15 Badan Kredit Kecamatan di Jateng Tidak Sehat

Senin, 23 Oktober 2017 - 16:01 WIB
15 Badan Kredit Kecamatan di Jateng Tidak Sehat
15 Badan Kredit Kecamatan di Jateng Tidak Sehat
A A A
SEMARANG - Ketua Komisi C DPRD Jawa Tengah (Jateng), Asfirla Harisanto mengungkapkan, dari 29 Badan Kredit Kecamatan (BKK) di Jawa Tengah, hanya ada 14 BKK yang sehat. Artinya, terdapat 15 BKK dalam kondisi sakit.

"Dari data yang saya dapat, dari 29 BKK hanya ada 14 BKK yang sehat. Selebihnya adalah dalam kondisi sakit," ungkap Asfirla dalam Diskusi Prime Topic MNC Trijaya FM Semarang, bertema 'Meneguhkan Amanah BPR-BKK' di Quest Hotel Semarang, Senin (23/102017).

Menurutnya, untuk BKK yang sehat sebelumnya sudah diajukan penyertaan modal lewat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebesar Rp100 miliar. Namun, untuk BKK yang sakit tidak akan dibinasakan. "BKK yang sakit lebih baik dibina agar kembali sehat," imbuhnya.

Sehingga, lanjut dia, perlunya merger antara BKK dengan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Merger tersebut, berawal dari keinginan BKK untuk menaikkan statusnya dan ingin diakui di bidang perbankan, kemudian dilakukan koordinasi dengan gubernur.

Berdasarkan Perda No 14/2017 maka BPR-BKK dilebur menjadi satu. "Keinginan merger antara BPR-BKK telah diajukan saat bertemu dengan Wagub, setelah pilgub 2013 lalu," katanya.

Ketua DPRD Jateng, Rukma Setiabudi membeberkan bahwa sebelum digabung dengan BPR, dibentuknya BKK bertujuan untuk melayani masyarakat ke bawah agar mudah mendapatkan kredit.

"Jadi pedagang-pedagang pasar yang kekurangan modal bisa mendapat bantuan modal dari BKK. Cuma mereka bisa pinjam tapi tak punya agunan. Maka dengan meminjam di BKK meski pedagang tak punya agunan, tetap bisa dilayani, sehingga permodalan mereka sangat bagus. Bunga yang diberikan pedagang kecil itu ditekan serendah mungkin," terang Rukma.

Menurutnya, keberadaan BKK bisa menjadi pemutus rantai masyarakat dengan bank "thitil". Karena bank "thitil" cenderung meminjamkan modal dengan bunga lebih besar.

Sementara terkait merger BPR-BKK, Rukma berharap tetap memiliki tujuan melayani permodalan masyarakat kecil seperti yang telah berlangsung sejak BKK. "Namun, ada baiknya BKK yang sakit perlu diperbaiki dulu sebelum merger dengan BPR. Sedangkan BPR tetap melakukan konsolidasi. Tujuannya agar BKK yang sakit nggak enak-enakan saat sudah merger dengan BPR," ujarnya.

Sementara, Kepala Biro Perekonomian Provinsi Jateng, Budiyanto Eko Purwono mengutarakan bahwa dalam kondisi merger BPR-BKK, tugas Pemprov Jateng adalah menguatkan yang lemah. Selain itu juga mendorong yang kuat untuk membantu yang lemah.

"Dalam konteks konsolidasi tujuannya adalah penguatan, maka upaya memberdayakan masyarakat dan UMKM agar terjadi penguatan yang lebih optimal," tutur dia.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4807 seconds (0.1#10.140)