Nomadic Tourism Lengkapi Tiga Program Prioritas Kemenpar

Senin, 18 Desember 2017 - 19:35 WIB
Nomadic Tourism Lengkapi Tiga Program Prioritas Kemenpar
Nomadic Tourism Lengkapi Tiga Program Prioritas Kemenpar
A A A
JAKARTA - Kementerian Pariwisata (Kemenpar) mendorong dan akan memberikan insentif bagi industri pariwisata yang mau mengembangkan wisata embara atau nomadic tourism di Indonesia mulai tahun depan. Menurut rencana kawasan wisata Danau Toba di Sumatera Utara akan menjadi pilot project dari nomadic tourism dan ditargetkan untuk ground breaking pada April 2018.

Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya beralasan pemilihan Danau Toba selain lantaran merupakan destinasi pariwisata prioritas (DPP), juga lokasinya yang dinilai cocok. "Banyak spot cantik di Danau Toba. Kami akan kembangkan nomadic tourism di sana dan menyediakan fasilitas seperti karavan, glamping (glamorous camping), dan homepods," ujarnya.

Sesuai karakternya, yaitu nomadic, ketiga fasilitas tersebut juga bisa dipindah-pindah alias tidak permanen. Dengan begitu, nomadic tourism ini sangat cocok dikembangkan di daerah-daerah yang belum tersedia akomodasi seperti perhotelan atau pun homestay. Menpar pun mendorong industri pariwisata untuk mengembangkan produk wisata nomadic tourism dan memasarkannya.

"Kita di Indonesia punya 17.000 pulau, 70.000 desa, ratusan destinasi indah. Kalau harus membangun hotel konvensional perlu waktu yang sangat lama, homestay pun menurut saya masih kurang cepat. Maka, saya umumkan lagi bahwa saya akan memberikan insentif bagi orang yang masuk ke nomadic tourism," tutur pria asal Banyuwangi itu.

Menpar meyakini manakala nomadic tourism di Danau Toba sudah berjalan, destinasi lain seperti Wakatobi dan Labuan Bajo juga akan meminta pengembangan wisata yang serupa. "Kalau kita mau high end semua, atau harus kelas satu, yang cepat ya wisata embara itu. Untuk pasarnya juga saya tidak khawatir, pasti bagus," tandasnya.

Menpar menyebut Amerika Serikat (AS) dan Australia merupakan pemain terbaik untuk bisnis karavan sehingga Indonesia bisa belajar bahkan bermitra dengan investor dari kedua negara itu. Untuk wisata embara sendiri, salah satu negara yang juga sudah mengembangkannya adalah Mongolia.

Dalam acara Silk Road Conference on Nomadic Tourism and Sustainable Cities yang diadakan oleh Badan Pariwisata Dunia (UNWTO), Oktober 2016, penasihat Menteri Lingkungan dan Pariwisata Mongolia D Gansukh menyebut nomadic tourism sebagai segala aktivitas atau bisnis yang terkait gaya hidup dan budaya berpindah-pindah, yang dikaitkan dengan produk, layanan, dan pengalaman di bidang pariwisata. Umumnya pasar dari jenis wisata berbau petualangan ini adalah kelas menengah usia 35-55 tahun dengan pendidikan diploma atau sarjana.

Sementara itu, selain wisata embara, pada 2018 Kemenpar masih akan melanjutkan tiga program prioritas 2017, yaitu digital, pondok wisata (homestay), dan konektivitas udara. Kemenpar mengklaim ketiga program tersebut sepanjang 2017 telah berjalan sesuai rencana, tapi perlu dilakukan percepatan. Misalnya, untuk digital tourism, program digital ITX masih perlu disosialisasikan pada industri pariwisata di daerah-daerah agar mereka mau menggunakan "lapak digital" yang disediakan oleh pemerintah untuk menjual produk mereka.

"Harus dipahami bahwa sekarang ini cara tercepat menjual produk wisata ya menggunakan media digital. Look, book, pay, itu semuanya pakai digital," tandas Menpar.

Terkait konektivitas udara, Kemenpar bersama kementerian/lembaga dan stake holder terkait juga terus memacu peningkatan seat capacity guna mendukung target 20 juta kunjungan wisman pada 2019. Begitu pula program homestay dilanjutkan hingga tercapai target 100.000 unit homestay di desa wisata di Tanah Air pada 2019.

(Baca Juga: Menpar Tidak Akan Mengubah Target(amm)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4253 seconds (0.1#10.140)