Sepanjang 2017, Jawa Timur Alami Inflasi 4,04%

Selasa, 02 Januari 2018 - 15:01 WIB
Sepanjang 2017, Jawa Timur Alami Inflasi 4,04%
Sepanjang 2017, Jawa Timur Alami Inflasi 4,04%
A A A
SURABAYA - Jawa Timur (Jatim) selama 2017 mengalami inflasi 4,04%, atau lebih tinggi dibanding inflasi 2016 yang tidak sampai 4%. Walaupun inflasi kalender 2017 mengalami kenaikan, namun angka ini masih sejalan dengan target pemerintah yang mematok angka inflasi sebesar 4%+/-1%.

Komoditas utama yang berkontribusi besar terjadinya inflasi sepanjang tahun 2017 adalah tarif listrik, biaya perpanjangan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), beras, bensin, emas perhiasan, tarif pulsa ponsel, telur ayam ras, sewa rumah, rokok kretek filter, dan wortel.

Sementara, komoditi utama yang memberikan sumbangan terbesar terjadinya deflasi adalah bawang merah, bawang putih, cabai rawit, gula pasir, tarif angkutan udara, semen, cabai merah, telepon seluler, melon, dan gipsum.

Menurut Kepala BPS Jatim, Teguh Pramono, tarif listrik memberikan sumbangan utama terjadinya inflasi pada 2017 karena pencabutan subsidi listrik untuk pelanggan kategori 900 VA yang dianggap mampu.

Pencabutan subsidi ini dilakukan bertahap mulai Januari 2017 sampai Juni 2017. "Selain itu, juga adanya kenaikan tarif listrik pasca bayar pada Desember 2016 yang dampaknya baru dirasakan pada Januari 2017," katanya.

Selain pencabutan subsidi listrik, pada Januari 2017 juga terjadi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), terhitung mulai 5 Januari 2017 pemerintah telah menaikkan harga BBM nonsubsidi mulai dari jenis Pertalite hingga Pertamax Turbo. Rata-rata kenaikannya sebesar Rp300 per liter.

Selain itu, mulai 6 Januari 2017 pemerintah juga menaikkan biaya pembuatan STNK dan
Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) dengan memberlakukan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2016 yang menggantikan PP Nomor 50 Tahun 2010 yang berisi tentang Jenis dan Tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). "Komoditas beras turut memberikan andil inflasi 2017," ucapnya.

Kenaikan harga beras terjadi di triwulan III/2017. Selain faktor cuaca yang memengaruhi turunnya produksi beras serta juga pasokan beras yang sedikit tersendat, kenaikan harga beras juga dipengaruhi penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras oleh pemerintah pada 1 September 2017.

Kenaikan harga beras ini terjadi sampai akhir 2017. Selain beberapa komoditas yang mendorong terjadinya inflasi, beberapa komoditas lain justru mampu menahan laju inflasi selama 2017.
"Harga bawang merah sepanjang 2017 cenderung mengalami penurunan dikarenakan melimpahnya produksi," imbuh Teguh.

Sementara, Gubernur Jatim Soekarwo mengatakan, untuk menekan laju inflasi, pihaknya menyiapkan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) agar mengambil alih langsung penyebaran bahan pangan di Jatim.

Menurut dia, tidak ada gunanya pertumbuhan ekonomi tinggi bila dibarengi dengan tingginya inflasi. Inflasi yang besar akan membebani dan menggerogoti kondisi masyarakat miskin. "Pengambilalihan itu dilakukan mulai dari produsen hingga ke distributor ke-4 atau ritel," katanya.

Orang nomor satu di Jatim ini menambahkan, ada delapan bahan pokok yang diawasi Pemprov Jatim. Di antaranya adalah beras, gula, bawang merah, bawang putih dan minyak goreng.

Nantinya, rantai distribusi dari Jatim akan di serahkan ke kabupaten/kota, kemudian akan di distribusikan hingga ke kecamatan. Untuk itu, pihaknya akan mengoptimalkan peran 26 Kantor Perwakilan Dagang (KPD) Jatim yang tersebar di seluruh Indonesia.

KPD ini berfungsi sebagai Bussines agregator sekaligus akan memperkuat basis logistik atau pusat lokasi dalam pemasaran, market intelijen dan pusat informasi. "Untuk menekan inflasi, basis produksi harus diperkuat, terutama di sektor pertanian dan perkebunan," tandasnya.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.1276 seconds (0.1#10.140)