Ciptakan Sepatu dari Kulit Kuda Nil dan Burung Unta

Kamis, 08 Maret 2018 - 10:54 WIB
Ciptakan Sepatu dari Kulit Kuda Nil dan Burung Unta
Ciptakan Sepatu dari Kulit Kuda Nil dan Burung Unta
A A A
ZIMBABWE - Udara terasa berat dengan bau sepatu baru saat tim 16 pengrajin dengan telaten dan tekun membuat sepatu boot safari. Dengan setiap pasang sepatu membutuhkan waktu dua pekan untuk produksi dari awal hingga akhir, perusahaan bernama Courteney Boot Company jelas tidak terburu-buru. Salah satu brand sepatu paling eksklusif di dunia itu memang tidak hanya mengedepankan bisnis karena mereka hanya membuat 18 pasang sepatu dan boot buatan tangan setiap hari.

Didirikan pada 1991 di Bulawayo, kota terbesar kedua Zimbabwe, Courteney terus menjadi cerita sukses bisnis langka di negara yang ekonominya mengalami tantangan berat dalam 20 tahun terakhir. Menggunakan jenis kulit eksotik seperti buaya, kerbau, kuda nil dan burung unta, boot mereka diburu banyak konsumen di penjuru dunia.

Perusahaan itu dibangun oleh suami istri John dan Gale Rice. John mulai membuat sepatu di Inggris pada 1953 saat usia 15 tahun dengan bekerja untuk perusahaan sepatu Inggris, Clarks. Karir itu pun membawanya ke Afrika Selatan sebelum pindah ke Zimbabwe.

Pasangan itu mengelola bisnis bersama selama 21 tahun hingga John meninggal dunia pada 2012. Sejak saat itu Gale memimpin perusahaan itu sendiri.

Melihat hari-hari awal berdirinya Courteney, Gale bercerita dia dan John menemukan cara baru untuk mempromosikan bisnis. “Sejak awal kami membuat boot untuk semua operator safari yang terkenal di Zimbabwe dan Afrika Selatan secara gratis dan mengirimkannya sendiri,” kata Gale pada BBC.

“Operator safari akan membakai boot itu saat memandu para klien dari luar negeri dan mereka akan mempromosikan kami dari mulut ke mulus,” papar Gale.

Para turis asing itu kemudian akan mencari toko-toko di Zimbabwe dan Afrika Selatan untuk membeli sepasang sepatu boot Courteney untuk dibawa pulang sebagai oleh-oleh liburan. Saat tiba di negara asalnya mareka akan merekomendasikan sepat uitu pada teman-teman mereka dan akan ada pesanan dari luar negeri.

Para petani komersial di Zimbabwe, terutama warga kulit putih asal Zimbabwe juga sangat senang membeli boot itu. “Kami memiliki tiga konsumen utama yakni pemburu, petani dan turis,” ujar dia.

Perusahaan itu tumbuh pesat hingga krisis ekonomi dan politik mulai terjadi di Zimbabwe pada 2000 hingga perusahaan kehilangan sebagian besar konsumen lokal. Pertama, banyak petani kulit putih yang meninggalkan negara itu dan kemudian jumlah turis yang datang berkurang drastis.

Agar dapat bertahan hidup, Gale fokus meningkatkan ekspor yang naik dari 50% menjadi saat ini 85% dari total penjualan. “Dari sangat awal kami selalu ingin membuat boot kami layak untuk pasar khusus kami di penjuru dunia,” kata dia.

“Dan ternyata sangat bagus memiliki strategi itu. Sejak 2000 Zimbabwe mengalami krisis hingga hampir menjadi negara gagal. Untuk saat ini dengan kasus itu, ekspor atau mati,” ungkap Gale.

Gale menjelaskan, 70% penjualan kini melalui internet, dengan 20% melalui website Courteney sendiri. Setiap pasang boot dibanderol antara USD145 (Rp2 juta) dan USD492 (Rp6,8 juta). Kini Gale akan meningkatkan produksi menjadi 30 pasang sepatu per hari agar tetap dapat mengontrol kualitas. (Syarifudin)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8076 seconds (0.1#10.140)