Memilih Tinggal di Kota Paling Nyaman

Minggu, 18 Maret 2018 - 10:05 WIB
Memilih Tinggal di Kota Paling Nyaman
Memilih Tinggal di Kota Paling Nyaman
A A A
JAKARTA - Beberapa kota di Indonesia kini menjadi primadona untuk hunian. Selain karena fasilitas yang modern, atmosfer yang dihadirkan dengan suasana homey, dan tenang menjadi salah satu alasan.

Dari ratusan kota di Indonesia, Malang, Yogyakarta, dan Bali merupakan wilayah yang dianggap paling nyaman. Kota Malang akhir tahun lalu diberi penghargaan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan (PUPR) sebagai kota layak huni. Bali dengan ibu kotanya Denpasar konsisten menjadi kota teratas yang mendapat indeks tertinggi dalam kota layak huni versi Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) Indonesia.

Sementara itu, Yogyakarta pernah ada paling tinggi dalam survei yang dilakukan IAP, walaupun tahun ini menurun, tapi masih di atas rata-rata. Pengamat infrastruktur, Hermanto Dardak mengatakan, kriteria yang paling umum dinilai jika ingin mengatakan sebuah wilayah layak huni, yaitu keamanan, kesehatan, estetik, atau punya karakter.

Ruang terbuka hijau juga paling penting, di setiap RW ada taman, kelurahan juga punya taman, hingga taman di kota. Hal tersebut juga memengaruhi ketersediaan air, sanitasi layak. “Bali sudah lebih baik, lebih hijau dari daerah lain. Kabupaten di Bali mengikuti alur sungai sehingga mereka lebih mudah berkomunikasi dan koordinasi masalah air,” jelasnya.

Hermanto menambahkan, sanitasi yang layak hubungannya dengan pembuangan limbah yang diolah dan dibuang. Bali sudah melakukan ini. Mantan pejabat eselon I dari Kementerian PUPR ini pun melihat kriteria lain untuk estetika bisa dilihat untuk Yogyakarta. Betapa sangat menjaga warisan bangunan yang menjadi nilai estetika tersendiri.

Sementara itu, Malang yang berada dalam dataran tinggi diuntungkan dengan alamnya yang baik. Hermanto menjelaskan, konsep tata ruang di Malang sangat baik, meskipun sempat berkurang ruang hijau, tapi perlahan Malang menambah lagi ruang hijau untuk umumnya. Ketiganya kini memang terus menambah ruang terbuka hijau, salah satunya dengan cara membangun hunian vertikal.

Hunian jenis ini juga menjadi idaman di setiap wilayah, termasuk di Malang, Bali, dan Yogyakarta. Properti vertikal untuk bisnis seperti bangun ruko juga hotel. Untuk hunian sebagai alasan agar menghemat perjalanan menuju tempat beraktivitas.

“Membangun hunian vertikal agar ruang terbuka hijau lebih banyak, angkutan umum juga dapat ditambah. Model seperti ini mulai diidamkan,” ujar mantan Kepala Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah Kementerian PUPR ini.

Selain faktor infrastruktur atau fisik hal lain yang berbeda dari ketiga kota itu ialah faktor manusianya. Penduduknya sudah terbuka dengan orang baru sehingga terasa lebih menyenangkan bagi pendatang.

Country General Manager Rumah123.com Ignatius Untung mengatakan, tempat yang lebih bagus dari Bali banyak di Indonesia, tetapi mengapa belum ada yang bisa menyaingi Bali. Wisatawan asing masih mengincar Bali sebagai tempat liburan.

“Bukan sekadar Bali punya pan tai indah, tetapi karena orang di sana punya kultur sendiri. Mereka lebih toleran untuk orang baru,” jelasnya.

Terbiasa kedatangan wisatawan dari berbagai daerah atau memang sifat masyarakat Bali yang sudah sangat terbuka. Ignatius menambahkan, biasanya jika masyarakat toleransinya besar, keamanan lebih baik. “Tidak ada kesenjangan, tidak ada satu kelompok yang kaya dan menutup diri. Di satu sisi, ada yang tidak mampu dan tidak ada yang menolong malah berbuat kriminal, kemungkinan besar tidak seperti itu,” ungkap Ignatius.

Yogyakarta pun sama seperti Bali yang punya pendatang tinggi. Kota yang paling banyak ditemui pelat mobil beragam. “Setiap menit bisa banyak pelat selain AB lewat. Masyarakat asli sangat menerima pendatang,” tutur Ignatius yang pernah menempuh pendidikan di Kota Gudeg itu.

Lantas, apakah label sebuah kota dapat menentukan harga properti di daerah tersebut. Ternyata secara langsung tidak, Ignatius menjelaskan, itu semua bergantung bagaimana pengembang memanfaatkan label tersebut.

“Kalau pengembang bisa berjualan menggunakan survei itu. Properti di daerah tersebut bisa bagus harganya,” jawabnya. Ignatius menyebut, Melbourne yang masuk kota paling nyaman untuk ditinggali di dunia. Hal tersebut yang terus dimanfaatkan para pengembang untuk jualan.

Promosi selalu dengan jargon Livable City in the World membuat penasaran sehingga wisatawan datang untuk berlibur. Bukan hanya itu, beberapa dari mereka mencoba membeli properti di sana untuk membuktikan jargon promosi tersebut. Sementara itu, di Indonesia belum begitu karena ada kebutuhan lain yang belum dipe nuhi di kota lain.

“Tinggal selain di kota besar atau Jakarta, masyarakat belum bisa menerima perbedaan penghasilan. Daerah yang menjadi favorit, seperti Yogyakarta atau Malang hanya untuk tempat hari tua,” jelasnya.

Pengamat properti dari Research Savills Indonesia Anton Sitorus mengatakan, kota-kota tersebut ukurannya tidak terlalu besar sehingga relatif mudah menjangkau tempat-tempat lain.

Selain itu, unsur budaya dan aspek alam lebih baik dibanding kota-kota besar lain. Mengenai harga properti, dia menyatakan, pertumbuhan positif dan cenderung stabil. “Jadi, para pengembang untuk melakukan spekulasi belum terlalu tinggi,” tutupnya. (Ananda Nararya)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4462 seconds (0.1#10.140)