Cara Menjauh dari Dusta dan Sifat Munafik Menurut Ulama Kalangan Tabi'in

Senin, 13 November 2023 - 11:10 WIB
loading...
Cara Menjauh dari Dusta dan Sifat Munafik Menurut Ulama Kalangan Tabiin
Ketidaksesuaian antara ucapan dan amal adalah dusta, jika dibiarkan akan menjadi kebiasaan serta menjadi ciri orang yang munafik. Foto ilustrasi/youtube
A A A
Ahli fiqih dan hadis dari kalangan tabi'in , Imam Ibrahim at-Taimi memberikan kiat dan cara menjauh dari sikap tercela yakni suka dusta dan sifat orang-orang munafik . Bagaimana kiat dan caranya tersebut?

Dikisahkan Imam Ibrahim at-Taimi yang selalu meluangkan waktunya untuk menelaah ucapan dan amal yang telah ia kerjakan dengan melakukan studi komparatif atas keduanya.

Selain itu, ia juga melakukan pemeriksaan (Investigasi) terhadap keduanya untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas. Setelah itu, barulah ia melakukan penyesuaian (Adjustment) di antara keduanya. Hal ini berasal dari ketakutannya menjadi pendusta.

Seperti dilansir NU Online, bagi sosok Imam Ibrahim at-Taimi, ketidaksesuaian antara ucapan dan amal adalah dusta . Jika dibiarkan akan menjadi kebiasaan. Oleh karena itu, ia berupaya mencegahnya dengan melakukan ketiga hal, yakni komparasi, investigasi, dan adjustment.

Apabila ia banyak menemukan ketidaksesuaian antara ucapan dan amal, maka ia akan melakukan perbaikan. Misalnya, ia pernah mengatakan bahwa menghina orang lain adalah perbuatan hina. Setelah dilakukan uji komparasi dan investigasi, ia tidak menemukan kesesuaian. Maka ia pun melakukan adjustment atau perbaikan, agar ketimpangan antara ucapan dan amalnya semakin mengecil.

Tentu tidaklah mudah, dalam menuju proses perbaikannya. Namun, setidaknya kita mengetahui apa yang harus kita perbaiki dan mulai memperbaikinya meskipun secara perlahan.

Perlu diingat bahwa ketidaksesuaian antara ucapan dan amal juga sangat dekat dengan kemunafikan. Contohnya, ketika seseorang mengumbar janji dengan memesona, menceritakan kesalehannya dengan kemahiran luar biasa, dan mengucapkan kebaikannya dengan tanpa cela. Tapi kenyataannya, dia tidak benar-benar seperti itu.

Hal ini juga terdapat dalam riwayat lain tentang ucapan Ibrahim at-Taimi, yang dilanjutkan oleh perkataan dari Ibnu Abu Mulaikah dan al-Hasan.

Ibrahim at-Taimi berkata, “Tidaklah aku memeriksa (atau mencocokkan) ucapanku dengan amalku melainkan (karena) aku takut menjadi pendusta.”

Ibnu Abu Mulaikah berkata, “Aku menjumpai tiga puluh sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, semua dari mereka takut ada kemunafikan di dalam diri mereka. Tidak seorang pun dari mereka yang mengatakan bahwa (diri)nya beriman (seperti) imannya Jibril dan Mikail.”

Disebutkan dari al-Hasan, (ia berkata), “Tidaklah orang yang takut (ada) kemunafikan (dalam diri)nya kecuali ia seorang mukmin, dan tidaklah orang yang merasa aman (dari)nya kecuali ia seorang munafik.”

Dalam riwayat di atas, kata “ucapanku” berada di depan, berbeda dengan riwayat sebelumnya, kata “amalku” yang berada di depan. Hal ini dapat dipahami sebagai pemeriksaan (Investigasi) dua arah. Atau melakukannya secara bertahap agar hasilnya lebih maksimal, yaitu memulainya dari “ucapanku”, kemudian dilanjutkan dengan “amalku”, atau sebaliknya.

Karena seteliti apapun seseorang, pasti selalu ada bagian yang terlewatkan. Dengan kata lain, pengakuan “baik” yang terucap, jika tidak mewujud dalam perbuatan, maka sangat dekat dengan kemunafikan.

Para sahabat Nabi, sebagai generasi terbaik umat Islam, tidak pernah merasa unggul atas keimanan mereka. Mereka selalu takut dan khawatir ada kemunafikan dalam diri mereka.

Baca Juga: Bahaya Sifat Munafik dan Penyebabnya

Wallahu A’lam.
(wid)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1311 seconds (0.1#10.140)