Indonesia Intensifkan Perundingan Kemitraan Ekonomi dengan UE

Senin, 19 Februari 2018 - 16:02 WIB
Indonesia Intensifkan Perundingan Kemitraan Ekonomi dengan UE
Indonesia Intensifkan Perundingan Kemitraan Ekonomi dengan UE
A A A
JAKARTA - Perundingan Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (I-EU CEPA) memasuki putaran ke-4 pada tanggal 19-23 Februari 2018 di Surakarta, Jawa Tengah.

Perundingan ini merupakan kelanjutan Putaran ke-3 yang dilaksanakan pada bulan September 2017 di Brussels,
Belgia. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan (Kemendag) Iman Pambagyo, dan terdiri dari wakil berbagai instansi pemerintah yang berwenang atas isu-isu yang dirundingkan.

Sementara Ketua Juru Runding Uni Eropa (UE) adalah Helena König, Director for Asia and Latin Amerika, Directorate General for Trade, European Commission.

Perundingan yang berlangsung di Surakarta ini akan mencakup semua isu yang telah disepakati, termasuk perdagangan barang, perdagangan jasa, investasi, hak kekayaan intelektual, persaingan usaha, perdagangan dan pembangunan berkelanjutan, UMKM, perdagangan barang dan jasa pemerintah, karantina, aturan standar, mekanisme penyelesaian sengketa, serta kerja sama dan pengembangan kapasitas.

"Kita melihat Putaran ke-4 ini sangat penting untuk mendorong perundingan memasuki tahapan substansial, baik untuk perundingan akses pasar khususnya perdagangan barang dan jasa, serta perundingan teks," ujar Iman Pambagyo melalui siaran pers, Senin (19/2/2018).

Perundingan I-EU CEPA akan menjadi perundingan yang paling ambisius yang pernah dilakukan Indonesia, di mana Indonesia dan EU menargetkan eliminasi tarif bea masuk untuk lebih dari 90% pos tarif. Perundingan I-EU CEPA disebut sebagai perundingan bilateral terluas dan terdalam yang pernah dijalani Indonesia, karena kedua pihak sepakat untuk mewujudkan sebuah perjanjian yang modern dan komprehesif yang tidak saja menempatkan hubungan ekonomi ke tingkatan lebih tinggi, tetapi juga mengikat kedua ekonomi ke dalam mata rantai nilai yang saling menguntungkan untuk memasuki pasar ketiga.

"Jelas, peningkatan ekspor ke Uni Eropa dan investasi dari Uni Eropa berikut barang dan jasa yang diperlukan untuk investasi itu merupakan target utama kita," sambung Iman.

Pada tahun 2017, Uni Eropa adalah tujuan ekspor terbesar ke-6 dan asal impor terbesar ke-4 bagi Indonesia, dengan nilai masing-masing sebesar USD16,2 miliar dan USD11,2 miliar, sementara total perdagangan Indonesia dengan Uni Eropa mencapai USD27,4 miliar. Selama kurun waktu lima tahun terakhir, neraca perdagangan kedua ekonomi menunjukkan surplus bagi Indonesia.

Iman mengatakan, salah satu kepentingan Indonesia adalah penyelesaian isu hambatan yang dihadapi oleh produk minyak sawit Indonesia di pasar Uni Eropa. Salah satu kasus yang disorot secara khusus adalah keputusan Parlemen Eropa tanggal 17 Januari 2018 terkait peningkatan penggunaan energi terbarukan menjadi 35% pada tahun 2030 dan penerapan phase-out bagi kontribusi bahan bakar nabati (BBN) yang berasal dari minyak sawit pada tahun 2021. Indonesia menyayangkan keputusan Parlemen Eropa yang bersifat diskriminatif dengan membedakan minyak sawit dari BBN berbahan dasar tanaman lainnya.

Indonesia dan Uni Eropa juga terus melakukan konsultasi dengan pemangku kepentingan untuk mencapai perjanjian yang saling menguntungkan. Di sela-sela perundingan, kedua pihak akan melakukan audiensi dengan perwakilan dunia usaha dan industri, di samping sesi khusus dengan LSM dan masyarakat madani.

"Pada akhirnya, sebuah perjanjian perdagangan harus memberi manfaat kepada sebanyakbanyaknya pemangku kepentingan, baik dari kalangan dunia usaha maupun masyarakat madani. Oleh sebab itu, komunikasi harus terus dilakukan dan masukan serta kekhawatiran mereka harus mendapat perhatian," ujar Iman.
(fjo)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5212 seconds (0.1#10.140)