Tren Positif Wisata RI Harus Dijaga

Sabtu, 04 November 2017 - 12:13 WIB
Tren Positif Wisata RI Harus Dijaga
Tren Positif Wisata RI Harus Dijaga
A A A
JAKARTA - Pemerintah tengah bergairah memaksimalkan potensi wisata. Semangat ini menemukan momentumnya dengan lonjakan wisatawan mancanegara (wisman) yang beriringan dengan peningkatan devisa ke dalam negeri.

Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pariwisata (Kemenpar), kian bersemangat karena berhasil meraih sejumlah penghargaan bergengsi, baik di tingkat Asia-Pasifik maupun dunia. Di antara penghargaan yang paling anyar adalah Travel Award 2017, Video Pariwisata Terbaik Dunia 2017 di ajang UNWTO Award, destinasi nomor satu dunia versi Trip Advisor 2017 yang diraih Bali, dan Destination of the Year 2017 Asia Pacific versi TTG Travel Award.

Tak kalah penting, Indeks Daya Saing Pariwisata Indonesia menurut World Economy Forum (WEF) juga naik, dari 50 di 2015 menjadi peringkat 42 pada 2017. Dengan adanya tren positif yang diraih tersebut membuat Kemenpar kian optimistis target perolehan 15 juta wisatawan yang telah dipatok pada 2017 ini dan menjadikan sektor wisata sebagai peraih devisa nomor satu mengalahkan crude palm oil (CPO) bisa tercapai.

Selanjutnya, target 20 juta wisman pada 2019 bisa tercapai, pergerakan wisatawan nusantara (wisnus) mencapai 275 juta orang, dan sektor wisata menyumbang 8% produk domestik bruto (PDB), mendatangkan devisa Rp240 triliun, dan membuka lapangan kerja untuk 13 juta orang, dan indeks daya saing wisata nangkring di posisi 30 dunia bukan menjadi mimpi siang bolong. Begitu pun target Indonesia bisa mengalahkan pariwisata Malaysia dan Thailand. Pemerintah memang harus optimistis dalam mematok target wisatanya.

Pemerintah juga harus all out menarik kunjungan wisman dengan berbagai strategi marketing, dalam hal ini branding, advertising, dan selling (BAS) seperti selama ini dilakukan. Namun, di sisi lain, pemerintah juga harus bekerja keras menyiapkan berbagai instrumen pendukung untuk menyambut lonjakan wisman, seperti sumber daya manusia, infrastruktur dan lainnya. Hal ini penting jangan sampai wisman yang sudah datang malah kecewa dan akan meluluhkan citra wisata Indonesia yang telah terbangun.

Pandangan ini disampaikan Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Didin Junaedi, Direktur Pascasarjana Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) Bandung Had Iwan, dan Prof Azriel Azhari dari Ikatan Cendikiawan Pariwisata Indonesia. Menurut Didin, walaupun sumber daya manusia (SDM) saat ini dalam masih cukup, dia meminta pemerintah serius meningkatkan daya saing SDM dengan mendirikan lembaga-lembaga pendidikan untuk mendidik tenaga kerja di sekitar kawasan pariwisata.

"Sementara ini SDM sudah cukup memadai. Tetapi ada hal-hal lain seperti dalam menargetkan wisatawan China, kita masih kekurangan SDM yang bisa berbahasa Mandarin. Mungkin itu bisa ditingkatkan," ucapnya.

Dia juga menekankan pentingnya pemerintah menyediakan infrastruktur untuk sektor pariwisata, terutama di daerah tujuan wisatawan potensial yang selama ini belum tergarap maksimal. "Pembangunan infrastruktur menjadi penting untuk meningkatkan wisatawan ke daerah yang memang pariwisatanya bagus dan bisa dijual baik budaya maupun pemandangan alamnya. Ini adalah keseriusan dari pemerintah," ujarnya.

Had Iwan juga menggarisbawahi pentingnya SDM yang terlibat secara langsung dalam bidang kepariwisataan dan masyarakat di sekitar destinasi. Karena itu, dia berharap pemerintah meningkatkan kesiapan mereka menyambut wisman. "Karena kualitas SDM ini berkaitan dengan pengelolaan destinasi serta pelayanan kepada wisatawan," katanya.

Adapun Prof Azriel Azhari menilai sejauh ini pemerintah belum siap menyambut lonjakan wisman. Indikasi ini terlihat dari tidak adanya perencanaan SDM (tourisme manpower planning) yang ditunjukkan pemerintah. Padahal SDM merupakan faktor penting. "Termasuk tidak memiliki datanya. Padahal ini sangat penting untuk mengukur demand and supply," ucapnya.

