Keadilan Energi Lewat BBM Satu Harga

Jum'at, 20 Oktober 2017 - 14:27 WIB
Keadilan Energi Lewat BBM Satu Harga
Keadilan Energi Lewat BBM Satu Harga
A A A
Pemerataan ekonomi dan keadilan untuk seluruh pelosok Indonesia menjadi perhatian serius bagi pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (Jokowi-JK), salah satunya dengan mencanangkan program bahan bakar minyak (BBM) satu harga untuk wilayah Papua dan Papua Barat.

Kebijakan yang mulai berlaku pada 1 Januari 2017, kini telah terdapat di 26 lokasi yang menerapkan BBM satu harga. Pada pengiriman perdananya, BBM dikirim ke Papua dengan pesawat pengangkut BBM Air Tractor AT-802 di Bandar Udara Nop Goliat Dekai, Yahukimo, Provinsi Papua.

Saat meresmikan kebijakan tersebut, Jokowi menyinggung soal ketidakadilan bagi masyarakat Papua yang selama ini terus dibiarkan. Terang dia selama ini masyarakat yang berada di Indonesia bagian barat dan tengah sudah menikmati harga BBM yang sama, sementara di Papua harganya masih selangit

"Harganya seperti yang sekarang, contoh Rp6.450 per liter, sedangkan sudah berpuluh-puluh tahun di Papua harganya dari Rp50 ribu per liter, ada yang Rp60 ribu per liter, sampai Rp100 ribu per liter. Bayangkan," ungkap Jokowi.

Selanjutnya Presiden memberikan tugas kepada Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan PT Pertamina (Persero) untuk segera mewujudkan BBM satu harga di Papua dan Papua Barat. Sebab, dengan adanya kebijakan tersebut diharapkan ke depannya perekonomian Papua akan semakin tumbuh.

"Kebijakan BBM satu harga nanti bisa membantu menumbuhkan ekonomi dan memperbaiki kesejahteraan. Karena jelas biaya transportasi akan lebih murah, biaya logistik akan lebih murah, sehingga harga juga akan bisa diturunkan. Ini memang 'step by step', tahapan demi tahapan," terangnya.

Demi mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dan pertumbuhan ekonomi, Menteri ESDM Ignasius Jonan bergerak cepat untuk mendukung kebijakan BBM satu harga lewat Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 36 tahun 2016 tentang Percepatan Pemberlakuan Satu Harga Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu dan Jenis Bahan Bakar Minyak Khusus Penugasan Secara Nasional.

Permen ESDM Nomor 36 Tahun 2016 ini adalah percepatan pemberlakuan harga jual eceran BBM yang sama untuk seluruh wilayah Indonesia. Jenis BBM yang diatur, jenis BBM tertentu (JBT) yaitu minyak solar 48 (gas oil) dan minyak tanah serta jenis BBM khusus penugasan (JBKP) yaitu bensin RON 88 yang harga dasar dan harga jual ecerannya ditetapkan Menteri ESDM.

Terbaru BBM satu harga menyapa Desa Tanah Hitam, Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat untuk menjadi titik ke-26. Direktorat Jenderal Migas bersama BPH Migas dan PT Pertamina (Persero) menegaskan bakal terus melakukan pemetaan lokasi sasaran program BBM Satu Harga.

"Untuk wilayah Maluku, setelah Seram Bagian Barat, akan ada dua kabupaten lain yang didirikan lembaga penyalur BBM, yaitu Buru dan Kepulauan Aru," ucap Direktur Jenderal Migas Ego Syahrial.

Sesuai peta jalan (roadmap) BBM Satu Harga, pada tahun 2017 akan didirikan 54 lembaga penyalur. BBM disalurkan secara langsung kepada konsumen pengguna dengan harga yang telah ditetapkan oleh pemerintah, sehingga akan mendorong perkembangan perekonomian di daerah.

Sementara itu, Kepala BPH Migas M. Fanshurullah Asa (Ifan) menyatakan bahwa BPH Migas bertugas untuk mengawal agar jenis BBM tertentu dan jenis BBM khusus penugasan agar dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat di Indonesia dengan harga yang sama.

