Dasar Hukum Khitbah atau Lamaran Menurut Al-Quran

Minggu, 03 Desember 2023 - 07:28 WIB
loading...
Dasar Hukum Khitbah atau Lamaran Menurut Al-Quran
Dasar hukum khitbah adalah Quran Surat Al-Baqarah ayat 235. Foto/Ilustrasi: Ist
A A A
Abdul Rahman Ghazaly dalam buku berjudul "Fiqh Munakahat" (Prenada Media, 2003) menjelaskan kata 'Peminangan' berasal dari kata 'pinang, meminang'. Meminang sinonimnya adalah melamar . Peminangan dalam bahasa Arab disebut ' khitbah' .

Menurut Etimologi, meminang atau melamar artinya, meminta wanita untuk dijadikan istri (bagi diri sendiri atau orang lain).

Menurut terminologi, Abdul Rahman Ghazaly mengatakan, peminangan ialah kegiatan upaya ke arah terjadinya hubungan perjodohan antara seorang pria dengan seorang wanita. Atau seorang laki-laki meminta kepada seorang perempuan untuk menjadi seorang istrinya, dengan cara-cara yang umum berlaku di tengah masyarakat.

"Khitbah artinya melamar seorang wanita untuk dijadikan isterinya dengan cara yang telah diketahui di masyarakat," tambah Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim dalam buku "Fiqih Sunnah Lin Nisaa" yang diterjemahkan Beni Sarbini menjadi "Ensiklopedi Fiqih Wanita" (Bogor: Pustaka Ibnu Katsir, 2006).



Status hubungan dari khitbah/ peminangan masih sebatas tunangan, belumlah menjadi pasangan suami isteri. Oleh karena itu, pasangan yang telah bertunangan perlu mengindahkan norma-norma pergaulan yang telah ditetapkan oleh syariat.

Dasar hukum khitbah adalah Quran Surat Al-Baqarah ayat 235. Allah SWT berfirman:

وَلَا جُنَاحَ عَلَيۡكُمۡ فِيۡمَا عَرَّضۡتُمۡ بِهٖ مِنۡ خِطۡبَةِ النِّسَآءِ اَوۡ اَکۡنَنۡتُمۡ فِىۡٓ اَنۡفُسِكُمۡ‌ؕ عَلِمَ اللّٰهُ اَنَّكُمۡ سَتَذۡكُرُوۡنَهُنَّ وَلٰـكِنۡ لَّا تُوَاعِدُوۡهُنَّ سِرًّا اِلَّاۤ اَنۡ تَقُوۡلُوۡا قَوْلًا مَعْرُوفًا ۚ وَلَا تَعْزِمُوا عُقۡدَةَ النِّکَاحِ حَتّٰى يَبۡلُغَ الۡكِتٰبُ اَجَلَهٗ ‌ؕ وَاعۡلَمُوۡٓا اَنَّ اللّٰهَ يَعۡلَمُ مَا فِىۡٓ اَنۡفُسِكُمۡ فَاحۡذَرُوۡهُ ‌ؕ وَاعۡلَمُوۡٓا اَنَّ اللّٰهَ غَفُوۡرٌ حَلِيۡمٌ

Artinya: “…Dan tidak ada dosa bagi kamu karena pinangan yang kamu ungkapkan secara samar-samar (tidak secara terang-terangan) terhadap perempuan-perempuan itu (yakni yang masih dalam masa ‘iddah karena suaminya meninggal dunia) atau karena keinginan (untuk mengawini mereka) yang kamu sembunyikan dalam hatimu. Sungguh Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut (atau mengingat) mereka. Tetapi janganlah kamu mengadakan janji nikah dengan mereka (meskipun) secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan perkataan baik.Dan janganlah kamu berazam (berketetapan hati) untuk berakad nikah sebelum lewat masa ‘iddahnya. Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa saja yang ada dalam hatimu, maka takutlah kepada-Nya. Sungguh Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun” ( QS Al-Baqarah : 235).

Muhammad Bagir al-Habsyi dalam bukunya berjudul "Fiqh Praktis" (Bandung: Mizan, 2002) menyebutkan maksud dari ungkapan samar-samar ialah sebagai contoh, dengan mengatakan di hadapan perempuan yang masih menjalani masa ‘iddah-nya itu: “saya berkeinginan untuk kawin” atau “betapa aku ingin seandainya Allah memudahkan bagiku seorang istri yang salehah” atau “mudah-mudahan Allah mengaruniakan kebaikan bagimu”, boleh juga dengan memberikan suatu hadiah kepadanya.

(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1347 seconds (0.1#10.140)