Pemimpin Perempuan Jangan Hanya Tahu Beres

Kamis, 05 April 2018 - 14:20 WIB
Pemimpin Perempuan Jangan Hanya Tahu Beres
Pemimpin Perempuan Jangan Hanya Tahu Beres
A A A
PROGRAM pemerintah untuk menjadikan laut sebagai masa depan bangsa memerlukan dukungan semua stakeholders, terutama pelaku usaha bidang pelayaran. Di sisi lain, dunia pelayaran di Tanah Air juga dihadapkan pada tantangan untuk meningkatkan market pelayaran nasional.

Dunia pelayaran yang identik dengan kaum Adam nyatanya bisa ditaklukkan juga oleh Carmelita Hartoto. Wanita yang akrab dengan sapaan Meme itu bisa dibilang sebagai satu-satunya perempuan berkiprah aktif di sektor pelayaran. Memimpin usaha pelayaran di bawah bendera PT Andhika Lines, Meme tidak hanya disibukkan mengurus roda perusahaan, tapi juga roda organisasi di Indonesian National Shipowners' Association (INSA) serta Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin).

Seperti apa kiprah dan langkahnya di banyak aktivitas berkaitan dengan pelayaran PT Andhika Lines, INSA, dan dunia perhubungan di Kadin? Berikut petikan wawancara KORAN SINDO dengan Carmelita Hartoto baru-baru ini.

Boleh diceritakan, sejak kapan Anda mulai bergelut di dunia pelayaran?

Saya tidak pernah menyiapkan diri sebelumnya untuk bergelut di industri pelayaran. Namun, keadaan memaksa saya menggeluti usaha di industri ini, setelah ayah saya Hartoto Hardikusumo wafat pada 1994. Ayah saya tidak pernah menyiapkan diri saya meneruskan bisnis pelayaran yang dirintisnya. Awalnya, saya menyelesaikan pendidikan master di Webster University, Inggris, dan sempat bekerja di salah satu perusahaan perdagangan di London, Inggris. Pada 1994, saya sedang berlibur ke Jakarta dan secara mendadak ayah meninggal akibat serangan jantung. Sebagai sulung dari tiga bersaudara, saya meneruskan perusahaan yang telah dibangun sejak 1972. Sejak saat itu, saya banyak mencurahkan waktu untuk perusahaan dan industri pelayaran pada umumnya.

Lantas bagaimana cara Anda menyesuaikan diri dengan industri pelayaran?
Bukan hal mudah bagi saya meneruskan bisnis pelayaran. Syukur Alhamdulillah, saya mendapatkan kesempatan untuk dibimbing dari para senior yang sudah berkecimpung lebih dulu di industri ini. Saya harus rela bekerja keras, digembleng untuk mempelajari industri pelayaran dari hulu hingga hilir. Sejak 1994 hingga saat ini, banyak suka-duka yang saya rasakan di industri pelayaran. Saya bukan tipikal pemimpin yang senang berdiam diri di dalam ruangan, saya kerap ke pelabuhan maupun pergudangan untuk melihat langsung jalannya bisnis ini.

Aktivitas di dunia perkapalan umumnya dilakoni kaum lelaki, sedangkan Anda seorang perempuan. Apakah tidak merasa risi?
Tidak. Meski pelabuhan terkesan dunianya lelaki, saya sebagai perempuan tetap mendapat kesempatan untuk berkarya di industri pelayaran ini. Gender tidak lagi menjadi hambatan di industri ini, setiap orang memiliki kesempatan sama selama memiliki kualitas yang baik. Dari pelabuhan, saya juga memetik nilai bahwa menjadi pemimpin perusahaan tidak boleh hanya tahu beres, tapi harus tahu perjalanan prosesnya.

Apa tantangan yang Anda rasakan selama bergelut di industri ini?
Pada 2002, saya mengambil keputusan bagi perusahaan yang dinilai berani saat itu. PT Andhika Lines yang saya pimpin melepaskan diri dari kemitraan. Keputusan itu membawa konsekuensi bagi perusahaan, dengan menyusutnya jumlah armada yang dimiliki dari sebelumnya 33 unit kapal menjadi dua unit kapal saja. Waktu yang tidak mudah bagi saya maupun perusahaan saat itu. Namun, berkat kerja keras dan keuletan seluruh tim di perusahaan, kami berhasil mengembangkan perusahaan kembali. Saat ini, Alhamdulillah, perusahaan mengoperasikan armada kapal dengan jumlah tonase mencapai 300.000 DWT (Deadweight tonnage). Selain itu, kami juga merambah beragam unit bisnis lainnya yang tergabung dalam Group Andhika Lines.

Sebagai Ketua INSA selama dua periode tentu Anda sangat memahami tantangan di dunia pelayaran. Seperti apa?