Menurutnya, penyaluran BBM di wilayah terdepan, terluar dan tertinggal (3T) bukan merupakan hal yang mudah mengingat lokasi geografis dan ongkos angkut yang tinggi, sehingga perlu dipastikan tepat sasaran peruntukkannya.

BPH Migas bertugas mengawal agar Jenis BBM Tertentu dan Jenis BBM khusus penugasan dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat di Indonesia dengan harga yang sama. Tidak boleh ada industri dan oknum yang menikmati Program BBM Satu Harga. "Jangan sampai ada hal-hal yang dapat mempersulit masyarakat yang membutuhkan BBM," terang Ifan.

Andil APBN


PT Pertamina (Persero) pada dasarnya siap untuk menerapkan harga BBM satu harga di seluruh wilayah di Indonesia. Sebab, wilayah terluar Indonesia juga memiliki hak yang sama dengan daerah lain di Jawa, Madura, dan Bali (Jamali) untuk harga BBM.

Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Elia Massa Manik mengatakan, untuk mendukung program BBM satu harga di seluruh daerah di Tanah Air, perusahaan yang dipimpinnya terus mendirikan lembaga penyalur. Saat ini Pertamina berhasil mendirikan lembaga penyalur BBM di 26 titik wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) per Juli 2017.

"Sesuai rencana dan demi mendukung Program Indonesia Satu Harga kami menargetkan mencapai 159 titik wilayah 3T hingga 2019," katanya.

Program penyetaraan harga BBM dilakukan di daerah-daerah pelosok. Di antaranya pedalaman Kalimantan, Sulawesi, Sumatera dan Irian Jaya. Khususnya, daerah-daerah perbatasan Indonesia dengan Malaysia, maupun Brunai Darussalam dan perbatasan Irian Jaya.

Namun demikian, pemerintah seharusnya tidak membebankan anggaran penerapan BBM satu harga sepenuhnya kepada Pertamina. Sebab, Pertamina disebut-sebut sudah menanggung kerugian hingga Rp12 triliun karena harga BBM jenis premium dan solar tak kunjung dinaikkan.

Pengamat Energi dari ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, pada dasarnya kebijakan BBM satu harga yang diimplementasikan pemerintah sudah sangat tepat. Baru satu tahun, sudah ada 26 lokasi yang menerapkan kebijakan tersebut. Pemerintah pun telah menjangkau daerah-daerah remote yang selama ini tak pernah menikmati harga BBM dengan murah.

"Kalau penerapannya (BBM satu harga) saya kira tepat sih ya. Ini kan memang diratakan terutama untuk daerah perbatasan atau remote. Saya kira sudah bagus," tuturnya saat berbincang dengan SINDOnews belum lama ini.

Namun, lanjut dia, kebijakan BBM satu harga menjadi sedikit bermasalah lantaran pembiayaan seluruhnya dibebankan kepada Pertamina. Menurutnya, pemerintah tidak seharusnya membebankan pembiayaan BBM satu harga ke Pertamina.

"Hanya pembiayaannya kalau dibebankan ke korporasi tidak pas. Kalau nggak ada solusinya segera, ya kasian Pertamina semakin tidak berkembang," papar Komaidi.

Menurutnya, pemerintah seharusnya menganggarkan biaya untuk program BBM satu harga di Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Jadi, ada semacam subsidi dari negara untuk program tersebut. "Ini kan kebijakan negara yang semestinya alokasinya dari APBN. Bukan dari Pertamina. Harus dianggarkan dalam APBN," ungkapnya.

Komaidi menyatakan, anggaran dari APBN untuk BBM satu harga menjadi bentuk lain dari subsidi. Jika sebelumnya subsidi dinikmati oleh masyarakat kota dan desa, kini subsidi diberikan lebih tepat sasaran kepada masyarakat di daerah terluar Indonesia. Hal ini tentu harus menjadi refleksi Jokowi dalam tiga tahun pemerintahannya.

"Jadi ini bentuk lain dari subsidi. kalau dulu dinikmati seluruh masyarakat kota dan nonkota. sekarang saat ini lebih tepat sasaran, jadi yang disubsidi daerah terpencil. Dan ini saatnya membayar untuk mereka yang selama ini kita menikmati," ungkapnya.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5680 seconds (0.1#10.140)