Industri Perkebunan Penopang Ekonomi Nasional

Senin, 11 Desember 2017 - 09:42 WIB
Industri Perkebunan Penopang Ekonomi Nasional
Industri Perkebunan Penopang Ekonomi Nasional
A A A
YOGYAKARTA - Industri perkebunan merupakan kekuatan dan penopang ekonomi nasional. Pada 2016 memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional sebesar Rp429 triliun.

Pendapatan sektor perkebunan ini telah melebihi sektor minyak dan gas (migas) yang nilainya hanya Rp365 triliun. Dari 127 komoditas perkebunan, hanya 15 komoditas saja yang menghasilkan devisa.

"Dari 15 komoditas tersebut, sumbangan terbesar berasal dari kelapa sawit yang mencapai Rp260 triliun," ujar Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan) Bambang dalam acara Peringatan Hari Perkebunan Ke-60 Tahun 2017 di Kampus Institut Pertanian Stiper (Instiper) Yogyakarta, kemarin.

Menurutnya, perkebunan memberikan peran yang sangat penting bagi fundamental ekonomi bangsa Indonesia. "Dalam kondisi yang belum terurus dengan baik, perkebunan dapat memberikan kontribusi besar terhadap penerimaan negara," terangnya.

Dia menuturkan, produktivitas kelapa sawit rata-rata nasional baru sekitar 2 ton per hektare (ha), padahal perusahaan sudah mencapai 8-10 ton/ha. "Pemerintah berkomitmen meningkatkan daya saing perkebunan nusantara. Karena, dari kondisi yang belum baik saja sudah memberi andil terbesar terhadap ekonomi, apalagi kalau mampu memperkuat dan memperbaikinya," jelas Bambang.

Karena itu, pihaknya mengajak semua komponen bangsa untuk ikut memperkuat komoditas perkebunan nasional di mata dunia. Sebab, banyak negara yang tidak menghendaki perkebunan di Indonesia maju. "Untuk itu, kita harus siap mengawal perkebunan Indonesia agar bebas dari tekanan luar negeri," tuturnya.

Dia menambahkan, berbagai isu negatif menerpa komoditas sawit. "Padahal sawit penyelamat hutan tropis dunia dan mengusahakan sawit dapat menghasilkan pangan maupun energi," ujar Bambang.

Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Musdhalifah Machmud mengatakan, perkebunan berperan sebagai sumber kemakmuran dan pemacu pembangunan wilayah terpencil.

"Daerah terpencil atau remote area mulai terbangun dari perkebunan. Sebab yang dapat membangun infrastruktur, komunitas sosial dan ekonomi baru berasal dari pengembangan tanaman perkebunan," ujarny6a.

Musdhalifah menuturkan, perkebunan juga menjadi sumber perekat bangsa karena merekatkan anggota masyarakat yang hidup di wilayah jauh dari perkotaan maupun pedesaan.

Rektor Institut Pertanian Stiper (Instiper) Yogyakarta Purwadi menuturkan, perkebunan menjadi sumber kemakmuran. Hal ini dibuktikan masyarakat bisa sejahtera. Ini lantaran mereka sudah mampu mengubah cara pandang dari sumber eksploitasi menjadi teknik budidaya dengan
baik.

Untuk itu, masyarakat harus mengubah cara pandang (mindset) seolah-olah perkebunan tempat orang miskin. "Kita juga sering mengesankan perkebunan itu kumuh dan kotor. Padahal, perkebuan itu akan baik apabila menggunakan teknologi," imbuhnya.

Ketua Komisi IV DPR Edhy Prabowo menambahkan, Indonesia tidak gentar dengan resolusi sawit Uni Eropa, karena pasar ekspor sawit ke Uni Eropa hanya 15% dari total volume nasional. "Apabila kita hentikan ekspor minyak sawit ke Eropa, saya yakin mereka akan kewalahan. Meskipun mereka mengakui impor sawit di Indonesia terus meningkat mencapai USD2 miliar," terang dia.

Menurutnya, resolusi sawit Uni Eropa adalah bukti bahwa antar negara tidak ada saling membantu. "Resolusi sawit Uni Eropa membuat rakyat Indonesia susah. DPR Indonesia telah minta kepada parlemen Uni Eropa untuk membatalkan resolusi tersebut," kata Edhy.

Pengamat politik J Kristiadi mengatakan, persoalan sawit di pasar internasional adalah persoalan kepentingan. Negara maju menggunakan segala instrumen untuk menghambat sawit. Negara maju membuat akal-akalan dengan macam-macam skema sertifikasi.

"Antar negara tidak ada pertemanan, yang ada persaingan. Sehingga, Indonesia harus menggunakan ke-Indonesia-an untuk memperjuangan sawit di kancah internasional," kata Kristiadi.

Salah satunya yakni dengan memperkuat dan meyakinkan pihak asing bahwa Indonesia sangat berkomitmen dalam melakukan praktik budidaya perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan. Ini dibuktikan dengan adanya sertifikasi Indonesia Sustainability Palm Oil (ISPO).

Hingga saat ini jumlah sertifikasi ISPO yang telah diterbitkan adalah 346 dengan luas lahan 2.041.548,80 ha dengan total produksi CPO mencapai 8.757.839,40 ton.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9968 seconds (0.1#10.140)