Selain itu, Azriel juga meng kritik perspektif Kemenpar yang belum bergerak dari fokus 3D atau "Sun, Sand, and Sea". Menurut dia, mass tourisme tersebut sejak 2010 sudah menjadi 3S (Serenity, Spirituality, Sustainability). Karena itulah pemerintah harus mengubah perspektif tersebut agar bisa menangkap tren wisatawan.

Sementara itu, dalam seminar Indonesia Tourism Outlook 2018 yang digelar Forum Wartawan Pariwisata bersama Kementerian Pariwisata (1/11), Menteri Pariwisata Arief Yahya menyebut adanya tiga tantangan yang harus dihadapi untuk mengembangkan industri wisata pada 2018. Tiga tantangan dimaksud meliputi enviromental sustainability, digital tourism, dan kelembagaan atau regulasi. Dia optimistis tantangan tersebut bisa diselesaikan.

Seperti diketahui, hingga Agustus kemarin, terhitung sudah 7,8 juta wisman masuk ke Tanah Air atau tumbuh 25,68% dibanding tahun sebelumnya. Angka ini tercatat lebih tinggi dibanding Singapura dan Thailand yang masing-masing hanya mencatat pertumbuhan 3,83% dan 5,05%.

Berdasarkan angka tersebut, devisa Indonesia berpotensi turut naik hingga 25,68% dari posisi US$13,57 miliar pada tahun lalu ke angka US$17,05 miliar sampai akhir 2017. Angka tersebut berpotensi mengalahkan sumbangan dari minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) yang selama ini digadang-gadang sebagai kontributor utama devisa negara.

Bangga Berkelas Dunia

Menpar Arief Yahya mengungkapkan rasa bangganya dengan pencapaian wisata Indonesia di kelas dunia. Tentunya ini menjadi kabar positif bagi pariwisata Indonesia. Ekspresi disampaikan terkait penghargaan Travel Awards 2017 versi majalah DIVE yang diperoleh Indonesia.

Pada penghargaan tahunan tersebut, Indonesia meraih penghargaan bergengsi untuk kategori destinasi dan pusat diving. Adapun untuk kategori liveaboard, Indonesia berada di urutan kedua setelah Pulau Cocos, Australia. Menurut DIVE, Indonesia menjadi kontestan terfavorit sejak awal. Sebanyak 1.076 voter dari 9.399 memilih Indonesia sebagai jagoan.

"Membanggakan! Tahun lalu pilihan pembaca Dive Magazine juga menempatkan Indonesia sebagai nomor satu dunia! Tahun ini juga kita rebut kembali," kata Arief kepada KORAN SINDO dan SINDOnews.

Bagi dia, kemenangan ini menjadi pencapaian sukses Indonesia yang tidak mudah didapat. Dia menuturkan, pihak Kemenpar tidak banyak menargetkan beberapa penghargaan untuk Indonesia. "Kemenangan berturut-turut itu semakin meyakinkan bahwa natural resources kita di wisata bahari, terutama underwater, semakin tidak terkalahkan dan itu tercermin dari TTCI Travel Tourism Competitiveness Index yang dikeluarkan WEF World Economic Forum, setiap 2 tahunan," paparnya.

Dia pun menandaskan produk yang hebat, jika dipromosikan dengan baik melalui saluran dan cara yang tepat, akan mendapatkan hasil sempurna. "Atraksi nature and culture kita rata-rata hebat dan world class. Terbukti kan? Jika disentuh dengan baik, kita langganan juara dunia," kata Arief.

Lebih jauh dia menjelaskan, penghargaan yang diterima tersebut sangat bermakna bagi Indonesia. Dia pun menyebut rumus 3C, yaitu Calibration, Confidence, dan Credibility. Yang dimaksud calibration, penilaian atas Indonesia sudah dikalibrasi dengan kriteria dunia, melalui standar penilaian yang sama dengan destinasi lain di seluruh dunia. Adapun confidence, penghargaan tersebut akan mendongkrak kepercayaan bangsa Indonesia adalah bangsa juara, bukan pecundang. Sementara credibility, penghargaan tersebut secara eksternal menaikkan kredibilitas Indonesia di mata dunia.

"Awards itu didapat dari media di Inggris yang juga kredibel c. Pemberi awards itu merepresentasi media internasional yang tepercaya, konsisten setiap tahun, dan menjadi salah satu sumber yang menjadi rujukan atau referensi divers dunia," papar dia.
(amm)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6242 seconds (0.1#10.140)