Amazon Buka Ritel Tanpa Kasir, Kekayaan Bezos Melonjak

Kamis, 25 Januari 2018 - 10:41 WIB
Amazon Buka Ritel Tanpa Kasir, Kekayaan Bezos Melonjak
Amazon Buka Ritel Tanpa Kasir, Kekayaan Bezos Melonjak
A A A
Bos Amazon Jeff Bezos tidak pernah lelah melakukan inovasi. Terobosan terbarunya, dia membuka toko konvensional tanpa kasir, Amazon Go, kepada publik pada 22 Januari lalu. Dompet pria terkaya di dunia itu pun semakin tebal, yakni naik USD2,8 miliar.

Saham Amazon naik 2,5% setelah Bezos mengumumkan tokoi barunya. Berdasarkan data Forbes, kekayaan bersih Bezos kini mencapai USD113,5 miliar. Kekayaan 12 digit Bezos mengantarkannya menjadi orang terkaya di dunia. Di Amazon Go, meski tidak ada antrean dan bergerak lebih leluasa, para pembeli diawasi secara ketat oleh ratusan kamera dan alat sensor sesaat setelah menyalakan aplikasi sampai keluar dari pintu.

"Permasalahan utama yang dialami industri ritel sejak dulu ialah waktu. Para pembeli ingin berbelanja secara nyaman dan tanpa mengantre," kata Wakil Presiden Teknologi untuk Amazon Go, Dilip Kumar, saat grand public opening Amazon Go di 7th avenue, Kota Seattle, Washington, Amerika Serikat (AS), dikutip Chicago Tribune.

Toko grab and go itu menjadi awal otomatisasi di dunia ritel. Sebagian media lokal AS meramalkan sistem ini akan segera menyebar luas secara nasional dan diadopsi perusahaan ritel yang lain. Dengan teknologi baru yang memangkas waktu pembelanjaan, bisnis ritel diharapkan akan lebih menguntungkan.

Pelanggan harus membuka profil mereka di aplikasi Amazon Go sebelum menempelkan ponsel di gerbang mirip KRL Commuter Line untuk akses masuk. Kamera hitam berbentuk kotak terlihat di setiap sudut gedung seluas 1.800 kaki persegi itu. Setiap barang yang diambil atau disimpan kembali akan diawasi.

Kamera canggih itu juga dilengkapi sensor infra merah sehingga dapat mendeteksi suhu panas tubuh. Amazon Go menyatakan kamera itu tidak dilengkapi teknologi pengenal wajah. Setiap barang memiliki kode khusus sehingga dapat mudah dikenali dan dipindai. Data yang ditangkap akan dicocokkan dengan data di komputer.

Seusai berbelanja, para pembeli hanya perlu berjalan melalui gerbang keluar dan akan menerima setruk pembayaran dan waktu belanja di layar ponsel. Proses itu berlangsung sangat cepat. Pengunjung seperti Harriert McClain bahkan merasa seakan seperti sedang "mencuri".

Amazon tidak memublikasikan metode dan teknologi yang digunakan secara spesifik. Namun, mereka menyatakan teknik ini mirip dengan teknik di dalam mobil selfdriving, sistem machine-learning, dan teknologi image-processing Facebook. Mayoritas pengambilan data dilakukan melalui kamera yang dipasang di plafon.

"Kamera akan mendeteksi interaksi yang dilakukan pembeli di rak, komputer akan mendeteksi barang apa yang diambil, dan machine-learning akan menetapkan barang tersebut," ujar Kumar. Transformasi pengalaman berbelanja ini bergantung pada operasi pengumpulan data mutakhir nan luas.

Kendati terdengar canggih, Profesor Hukum dan Ahli Privasi dari Universitas Maryland Danielle Citron justru merasa khawatir sebab informasi data pribadi dari setiap pembeli pasti akan ter-input di database Amazon. "Ini bukanlah sekadar transaksi. Perusahaan berpengaruh seperti Amazon pasti tidak hanya mengetahui apa yang kalian beli di toko grosir, tapi juga menghubungkan setiap aspek di dalam hidup kalian, termasuk di mana kalian tinggal dan apa yang kalian baca atau tonton," kata Citron.

Berbeda dengan Citron, John Verdi dari think tank Future of Privacy Forum mengatakan data yang dikoleksi Amazon sangat umum, yakni data yang biasa diminta supermarket untuk pendaftaran kartu anggota atau kartu kredit. "Apakah pembeli merasa nyaman dengan hal itu? Saya menduga kuat tidak ada masalah," katanya.

Namun, Direktur Eksekutif Center on Privacy & Technology dari Fakultas Hukum Universitas Georgetown, Alvaro Bedoya, menyatakan Amazon Go kemungkinan besar mengoleksi informasi yang lebih luas dibandingkan ritel tradisional. "Apakah mereka benar-benar hanya melacak para pembeli ketika mengambil barang dari rak? Atau kah mereka melacak para pembeli ke mana pun mereka pergi di dalam toko, apa yang mereka lihat, dan ke mana mereka pergi setelah berbelanja," katanya.

Jika teknologi tanpa kasir ini menyebar luas, sekitar 3,5 juta orang yang menduduki posisi kasir di AS akan terancam. Amazon, juga perusahaan ritel yang lain, menyatakan pegawai kasir akan dipindahkan ke posisi yang lain dengan tugas baru, termasuk menjadi pemandu atau pemeriksa SIM pembeli yang ingin membeli alkohol.

"Selisih keuntungan di toko grosir sangat tipis. Jadi, sistem baru ini akan membantu secara keuangan bagi industri ritel," kata Profesor Ryan Hamilton dari Fakultas Bisnis Universitas Emory. "Namun, sistem ini berpotensi menyebabkan pergolakan sama seperti mobil selfdriving yang mengancam supir truk dan taksi," sambungnya.

Sejauh ini, Amazon tidak berencana mengembangkan bisnis itu ke seluruh AS mengingat sistem tersebut masih dalam tahap percobaan. Para ahli menyatakan nantinya masyarakat akan mempertanyakan data yang dikumpulkan Amazon.

Amazon menghabiskan USD13,7 miliar untuk membeli ratusan toko grosir pada tahun lalu. Sistem canggih Amazon Go juga tidak sepenuhnya didukung masyarakat. Joy Carter misalnya. Warga Seattle itu mengenakan topeng kucing sebagai simbol pertentangan terhadap pemindaian kamera. "Kami menolak sistem ini sebab tenaga kerja akan terbelah, yakni mereka yang kaya dan mereka yang mengemis," katanya.
(amm)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6015 seconds (0.1#10.140)