Banyak permasalahan industri pelayaran nasional yang menjadi fokus INSA saat ini, yang utama adalah menyukseskan program pemerintah menjadikan lautan sebagai masa depan bangsa. Banyak aspek tentunya dalam memaksimalkan lautan sebagai masa depan bangsa. Pada sektor industri pelayaran mungkin ada beberapa kebijakan yang perlu terus dijalankan secara konsisten, dan ada juga kebijakan perlu terus didorong agar terealisasi. Kebijakan asas cabotage misalnya, merupakan kebijakan telah banyak memberikan dampak positif dan harus dijalankan secara konsisten.

Kebijakan lainnya yang juga perlu terus didorong agar terealisasi adalah peningkatan daya saing pelayaran nasional. Hal yang dibutuhkan pelayaran nasional adalah perlakuan setara seperti yang diterapkan negara lain terhadap industri pelayaran mereka. Misalnya, masih tingginya bunga bank bagi pembangunan kapal yang mencapai 12-14% sedangkan di negara lain bunga bank jauh lebih kompetitif. Ataupun kebijakan fiskal lainnya.

Soal asas cabotage, sepertinya juga akan terus menjadi perjuangan INSA. Keuntungannya bagi dunia pelayaran seperti apa?

Kebijakan asas cabotage telah sukses menjaga kedaulatan negara dari aspek keamanan dan pertahanan sekaligus mendorong pertumbuhan perekonomian nasional. Asas cabotage bermakna pada kedaulatan negara (sovereign of the country) terkait peran sektor transportasi laut dalam menjaga keamanan dan pertahanan negara dari kemungkinan serangan oleh negara asing. Asas cabotage yang tertuang dalam Inpres 5/2005 dan Undang-undang 17/2008 tentang Pelayaran, telah memberikan dampak positif bagi industri pelayaran nasional.

Investasi di sektor pelayaran dan industri terkait lainnya terus melonjak sejak diterbitkannya asas cabotage hingga saat ini. Dengan kekuatan yang besar, pelayaran nasional juga telah mampu melayani seluruh pendistribusian kargo domestik. Di sisi lain, kebijakan beyond cabotage untuk angkutan ekspor-impor perlu terus didorong agar terealisasi demi kepentingan nasional. Kebijakan ini untuk menekan defisit neraca jasa perdagangan Indonesia yang selama ini terus terjadi.

Tantangan sektor kepemilikan kapal ke depan, Anda melihatnya seperti apa?
Dinamika bisnis pelayaran tidak banyak mengalami perubahan yang signifikan dalam beberapa tahun belakangan. Tantangan pelayaran nasional lebih pada bagaimana menjaga sekaligus meningkatkan market pelayaran nasional, karena industri pelayaran dunia sebenarnya sudah over capacity. Ruang muat kapal lebih besar dari kargo yang tersedia. Tantangan lainnya adalah pelayaran nasional perlu menjaga market domestik yang ada saat ini dan juga perlu meningkatkan market regional. Tantangan selanjutnya, menjaga agar iklim bisnis pelayaran nasional tetap pada trek yang baik, artinya persaingan bisnis tetap sehat. Selain itu, pelayaran nasional perlu terus didorong agar lebih berkontribusi dalam menyukseskan program-program pemerintah.

Selain di INSA, Anda juga disibukkan sebagai pengurus Kadin. Apa perbedaan peran atau isu yang Anda perjuangkan di kedua organisasi ini?
Di Kadin Bidang Perhubungan, saya bertanggung jawab atas setiap bidang transportasi, mulai dari darat, kereta api, laut, maupun udara. Sektor yang dibahas jauh lebih besar dan yang diperjuangkan juga lebih banyak. Di INSA lingkup kebijakan yang diperjuangkan pada industri pelayaran, tapi di Kadin Bidang Perhubungan seluruh sektor transportasi menjadi bagian yang harus diperjuangkan. Intinya, kebijakan dan pengaturan iklim bisnis transportasi harus dijaga agar tetap sehat dan diarahkan sehingga lebih berkontribusi bagi pertumbuhan ekonomi nasional.

Sebagai Ketua Umum INSA, gaya kepemimpinan seperti apa yang Anda terapkan di organisasi?

Saya menekankan pendekatan kekeluargaan. Pendekatan kepemimpinan model ini banyak membantu saya dalam menggerakkan roda organisasi, karena masing-masing anggota merasa INSA sebagai satu-satunya wadah perkumpulan pengusaha pelayaran nasional yang diakui pemerintah adalah bagian dari diri mereka. Jadi, masing-masing pengurus di pusat atau di daerah maupun anggota memiliki rasa untuk berkontribusi khususnya bagi organisasi dan umumnya bagi industri pelayaran nasional.

Kalau di perusahaan Anda sendiri bagaimana?

Tentu berbeda. Kalau di organisasi pendekatannya lebih pada kekeluargaan, sedangkan di perusahaan pendekatan saya berupa hubungan kerja yang lazim diterapkan di perusahaan manapun. Misalnya, lebih sering saya mengundang rapat ketika saya ada pertemuan organisasi. Dari situ, pintar-pintar kita mencari waktu memantau perkembangan perusahaan termasuk menandatangani dokumen penting atau mengambil keputusan yang berkaitan dengan perusahaan.
(amm)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8065 seconds (0.1#10.140)