Proses Divestasi Freeport Berbelit, Pemerintah Diminta Hati-hati

Minggu, 28 Januari 2018 - 10:10 WIB
Proses Divestasi Freeport Berbelit, Pemerintah Diminta Hati-hati
Proses Divestasi Freeport Berbelit, Pemerintah Diminta Hati-hati
A A A
JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR Kurtubi menyebut perkembangan proses divestasi saham PT Freeport Indonesia (PT FI) menjadi berbelit-belit. Padahal, Agustus 2017 lalu telah dicapai kesepakatan dengan Freeport bahwa Indonesia akan mendapatkan 51% saham perusahaan yang beroperasi di Papua tersebut.

Namun, kata Kurtubi, dalam perkembangannya seperti yang dilaporkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan kepada Komisi VII DPR, proses divestasi 51% akan ditempuh lewat pembelian participating interest 40% dari perusahaan Rio Tinto Plc.

Akibat proses divestasi yang terkesan semakin berbelit-berlit ini, menurut Kurtubi sebaiknya pemerintah mengembalikan persoalan ini sesuai Kontrak Karya dengan Freeport yang akan selesai tahun 2021, tanpa harus keluar uang sepeser pun untuk membeli saham.

"Kami menghargai upaya pemerintah untuk mendapatkan saham mayoritas 51% dari PT Freeport Indonesia. Tapi saya menyampaikan saran kepada pemerintah agar lebih berhati-hati jika proses divestasi dilakukan lewat pembelian participating interest Rio Tinto," ujar Kurtubi melalui siaran pers yang diterima SINDOnews, Minggu (28/1/2018).

Kurtubi mengatakan, sebenarnya Rio Tinto Plc bukanlah pemegang Kontrak Karya dengan Pemerintah Indonesia. Padahal, kata dia, yang diwajibkan melakukan divestasi adalah pemegang kontrak karya, yakni PT FI. "Pemerintah jangan terbawa skenario PT FI yang terkesan masih tidak rela untuk melepaskan sahamnya 51% kepada pihak Indonesia. Ini tentu bisa merugikan Indonesia," tuturnya.

Politisi Partai NasDem ini juga mengingat bahwa Kontrak Karya PT FI akan habis pada tahun 2021, yang artinya hanya tinggal tiga tahun lagi. Sebab itu dia menyarankan agar pemerintah mempertimbangkan dan tidak melanjutkan proses divestasi yang terkesan semakin berbelit-berlit ini.

Lagi pula, sambung dia, semestinya memang persoalan ini dikembalikan ke Kontrak Karya di mana pemerintah menghormati kontrak PT FI sampai selesai pada tahun 2021. Hal ini sejalan dengan UU Minerba yang mengakui Kontrak Karya hingga selesainya kontrak. Setelah tahun 2021, artinya PT FI akan otomatis menjadi 100% milik Indonesia.

"Setelah Tahun 2021 bisa saja negara atau pemerintah sebagai pemilik lewat BUMN Tambang melakukan kerja sama khusus atau bentuk lainnya dengan PT FI. Namun kendali operator utama berada di tangan BUMN Tambang. Yang pasti tidak lagi dalam bentuk Kontrak Karya," tandasnya.
(fjo)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7981 seconds (0.1#10.140)