Pertumbuhan Ekonomi Kuartal II Minus, Stimulus Harus Masif

Kamis, 06 Agustus 2020 - 07:34 WIB
loading...
Pertumbuhan Ekonomi Kuartal II Minus, Stimulus Harus Masif
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto (kanan) bersiap menyampaikan keterangan pers terkait Strategi Pemulihan Ekonomi Nasional 2020 di Jakarta, kemarin. Foto/Koran SINDO/Yorri Farli
A A A
JAKARTA - Sesuai prediksi sejumlah lembaga, pertumbuhan ekonomi kuartal II/2020 dilaporkan terkontraksi alias minus -5,32%. Data ini menunjukkan perekonomian pada periode April–Juni 2020 tak berdaya akibat pandemi corona (Covid-19).

Kondisi ini juga menjadi peringatan kepada para pemangku kepentingan untuk membuat langkah jangka pendek maupun menengah guna menyelamatkan perekonomian pada kuartal III. Pasalnya, apabila pada kuartal III/2020 kembali minus, secara teori perekonomian nasional masuk ke zona resesi.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), angka produk domestik bruto (PDB) kuartal II/2020 yang minus 5,32% tersebut merupakan kali pertama sejak 1998. Dari sejumlah jenis lapangan usaha yang diukur kinerja PDB-nya, hanya sektor pertanian, pengadaan air serta informasi dan komunikasi yang masih mencatatkan pertumbuhan.

Menanggapi perkembangan terkini perekonomian, Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan pemerintah akan lebih agresif lagi dalam penggunaan anggaran yang dialokasikan untuk pertumbuhan ekonomi. Termasuk dengan memberikan stimulus pada sektor industri. Sektor industri ini terdampak cukup dalam dengan mencatatkan minus 6,49%. (Baca: Ini Biang Kerok Penyebab Bisnis BPR Alami Kebangkrutan)

"Presiden telah memutuskan akan memperlebar defisit menjadi 5,2% dari PDB. Hal itu menunjukkan agresivitas dari pemerintah untuk mengatasi dampak ini," kata Agus di Jakarta kemarin.

Selain industri, sektor lain juga harus bekerja ekstrakeras mengembalikan perekonomian ke jalur hijau. Sektor-sektor yang terkontraksi pada kuartal II harus segera diperbaiki, termasuk jasa dan konsumsi rumah tangga.

Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartato menegaskan, pihaknya meyakini pada kuartal III/2020 pertumbuhan ekonomi bisa pulih. Walaupun tidak secara tegas mengatakan bahwa pertumbuhan akan kembali positif, Airlangga percaya ekonomi akan lebih baik dari realisasi kuartal II/2020 yang minus 5,32%.

Menurutnya, keyakinan akan kembali pulihnya pertumbuhan ekonomi itu didasari tren mulai meningkatnya beberapa indikator aktivitas ekonomi, dari sisi permintaan hingga sisi penawaran atau produksi. (Baca juga: Dua Buronan Kakap Asal Indonesia Ditangkap di Amerika Serikat)

"Jadi kita lihat trennya karena dalam situasi seperti ini yang harus kita lihat adalah tren. Apabila kita lihat dari Purchasing Managers Index (PMI) Indonesia sudah terjadi kenaikan dari Maret yang terendah," ujarnya.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyebutkan, kendati perekonomian terkontraksi, pemerintah meyakini sistem keuangan nasional pada kuartal II dalam kondisi normal. Dia pun menegaskan bahwa kewaspadaan tetap perlu ditingkatkan untuk merespons data perekonomian.

Akibat pandemi, menurut Sri Mulyani, berbagai lembaga internasional sebelumnya telah mengoreksi proyeksi pertumbuhan ekonomi global secara sangat tajam. Dia mencontohkan Dana Moneter Internasional (IMF) yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi global minus 4,9%. Lalu Bank Dunia yang menyebut pertumbuhan ekonomi global minus 5,2%.

Dia menambahkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia terlihat menurun sejak kuartal I. Saat itu PDB hanya tumbuh 2,97% karena pengaruh virus corona yang kasus pertamanya diumumkan pada 2 Maret 2020.

“Kuartal II disebabkan entitas ekonomi terbesar di dunia yaitu China mengalami kontraksi sangat tajam minus 6,8%. Ini berpengaruh ke pertumbuhan ekonomi Indonesia karena kita mitra dagang dan investasi," katanya.

Sri Mulyani menambahkan, terjadinya kontraksi ekonomi pada kuartal II disebabkan imbas dari penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang terjadi pada bulan Maret hingga Juni. "Saat PSBB beberapa aktivitas ekonomi menurun," katanya. (Baca juga: Israel dan Hizbullah Bantah Jadi Biang Ledakan Beirut)

Sementara itu kalangan pengusaha berharap pemerintah segera bersikap untuk memberikan dukungan yang dibutuhkan kalangan pelaku usaha. Pasalnya rebound atau tidaknya ekonomi pada kuartal selanjutnya sangat tergantung pada stimulus pemerintah.

"Dari sisi kebijakan, stimulus-stimulus kita sudah baik dan sudah tepat, tetapi tidak efektif untuk mendongkrak kinerja sektor riil karena pencairan atau distribusinya terhambat kepada pihak-pihak yang membutuhkan, khususnya masyarakat yang kehilangan pendapatan atau pekerjaan," kata Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani kepada SINDO Media di Jakarta kemarin.

Kebijakan stimulus tersebut, menurut dia, diperlukan agar kemampuan pemodalan dalam negeri bisa bertambah. Menurutnya pelaku usaha yang kekurangan modal usaha sejauh ini tetap beroperasi meski kondisi pasar belum cukup baik. Karena itu, menurut dia, distribusi stimulus ini secepatnya harus ditingkatkan pencairannya kepada masyarakat dan kepada pelaku usaha. (Lihat videonya: Suasana Terkini Pascaledakan Maut di Beirut Ibu Kota Israel)

"Tanpa pencairan stimulus, konsumsi masyarakat maupun kinerja sektor riil tidak akan terdongkrak secara signifikan dalam waktu dekat untuk menciptakan output kuartal ketiga yang positif," tegasnya.

Di bagian lain, ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan, potensi perbaikan ekonomi di kuartal III sudah mulai terlihat. Akan tetapi, kata dia, ekonomi belum bisa tumbuh positif di kuartal III/2020.

"Kami melihat potensi membaiknya ada. Hanya saja level perbaikan ekonomi Indonesia ini belum bisa mendorong pertumbuhan ekonomi ke level positif," ujar Yusuf. (Rina Anggraeni/Michelle Natalia/Taufik Fajar)
(ysw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1926 seconds (0.1#10.140)