tahun harus ada perubahan kontrak atau renegosiasi. Faktanya dari 2010 sampai saat ini belum ada pembaharuan kontrak.

Inkonsistensi itu, kata Redi, juga mengakibatkan terjadinya akrobat yang bertentangan dengan UU Minerba. Diantaranya Permen 5 dan Permen 56 terkait hilirasi. Sejak 2014, sudah tidak boleh ekspor konsentrat dan faktanya sampai sekarang masih ekspor.

"Jauh sebelum divestasi kali ini, sudah sempat ditandatangani divestasi 51 persen pada 1991. Tapi Freeport berdalih tidak bisa dilakukan. Celakanya pada 1994, pemerintah mengeluarkan PP 90/1994 divestasi cukup 5 persen. Makanya potensi gugur tandatangan yang divestasi 51 persen," pungkas dia.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7251 seconds (0.1#10.140)